Masih ingat tentang bagaimana “Call Me By Your Name” memukau penonton? Kisah romantis sensual dengan penuh keindahan, kemudian menikam kita jika kehidupan tidak selalu menjadi manis. Tidak sama, namun dengan berlatar dari sudut pandang Asia, “Your Name Engraved Herein,” menghadirkan tema yang serupa. Film ini menawarkan sebuah cerita romance coming-of-age tentang tumbuhnya cinta terlarang di masa transisi pasca penguasaan militer Tiongkok di Taiwan.
Karakter utama kita bernama Chang Jia-Han, diperankan oleh Edward Chen, seorang siswa yang sehari-hari hidup di asrama sekolah Katolik. Pertemuannya pertama kali dengan Wang Bo-De, yang diperankan oleh Jing-Hua Tseng, dimulai ketika keduanya tidak sengaja berada dalam jalur saat yang sama saat berada di kelas renang. Mereka kemudian berkenalan, bertukar nama dan kelas. Sejak saat itu dimulai aksi tatap-menatap diantara keduanya.
Perkenalan tersebut malah berlanjut menjadi sebuah persahabatan. Kedekatan keduanya pun dibangun dari sosok Bo-De yang selalu ada-ada saja. Bo-De selalu berupaya menyusup ke kamar Jia-Han untuk meminjam sabun. Maklum, Bo-De memang terkenal dengan kenekatannya. Ia tidak takut walaupun nantinya bisa dicambuk oleh kepala asrama. Intensitas kegiatan keduanya ternyata memicu tumbuhnya perasaan Jia-Han pada sahabatnya.
Baiknya, film ini menggunakan cara alur maju mundur yang membuat kita akan terfokus pada momen-momen penting dari kisah Jia-Han, lalu nantinya akan kembali dengan sesi konselingnya bersama Father Oliver, yang diperankan oleh Fabrio Grangeon. Saya menikmati bagaimana kisah tahap awal yang memperlihatkan pembangunan hubungan dari dua karakter yang cukup kontras, si normal dan si gila, baik dari latar agama mereka yang berbeda, ataupun ketika mereka mulai menyadari untuk menutupi identitas mereka.
Bila tadi saya mengaitkan “Call Me By Your Name,” ini dikarenakan bagaimana penceritaan film ini berjalan. “Your Name Engraved Herein” dikemas dengan sajian yang terfokus pada emosi yang hidup dari kombinasi akting, shot, dan pencahayaan. Dari segi adegan, film ini mungkin tidak seperti film Luca Guadagnino yang memang diangkat dari sebuah cerita erotis. “Your Name Engraved Herein” hadir dengan membuat penonton lebih menikmati momen-momen tersebut tanpa sajian yang terlalu vulgar. Tempo yang pas sekaligus membuat saya bertanya dengan masalah keduanya, ketika Jia-Han semakin mengungkapkan bagian-bagian dari ceritanya pada Father Oliver. Tak heran, film ini berhasil memenangkan Sinematografi terbaik pada ajang Golden Horse Award.
Cerita pada film ini bisa dibagi ke dalam dua bagian besar. Bagian awal akan membuat penonton bolak-balik antara ruang konseling dan yang terjadi sebelumnya, lalu akan diakhiri dengan kisah bagian terakhir tentang kini dan selanjutnya. Dari segi cerita, film ini cukup menyentil banyak hal.
Mulai dari masalah LGBT yang masih tabu di masanya, yang dihadirkan mulai dari bagaimana aksi kekerasan pada siswa yang dicap penyuka sesama jenis, sampai menghadirkan lokasi tempat Chi Chia-Wei melakukan aksi demonya, dengan penggambaran singkat protes yang berakhir dengan ditangkap petugas. Belum lagi, ini ditambah upaya sekolah yang memulai menerima siswi, serta upaya mereka dalam menghalangi nafsu pubertas pada siswa. Kesetaraan gender juga menjadi isu lain. Ini terlihat dari bagaimana ketidakadilan perlakuan sekolah dalam memberi hukuman pada perempuan. Dari sisi agama, pertanyaan-pertanyaan Jia-Han dalam sesi konseling malah berupaya membuka misteri yang lain lagi.
Lalu, adegan mana yang paling berkesan? Kalau saya, saat adegan di Pulau Penghu, saat film ini merubah konstruk dari yang normal menjadi lebih gila yang sudah gila. Pelarian ke Penghu dari kacamata saya terasa menyakitkan. Bagaimana tidak, mau lari dari orang yang disayangi malah dikejar terus. Permainan perasaan itu terasa begitu jelas saat Jia-Han meluapkan akumulasi emosinya yang sudah tidak bisa dibendung lagi. Adegan telepon di film juga terbilang tidak boleh dilewatkan. Bagian ini harusnya berpotensi menguras emosi penonton ketika Jia-Han berupaya menghubungi Bo-De, dan ditutup dengan suasana isak tangis keduanya, ketika Jia-Han memutar soundtrack tunggal film ini.
Saya tidak mau mengumbar banyak ceritanya agar tidak membuyarkan rasa ingin tahu anda, cuma poin yang mau disampaikan film ini sebetulnya sederhana, tentang cinta yang tak mengenal batas ataupun tak harus memiliki. Momen sentimentil juga berhasil dibangun film ini lewat repetisi instrumental lagu Danny Boy yang mengisi dari awal hingga akhir. Saya sampai merinding lewat alunannya pasca menyasikan film ini. “Your Name Engraved Herein” memberikan pengalaman menonton yang berkesan, untuk menikmati tumbuh hingga matangnya sebuah cinta. An instant classic!