Nama Hirokazu Koreeda sudah amat populer dalam benak saya. Apalagi dengan karya-karyanya yang selalu membahas tema krisis keluarga. Mulai dari “Still Walking,” “Like Father Like Son,” sampai “Shoplifters” yang sempat jadi unggulan di Oscar, adalah sederatan konsistensi Koreeda. Kali ini, melalui film berjudul “Monster,” Koreeda menyuguhkan drama yang terus membuat detak jantung saya terus berdetak kencang.
Kisah film ini diawali dari sebuah kebarakan sebuah hostess bar di sebuah kota di Jepang. Dari kejauhan, tampak Saori dan Minato, Ibu dan anak yang diperankan oleh Sakura Ando dan Soya Kurokawa, yang menyaksikan api yang sedang asyik melahap. Saori sendiri sehari-sehari hidup sebagai seorang single mom. Minato, putra satu-satunya, kini sudah menginjak kelas 5, dan tumbuh tanpa sosok ayah.
Singkat cerita, Saori sering menemukan keanehan-keanehan pada Minato. Mulai dari cerita sepatunya yang hilang sebelah, sampai ketika Minato tiba-tiba mencukur rambutnya tanpa alasan. Keanehan inipun semakin berlanjut. Yang paling parah adalah ketika Minato yang tak pulang, sampai kemudian ditemukan Ia sedang berada di dalam sebuah terowongan dibawah jembatan. Yang membuat miris, sesuai dijemput Saori, Minato tiba-tiba melempar dirinya dari dalam mobil. Ujung-ujungnya Saori dan Minato malah harus pergi ke rumah sakit.
Keanehan ini membuat Saori membangun asumsinya. Ia memulai investigasi, dengan menanyakan pada Minato yang semakin pendiam. Kondisi semakin jadi diperuncing ketika Minato menyebut Mr Hori, guru kelas yang diperankan oleh Eita Nagayama, melakukan kekerasan pada dirinya. Namanya Ibu, Saori pun langsung melakukan pelaporan ke pihak sekolah dan menuntut aksi pada Hori. Akan tetapi, Saori sebetulnya tidak paham dengan apa yang sebetulnya benar-benar terjadi.
“Monster”merupakan karya ke-22 Koreeda yang sekali lagi amat memukau saya. Sejak perilisannya lewat Cannes Film Festival, film ini sudah menyabet penghargaan Best Screenplay, berkat penulisan Sakamoto yang benar-benar akan memainkan emosi penonton. Bicara alurnya, film “Monster” terbilang dikemas dalam tiga bagian besar yang berdiri masing-masing menurut perspektif tokohnya. Pada bagian pertama, penonton akan melihat sebagai sudut pandang ketiga dari versi Saori. Lalu cerita berlanjut dengan fokus Hori, dan ditutup dari sudut pandang Minato. Walaupun akan terdapat banyak pengulangan dalam penceritaannya, penonton pun akan semakin paham dengan apa yang sebetulnya terjadi dari ketiga sudut pandang ini.
Pada fokus sudut pandang pertama, “Monster” akan membangun tanda tanya yang begitu besar pada karakter Minato. Apa yang sebetulnya terjadi? Apa yang menjadi motif Minato? Beragam pertanyaan terus muncul dalam benak saya, apalagi ketika sosok Hori muncul sebagai ‘penyiksa’ Minato. Seiring dengan kehadiran tema kekerasan dalam anak, saya mulai menyiapkan mental dengan ekspektasi suguhan tersebut. Alhasil, “Monster” jadi cerita yang amat tak terduga.
Saya tidak mau terlalu banyak membuka ceritanya. Yang pasti, akan ada banyak tokoh yang punya peranan dan niat baik, terlepas dari apa yang terjadi. Yang paling membuat saya salut adalah karakter para guru. Mereka merasa sebagai pendidik, posisi mereka seakan tertindas dengan para monster, yang merupakan simbolisasi orangtua murid di cerita film ini. Alhasil, mengorbankan sesuatu akan terasa lebih bijaknya selama itu menyelamatkan masa depan anak didik mereka.
Dari segi penyajian, Koreeda benar-benar menghadirkan tontonan terbaik di tahun ini. Sepanjang film, rasa ingin tahu berlebihan sekaligus deg-degan akan ekspetasi adanya adegan sadis terus muncul sampai ujung cerita. Uniknya, Koreeda tidak perlu sajian yang sadis. Ia cukup membangun suasana mencekam saja, dengan konklusi yang juga tidak mengecewakan.
“Monster” adalah film terakhir yang diaransemen oleh legenda musik Jepang, Ryuicihi Sakamoto. Walaupun Sakamoto terbilang cuma memasukan dua musik dalam film ini, Koreeda menggunakan karya-karya lainnya yang membuat aransemen film ini secara keseluruhan adalah gubahan Sakamoto. Sejujurnya, musik dalam “Monster” adalah salah satu yang terbaik di tahun ini.
“Monster” sekali lagi akan menyadarkan kita akan pentingnya suatu perspektif. Ketika setiap orang akan bergerak dengan keterbatasan dalam mengetahui segala sesuatunya, juga akan membuat mereka menciptakan asumsi yang kadang bisa berujung salah kaprah dan semakin parah. “Monster” mungkin bisa dibilang sebagai film yang menghadirkan sudut ekstrim tersebut, dan akan membuat penonton untuk menyimpulkan sendiri akan ceritanya.
Jujur, mungkin saya sudah terjual dengan film ini. “Monster” dengan begitu mudah masuk ke dalam banyak kategori dalam versi unggulan saya. Mulai dari Best Picture, Best Director, Best Actor in Supporting Role (Hinata Hiiragi dan Eita Nagayama), Best Actress in Supporting Role (Yuko Tanaka), Best Original Score, Best Original Screenplay, sampai Best Cinematography. Yang pasti, ini adalah salah satu film terbaik versi saya di tahun ini.