Setelah penantian yang cukup lama, akhirnya seekor kucing bernama Puss in Boots kembali memperlihatkan batang hidungnya di layar lebar. “Puss in Boots: The Last Wish” menyuguhkan cerita penuh petualangan. Disajikan dengan porsi yang tidak hanya bisa dikonsumsi oleh anak-anak, melainkan semua umur.
Menampilkan visualisasi yang cukup berbeda dengan film pertamanya, “Puss in Boots: The Last Wish” menurut saya melakukan improve yang melampaui kata ‘baik’. Tone warna yang disuguhkan terkesan lebih teduh dipandang mata dan banyak visualisasi fantasi—mungkin ini terjadi karena perbedaan latar cerita. Animasi yang disuguhkan pun kini memiliki variasi. Ketika bagian heroik muncul, animasi berubah menjadi 2D dan pergerakannya menjadi lambat, seolah memperlihatkan bahwa tokoh Puss in Boots adalah jagoan di film ini. Untuk movement kameranya, menurut saya terbilang mulus, hampir mendekati movement kamera live action.
Film animasi ini menyuapi penontonnya dengan cerita petualangan yang memiliki makna mendalam tentang bagaimana cara menghargai kehidupan mencakup cinta, keluarga, sahabat, petualangan, dan kematian yang akan selalu ada di belakang kita. Film ini juga menyurati makna bahwasannya kita semua adalah seorang egois yang bersedia menyingkirkan siapa pun dan apa pun yang menghalangi jalan kita menuju keinginan, yang mana, dalam film ini divisualisasikan dengan bintang jatuh pengabul satu permintaan. Padahal, bisa jadi apa yang kita inginkan sudah berada di genggaman.
Cerita yang disuguhkan sangat rapi dan tersusun sempurna. Konflik-konflik yang banyak meskipun ringan berhasil diselesaikan tanpa berbelit.
Tidak melulu membahas hal serius, “Puss in Boots: The Last Wish” kerap menyisipkan komedi-komedi ringan lewat dialog maupun aksi yang mana sangat mudah dipahami oleh anak-anak. Bahkan, di dalam pertarungan Puss in Boots pun ada komedi yang menyelam di dalamnya. Hal ini bisa diasumsikan agar penonton khususnya anak-anak tidak begitu fokus dengan pertarungan sengit. Yah, meskipun ada beberapa adegan perkelahian serius.
Yang menjadi unggulan dalam film ini menurut saya adalah character development tokoh Puss in Boots. Penulis naskah dan cerita ini tentu saja telah mempersiapkannya dengan baik. Mereka menanamkan informasi-informasi kecil tentang tokoh Puss in Boots yang tidak takut akan maut, egois, memiliki rasa gengsi yang tinggi, dan merasa tidak butuh teman. Namun, di balik itu, mereka tampak matang mempersiapkan kejatuhan tokoh Puss in Boots dan bagaimana tokoh itu menghadapinya.
Dalam film ini pula, secara pribadi, saya suka dengan karakter Puss in Boots yang mau sehebat apa pun, ia tetap seekor kucing. Penulis tidak turut menghapus seluruh sifat asli seorang kucing pada Puss in Boots. Berbeda dengan film sebelumnya, “Puss in Boots: The Last Wish” ini banyak memunculkan tokoh baru dan lebih bervariasi kepribadiannya dan tentu saja memberi corak warna lain untuk film ini.
“Puss in Boots: The Last Wish” adalah film penuh pesan moral agar kita dapat lebih menghargai kehidupan yang kita miliki. Animasi ini turut mengajak penontonnya masuk ke dalam karakter dengan menebak-nebak jalan mana yang akan ditempuh setiap karakter menuju bintang jatuh dan bagaimana cara mereka melewatinya.