Pada suatu daerah, profesi polisi punya peranan penting dalam menjaga kondusifnya suatu tempat. Jika mereka tidak bisa bekerja dengan baik, sebut saja seperti di negeri Wakanda, maka peran mereka amat dipertanyakan. Kali ini, saya akan mengajak anda ke Romania, salah satu negeri Balkan yang sering jadi objek roasting “Borat.” Berjudul “Men of Deeds,” penonton akan singgah ke sebuah cerita investigasi dari seorang polisi yang pasif. Lho, kok bisa?
Di awal film ini, penonton langsung disibukkan dengan dua orang individu, yang tampaknya bekas pasangan suami-istri. Betul, sang pria bernama Ilie, diperankan oleh Iulian Postelnicu, yang sedang datang di kota dalam rangka ingin menjual apartemennya yang tidak terpakai. Ia sedang sibuk beragumen dengan Mona, diperankan oleh Oana Tudor, yang mempertanyakan akan motifnya untuk menjual apartemen. Di tengah pembicaraan itu, kemudian datanglah saudara Ilie, yang datang karena ajakan Mona, serta calon pembeli yang ditunggu-tunggu Ilie.
Pada kehidupan sehari-harinya, Ilie berprofesi sebagai polisi. Sebuah pekerjaan yang tampaknya hanya diisi seorang single fighter di daerahnya. Ia hidup di sebuah pedesaan di Romania, yang berbatasan dengan Moldova. Sosoknya yang terlihat pasif sebetulnya masih terlihat bekerja. Ia masih aktif menunggu di jalan pintu masuk, dalam rangka menjumpai pendatang-pendatang yang ingin masuk ke areanya. Akan tetapi, Ia sepertinya sudah muak dengan urusan laporan-laporan krimal yang masuk. Maklum, isinya rata-rata cuma kasus pencurian jemuran. Remeh temeh lah.
Posisinya yang strategis membuatnya cukup dekat dengan mayor di desa tersebut, Mayor Constantin, yang diperankan oleh Vasile Muraru. Menariknya Constantin pun sedang tahu jika Ilie sedang berencana untuk memiliki sebuah kebun buahan-buahan. Di saat yang sama, Ilie kedatangan polisi junior bernama Vali, yang diperankan oleh Anghel Damian, untuk membantunya. Suasana desa pun menjadi semakin mencekam seiring dengan adanya pembunuhan pada seorang anggota desa. Disinilah cerita bermula.
Film ini merupakan tontonan dengan cerita yang kental bernuansa crime dan comedy, yang sekilas mengingatkan saya dengan “Hot Fuzz.” Bedanya, “Men of Deeds” tidak terlalu punya rasa akan black comedy, film ini terasa lebih satir yang dibayangkan. Film yang berdurasi 105 menit ini pun terbilang dihadirkan dalam durasi yang pas. Penonton akan terbilang cukup banyak berobservasi dalam memahami jalan pikir Ilie yang sebetulnya amat bimbang.
Film ini disutradarai oleh Paul Negoescu, sutradara yang juga menyutradarai “Two Lottery Tickets” dan “A Month in Thailand.” Disini, saya menyukai bagaimana Negoescu menghadirkan kehidupan pedesaan dengan tampilan shot-shot landscape yang amat memukau. Saya juga cukup bertanya dengan penggunaan simbolisasi ayam yang selalu hadir di adegan-adegan pentingnya. Apakah sebetulnya “Men of Deeds” terasa ingin menyentil bahwa hewan sebetulnya bisa jadi saksi akan kerakusan manusia dan perbuatan jahat mereka? Itu hanyalah sebuah dugaan saya.
Dari sisi penampilan, selain karakter Ilie yang terbilang berhasil diperankan Postelnicu, saya cenderung lebih menikmati peran dari karakter Mayor Constantin yang diperankan Muraru. Karakter Muraru sepintas mengingatkan saya dengan para oknum politik di negeri ini, yang terlihat ramah, namun bekerja demi pemenuhan kerakusan mereka. Ini sebabnya rasa merasa “Men of Deeds” begitu relevan sebagai sebuah satir.
Film ini juga sebetulnya terbilang prestatif di negara asalnya. “Men of Deeds” berhasil meraih 6 piala Goya, termasuk untuk kategori Best Film, Best Original Screenplay, Best Editing, Best Directing, Best Actor in Leading Role, dan Best Actor in Supporting Role. Film ini juga termasuk salah satu film yang masuk kedalam in competition di beberapa festival film internasional, seperti di Sarajevo, Warsaw, dan Beijing.
Secara keseluruhan, “Men of Deeds” sebetulnya terasa seperti sebuah tontonan yang tertebak dari alurnya. Maklum, cerita kriminalitas polisi yang kadang terkait dengan elit, biasanya ceritanya cuma berputar disitu-situ saja. Akan tetapi, bagi saya yang paling menarik disini adalah relevansi dari satir yang dihadirkan. Film ini membawa penonton dalam memperlihatkan bagaimana rasanya seorang polisi yang sedang diuji akan integritasnya. Worth to watch!