13 tahun berlalu, “Keramat 2: Caruban Lanang” adalah sebuah tribute untuk film pendahulunya yang legendaris; sebuah fans service yang wow sekaligus sajian segar cerminan generasi muda masa kini. Saya sendiri termasuk penonton “Keramat” yang telat mengetahui bahwa film tersebut telah eksis. Namun, sejak pertama kali saya mengetahui dan menonton-nya, “Keramat” telah menjadi daftar paling pertama saya ketika ada orang yang menanyakan rekomendasi film horror lokal.
Jujur, saya datang tanpa membawa ekspektasi yang tinggi. Ini bukan karena dengan kebaikan dari film pertama, sehingga saya jadi meragukan sequel ini. Ini belum ditambah dari trailer yang tidak menyajikan sesuatu yang spesial. Namun, berkat datang tanpa ekspektasi, “Keramat 2” cukup melampaui ekspektasi saya, dan merupakan sebuah sekuel yang tidak gagal.
Sejak pertama kali trailernya di-publish, banyak sekali audiens yang melontarkan kritik mereka tentang kualitas kamera, terutama tentang penggunaan kamera modern dengan kualitas yang jernih akan membuat film tidak lagi terasa seram dan realistis. Sebetulnya, ini ada benarnya, dan ada salahnya juga. Perlu saya akui, kualitas kamera yang tampak high definition disini sudah cukup mengurangi aura horror-nya. Namun mengingat ini sudah menjadi bagian dari konsep cerita, dengan mengulik cerita dari sekelompok youtuber di zaman sekarang yang sedang membuat konten, saya pun yakin Monty Tiwa, sang sutradara pasti sudah berpikir jauh sebelum film ini dibuat terkait potensi kritik yang akan berdatangan.
Kurangnya aura horror dalam “Keramat 2” diimbangi Monty Tiwa dengan berbagai variasi unsur-unsur horror yang ditambahkan. Anda akan menjumpai lebih banyak macam penampakan dan jenis hantu yang dihadirkan, treatment pada jumpscare yang tidak biasa, hingga konsep “pindah alam” yang kembali diterapkan pada sekuel ini tetapi dengan cara yang berbeda.
Selain peningkatan dalam segi horror-nya, cerita dan plot juga lebih rapi disini. Karakterisasi tiap karakter juga memperlihatkan peningkatan, khususnya pada karakter-karakter utama. Disini, Monty Tiwa juga memasukan unsur komedi yang bejibun yang surprisingly, it works, semuanya.
Cerita yang diangkat juga sangat relatable untuk generasi sekarang, konflik, emosi dan isu-isu yang sangat menyatirkan Gen Z. Mungkin ini adalah upaya untuk menyesuaian target pasar, cuma film ini berhasil dieksekusi dengan marketing yang bagus. Selain generasi lama fans “Keramat” garis keras, tapi juga anak jaman now bisa menjadi relate dengan treatment modern disini.
Membahas akting para cast, Luthesa, Keanu Angelo, Umay Shahab, dan Ajil Dito, terbilang sukses menyampaikan peran mereka semua. Akting yang natural, tidak hanya sekedar embel-embel “unscripted acting”, namun unexpectedly. This is really acting! Terutama Lutesha dan Keanu yang menurut saya menjadi the heart of this movie. Kalau Umay dan Ajil, saya merasa sangat senang akan keduanya karena mereka finally got what they deserved dalam berakting, tidak seperti film-film yang mereka berdua sebelumnya. Terakhir, mengingat “Keramat 2” dikerjakan tanpa script, saya dapat katakan directing disini amat sangat solid, berani, dan gila.
Lalu satu hal yang paling saya suka dari sekuel ini adalah treatment yang amat cerdas, yaitu melalui cara Monty Tiwa mengarahkan cerita baru ini terhadap cerita dari film pertama, yang berhasil diterjemahkan dengan cara yang cerdas, dan membuat kejutan yang tak terduga bagi para penonton.
Satu kesalahan yang menurut saya cukup fatal justru ada di bagian awal menjelang pertengahan film yang terlalu memaksakan konflik. Entah itu memang memaksakan konflik, ataukah sutradara berusaha mem-portrayed realita anak-anak organisasi kuliah zaman sekarang yang mempunyai kesabaran bak tisu dibagi dua (anger issue). Hal ini terasa cukup mengganggu enjoyment saya, dikarenakan konflik-konflik yang tak perlu, serta adegan marah-marah yang berlebihan. Saya dapat mengerti, mungkin ini adalah upaya Monty Tiwa dalam menghadirkan karakter Miea, yang menurut saya kemudian gagal. Jika Miea, yang karakternya memang ditulis untuk memberi bumbu-bumbu drama untuk film pertama, berbeda dengan karakter-karakter disini. Bumbu dalam film ini sudah lengkap melalui komedi dari Keanu ditambah konflik-konflik kecil antar karakter utama.
Mungkin memang masih jauh untuk dinobatkan horor Indonesia terbaik tahun ini, namun dapat saya katakan bahwa “Keramat 2” merupakan horror Indonesia tergokil di tahun 2022 ini! Akhir kata, MKN: Mistis, Kocak N Total benar-benar mendefinisikan film ini, and to Monty Tiwa please give us Keramat 3 ASAP!