Seperti biasa, saya engga mau punya ekspektasi berlebihan kalau nonton film buatan Indonesia. Sorry, daripada nantinya nyesel, apalagi kalau nontonnya di bioskop. Kali ini, film yang akan saya ulas adalah “Gara Gara Warisan,” sebuah directorial debut dari salah satu standup comedian Indonesia, Muhadkly Acho.
Seperti di tampilan poster film ini, film ini terfokus pada sebuah keluarga. Sang Ayah, Dahlan, yang diperankan oleh Yayu Unru, membesarkan ketiga anaknya dengan menjadi seorang pengusaha guest house. Singkat cerita, kehidupan memang tidak berjalan mulus. Ia sudah kehilangan istri pertamanya, Salma, yang diperankan oleh Lidya Kandou, dan kini sudah menikah lagi dengan Astuti yang diperankan oleh Ira Wibowo. Suatu ketika, Ia menghubungi ketiga anaknya untuk pulang ke rumahnya di Lembang.
Ketiga anak Dahlan hidup dengan cara mereka masing-masing. Yang tertua, Adam, diperankan oleh Oka Antara, hidup dengan keluarga kecilnya dan bekerja sebagai call service officer di salah satu Bank. Anak kedua, Laras, yang diperankan oleh Indah Permatasari, memutuskan untuk mengurus sebuah panti werdha. Terakhir, Dicky, yang diperankan Ge Pamungkas, yang merupakan si anak kesayangan, merupakan seorang pengguna narkoba.
Setiba di rumah, Dahlan ternyata sedang jatuh sakit. Ia meminta ketiga anaknya untuk dapat meneruskan usaha guest house-nya. Sebagai hasil, Ia memutuskan untuk memberikan 70% keuntungan bagi barangsiapa yang dipilih oleh karyawan sebagai penerus guest house. Tergiur dengan potensi itu, setiap anak yang punya kepentingan akhirnya ‘beradu’ dalam menjadi penerus warisan. Akan tetapi, perjalanannya memang tidak akan semudah itu.
Sepintas, jika menyaksikan trailer-nya, penonton sudah tahu bagaimana sentuhan komedi yang ditawarkan. Berhubung di balik proyek ini ada sosok Ernest Prakasa, yang memang storyteller jenius, begitupula dengan konsep cerita. Saya merasa penokohan film ini, serta cerita yang ingin disampaikan, memang dikemas dengan begitu kuat. Kekuatan cerita ini sepintas mengingatkan saya dengan apa yang sudah dibawa Prakasa melalui “Cek Toko Sebelah.”
Secara alur cerita, film yang berdurasi 119 menit memang cukup dikemas layaknya film korea “Hello Ghost,” yang akan membawa penonton dengan kesan komedi di bagian awal, lalu ditutup dengan kesan mengharukan di penghujung film. Secara penyajian, film ini punya transisi yang cukup padat, sehingga tidak ada bagian antara scene yang terpotong, semuanya dikemas cukup mengalir.
Dari segi penampilan, saya merasa film ini punya ensemble cast yang cukup kuat. Tidak hanya dari sisi dramanya, namun juga termasuk komedinya. Saya salut buat keempat pemeran supporting yang memerankan karyawan guest house, kesemuanya berhasil stand out masing-masing dengan karakter dan kelucuan mereka. Di sisi lain, sisi drama yang banyak dibahas dari kehidupan masing-masing anak Dahlan juga punya porsi yang pas, termasuk dengan penampilan aktris veteran Lidya Kandou, Marini Soerjosoemarno dan Ira Wibowo yang menghidupkan film ini dengan mommy’s comfort yang dihadirkan di sepanjang film. Termasuk kelucuan Hesti Purwadinata sebagai Rini, istri Adam yang terobsesi jadi influencer pas-pasan.
Alhasil, ini salah satu drama keluarga yang menurut saya komposisi pengemasan ceritanya pas. Memang tidak dikemas sebagai tontonan segala usia, berhubung dengan sentilan komedi yang kadang berbau 21 ke atas, akan tetapi, saya merasa film ini akan cukup mengena buat mereka yang berusia 20-an ke atas. Secara penyajian, film ini menghasilkan tontonan yang diluar ekspektasi saya. Misalnya, seperti bagaimana cara film ini menutup ceritanya.
In overall, walaupun bukan yang terfavorit, namun “Gara Gara Warisan” seharusnya bisa mendapatkan dukungan penonton yang setidaknya hampir mendekati “Cek Toko Sebelah.” Tentu, secara pengemasan, bobot cerita yang dihadirkan memang terasa pantas untuk dihadirkan di layar lebar. Cerita dengan struktur yang kuat, komposisi genre yang pas, diperankan dengan baik serta pesan cerita yang tersampaikan. Sebuah rekomendasi yang cukup berbobot. Jadi, apalagi yang Anda cari?