Dalam film teranyar yang dibintangi Guy Pearce, penonton akan diajak masuk ke lingkungan robot yang dinamakan “Zone 414.” Ada kalanya, film menjadi pencetus bagaimana permainan imajinasi manusia berhasil menjadi realita saat ini. Contoh paling mudah dapat kita jumpai dari bagaimana Stanley Kubrick memainkan imajinasi penontonnya yang kala itu kurang mendapat sambutan dalam “2001: A Space Odyssey.” Imajinasi tersebut kemudian berkembang dengan keberadaan manusia robot, seperti yang dihadirkan “The Stepford Wives” ataupun versi “Ex Machina.”
Film ini berkisah dari seorang mantan agen bernama David Carmichael, diperankan oleh Guy Pearce, yang sedang diuji. Ia diperhadapkan dengan sosok perempuan yang perlu Ia bunuh di ruangan tersebut. Ujian yang menguji perilaku dinginnya ini, tak lantas membuatnya untuk segera menghabisi perempuan tersebut. Yup, perempuan yang saya maksud disini bukan manusia, melainkan robot berwujud perempuan. Ia pun bertemu dengan George, yang diperankan oleh Ned Dennehy, yang kemudian meneruskan Carmichael untuk bertemu dengan si boss.
Boss besar disini yang bernama Marlon Veidt, diperankan oleh Travis Fimmel, akhirnya menemui David. Ia pun langsung to-the-point. Ia menjelaskan tentang bagaimana dirinya membentuk Zona 414, yang menawarkan entertainment bagi para kelas atas yang sudah full booking sampai 6 bulan ke depan. Ini semua berkat penemuannya dalam menciptakan robot-robot Android yang serupa dengan manusia.
Akan tetapi, masalahnya adalah sang putri, Melissa, diperankan oleh Holly Demaine, melarikan diri dari sang Ayah. Ia masuk ke dalam Zone 414 dan Marlon tidak mau untuk mengacaukan projek bisnisnya tersebut. Untuk itu, David ditugaskan untuk masuk ke dalam Zona 414, dan Ia harus mengembalikan Melissa. Masalahnya, Ia harus mampu melakukan pencarian Melissa secara diam-diam, yang berarti tidak boleh menggangu dengan kehidupan di Zona 414.
Cerita film ini ditulis oleh Bryan Edward Hill, yang sebelumnya lebih banyak berkecimpung di dunia pertelevisian. Penulis yang nantinya akan menulis versi film “Power Rangers” ini, membawa penonton ke dalam dunia yang tidak se-abstrak “Matrix,” namun hawa-hawanya masih mirip seperti “Ex Machina.” Kalau bicara “Zone 414,” saya rasa analogi yang paling tepat untuk menggambarkan settingnya seperti “The Stepford Wives,” yang dimana sebuah kompleks diisi oleh istri-istri yang ternyata adalah robot.
Dari segi penyajian, “Zone 414” dikemas sutradara Andrew Baird dengan kemasan kombinasi sci-fi dengan kesan neo-noir yang cukup gelap. Ini belum ditambah minimnya pencahayaan yang sengaja ingin menghidupkan suasa Zona 414 dengan lampu-lampu dari setting kota industrial modern yang seperti tak ada kehidupan. Ini yang menjadi pertanyaan buat saya. Ketika si Boss berujar kalau Zona 414 sudah ramai dengan pelanggan, situasi ini sama sekali tidak terlalu menonjol. Yang ada Zona 414 seperti kota mati, yang masih tertata dengan baik dan sepi pengunjung.
Dari segi cerita dan alur, apa yang ditawarkan tidak terlalu rumit. Secara kesan sci-fi yang ingin ditonjolkan juga tidak terlalu yang state-of-the-art. Dengan demikian, kalau kamu yang suka menyaksikan action sci-fi mungkin akan sedikit tertarik dengan film ini. Dari segi penampilan, sosok Jane, yang diperankan oleh Matilda Anna Ingrid Lutz, terbilang menarik. Selain karena rambutnya yang bisa berubah-rubah warna, sebagai karakter supporting disini, Ia cukup berhasil untuk membuat kita untuk tidak tertebak.
Film yang berdurasi lebih dari satu setengah jam ini sebetulnya punya banyak potensi. Saya hanya khawatir jika nasibnya bisa seperti “Sky Captain and the World of Tomorrow.” “Zone 414” hanya kurang dari segi penyajian. Zona yang diceritakan sama sekali tidak seperti yang saya bayangkan. Tapi, untuk ukuran hiburan, action yang ditawarkan terbilang cukup menghibur, dan bukan sebuah film yang jelek.