Bukan sebuah hal baru bila kita menyaksikan sebuah tontonan yang bertemakan tentang transformasi sosok yang jelek, kemudian berubah menjadi tampan ataupun cantik. Begitulah premis “The Handsome Suit.” Sebut saja mulai dari “Betty La Fea”, “Ugly Betty”, “200 Pounds Beauty”, atau hingga serial Korea baru-baru ini “Birth of a Beauty.” Dari kesekian judul yang saya sebutkan, tkesemuanya punya benang merah yang sama, karakter utamanya adalah perempuan.
Kali ini, sebuah tontonan komedi Jepang yang disutradarai Tsutomu Hanabusa, menggunakan sosok laki-laki sebagai main role-nya. Bukan karena tidak mengerti fashion ataupun kurang gaya, sosok Ohki Takuro memang jelek. Saya pun mengakuinya, tanpa tidak bermaksud jahat. Badan besar, rambut culun, dan hidung seperti babi, membuat dirinya layak disematkan sebagai salah satu manusia buruk rupa. Yang berbeda dengan film-film lainnya, Takuro tidak perlu bertransformasi dengan menghabiskan banyak dana seperti melakukan treatment kecantikan, operasi plastik ataupun sedot lemak. Ia hanya memerlukan sebuah “handsome suit” untuk berubah menjadi pangeran tampan.
Ohki Takuro, yang diperankan oleh Muga Tsukaji, adalah seorang pemilik sebuah kedai warisan sang ibu. Hidupnya sehari-hari hanyalah berusaha menyenangkan para pelanggannya. Ia sudah lelah untuk memikirkan jodoh, karena Ia sudah cukup menyadari wajahnya dan mengalami sedikit diskriminasi dari para wanita setempat.
Suatu hari, datanglah sosok Hoshino Hiroko, yang diperankan oleh Keiko Kitagawa. Hiroko adalah sosok gadis Jepang dengan rambut panjang terurai, langsing, dan berparas cantik. Sosok ideal para pria tentunya. Kehadiran Hiroko ke kedai Takuro adalah untuk melamar menjadi pelayan. Takuro dan para pelanggannya dengan sangat senang hati menerima lamaran pekerjaan itu. Apalagi karena yang melamar adalah sosok yang sangat cantik dan Hiroko tidak berperilaku perempuan-perempuan yang ditemui Takuro.
Suatu ketika, salah satu produsen baju formal pria sedang mencari seorang kandidat untuk dijadikan sebagai alat percobaan. Temuan yang ingin diujicobakan adalah sebuah boneka robot besar yang dapat mengubah bentuk pemakainya. Pakaian ini disebut dengan nama “The Handsome Suit.”
Untungnya, sosok Takuro terpilih sebagai kandidat pilihan. Ia kemudian diberikan sebuah handsome suit untuk digunakan. Ia menyetujuinya dan berubah menjadi tampan. Sosok tampannya diberi nama Hikariyama Annin, yang kemudian diperankan oleh Shôsuke Tanihara. Melakukan transformasi tersebut, Takuro ternyata lebih diterima oleh masyarakat, terutama para perempuan. Sosok Annin sangat diminati oleh para perempuan di sekelilingnya. Hingga akhirnya suatu hari Annin bertemu dengan sosok Akira Kamiyama, seorang pebisnis di bidang entertainment. Kamiyama, yang diperankan oleh Masato Ibu, tanpa neko-neko langsung mengajak Annin untuk ikut banyak kegiatan, mulai dari photoshoot, menjadi model dalam cover majalah, hingga ikutan runway dalam kegiatan fashion show terbesar di Jepang. Kegiatan ini membuat Takuro harus hidup ke dalam dua kehidupan yang berbeda: menjadi seorang koki dengan wajah jelek; dan menjadi seorang artis dengan wajah tampan.
Komedi yang hadir kurang dari dua jam ini dengan sangat amat berusaha untuk membuat penontonnya terhibur. Akan tetapi, usaha tersebut terkesan sebagai sebuah upaya yang cukup berlebihan. Dramatisasi yang memang kocak dibuat dengan bantuan banyak efek, terutama slow motion. Penulis naskah Osamu Suzuki menghadirkan sebuah komedi yang cukup mudah di tebak ceritanya (bagi saya), tetapi tidak berhasil untuk membuat saya dapat tertawa lepas (walaupun dengan sedikit tertawa kecil).
Salah satu bagian yang saya minati dari film ini adalah ketika munculnya iringan musik orchestra yang kadang hadir ketika bagian-bagian sedih ataupun bahagia di film ini. Yup, salah satu ciri khas film-film Asia dengan musik klasik-nya yang sentimentil.
Menyaksikan film ini adalah sebuah rekomendasi yang tepat bagi orang-orang yang mudah tertawa (sepertinya…). Kisahnya memang unik, dimana karakter utama tidak melakukan transformasi secara permanen. Kelebihan ini yang membuat film ini cukup berbeda dengan film-film yang sempat saya sebut. Sebagai sebuah tontonan yang menghibur, film ini bolehlah, ada banyak pelajaran yang bisa diambil. Salah satu pesan dalam film ini tetap sama dengan yang lainnya: “Don’t judge a book by it’s cover:. Tetapi yang lebih penting lagi, film ini mau mengingatkan salah satu hal yang lebih penting: “Tidak harus menjadi tampan ataupun cantik, seseorang bisa bahagia secara utuh dan membahagiakan orang lain.” Nice!