Fenomena dating apps bisa dibilang enggak sembarangan. Banyak pasangan yang berhasil menemukan tambatan hatinya sekaligus melanjutkan hubungannya ke tahap yang lebih serius. Ada juga yang cuma sebatas one night stand, ataupun membuka jasa open bo. Yang lebih berbahaya, penipuan berkedok mencari cinta juga sering terjadi. “Love Lies” akan mengungkap kejahatan berbasis daring ini dalam bentuk romcom drama lintas generasi.
Pusat cerita “Love Lies” terpusat pada sosok Dr. Veronica Yu, seorang obgyn sukses, diperankan oleh Sandra Kwan Yue Ng, yang kini hidup menjanda. Sosoknya sebagai dokter yang populer, membuatnya Ia dengan mudah untuk mendapat pundi-pundi uang. Suatu ketika, Ia didatangi oleh inspektur kepolisian di kliniknya. Alih-alih minta bantuan, ternyata Ia malah diinterogasi.
Veronica ditanya tentang aktivitasnya pada suatu dating apps. Polisi menemukan jika Ia menjadi salah satu korban dari penipuan daring. Hal ini terjadi sebab polisi baru saja menangkap segerombolan penipu di markas mereka yang kerap berpindah. Yang menarik, Veronica tidak merasa tertipu. Ia malah ikut menipu. Ia berpura-pura dengan menggunakan salah satu profil perawat di kliniknya yang masih muda. Ekplorasi investigasi inilah yang akan membawa penonton pada cerita “Love Lies.”
Film ini ditulis dan disutradarai Miu-Kei Ho, dan merupakan suatu karya debut featured film. Film ini dirilis pada Hong Kong International Film Festival dan sudah melanglang buana ke beberapa festival di Asia, termasuk Taipei Film Festival, Malaysia International Film Festival, dan baru-baru ini di Jakarta Film Week. Secara penerimaan “Love Lies” terbilang cukup baik, terbukti dari keberhasilan film ini mendapatkan dua nominasi pada ajang Golden Horse, untuk kategori pemeran utama wanita terbaik dan sutradara baru terbaik.
Membahas ceritanya, tema penipuan online yang sepintas terasa sebagai bahasan utama sebetulnya bukan menjadi pusat utama cerita. “Love Lies” terbilang jadi sebuah tearjerker drama yang terfokus dengan masalah kesepian. Karakter Veronica yang terlihat dari luar ternyata sukses, malah berlaku sebaliknya ketika membahas ranah privasinya. Alasan inilah yang membuat jika Veronica sama sekali tidak merasa ‘tertipu,’ sebab uang yang dihabiskannya semata-mata untuk memenuhi kesepiannya.
Walaupun bukan pusat utama cerita, bahasan penipuan online terasa jadi unsur yang membangun keseruan cerita. Termasuk unsur komedinya. Penonton akan terhibur melihat bagaimana aksi penipuan yang dilakukan secara masif ini terbilang cukup terstruktur. Apalagi ketika mereka sampai-sampai membuat situs donasi fiktif, profil fiktif, sekaligus ahli drama percintaan. Sosok ahli ini diwakili oleh karakter Joan, diperankan oleh Stephy Tang, yang cukup punya peran di dalam ceritanya.
Di sisi lain, karakter ‘penipu’ Veronica bernama Joe Lee, diperankan oleh Michael Tin Fu Cheung, memberi tambahan cerita latar belakang dirinya. Yang bikin menarik adalah ketika Joe diperankan berpura-pura menjadi seorang ekspatriat asal Eropa, yang membahas bagaimana strategi jitu dalam mendekati korban-korbannya. Salah satu yang masih saya ingat adalah bagaimana Ia menghadiahkan Veronica sebuah botol yang di klaim berisi udara Paris. Sebuah kekonyolan yang justru mampu membuat Veronica berbunga-bunga ternyata.
Dari sisi penampilan, Sandra Kwan Yue Ng memang cukup mendominasi. Salah malah merasa Michael Tin Fu Cheung kurang menunjukkan ‘taring’ sebanding saat Ia bersanding. Ketika karakter yang satu berjalan cukup dramatis, yang satu cenderung mengarah ke jenaka. Saya rasa ini mungkin yang jadi faktor mengapa kisah Veronica menjadi kurang menendang sebagai suatu drama. Saya cukup menikmati cerita “Love Lies,” namun malah menggangap jika Veronica memang hanya butuh ‘pelampiasan’ untuk menutupi kesendiriannya. Masalahnya, Ia jadi kebablasan.
Tontonan asal Hong Kong yang berdurasi 114 menit ini sebetulnya masih terbilang tontonan yang menarik. Cuma, ketika berbicara tentang ‘pelampiasan kesendirian,’ justru saya masih lebih menikmati kombinasi Emma Thompson dan Daryl McCormack dalam “Good Luck to You, Leo Grande,” yang juga bersetting secara beda generasi. Mungkin yang berbeda dari penyajian satunya yang lebih kebaratan, dan satunya yang ketimuran. Pada akhirnya, kisah-kisah tentang kesendirian memang akan selalu menarik untuk disimak, mengingat ragamnya perspektif yang ingin dihadirkan. Apalagi ketika terkait dengan cinta, semua hal mampu dibuatnya tak rasional.