Sulit untuk mempertahankan hal yang baik secara turun-temurun. Namun, lebih sulit untuk memutus rantai hal buruk yang telah berlangsung secara turun-temurun. Simpelnya, seperti kehadiran senioritas. Ketika seseorang yang baru menjadi junior, Ia mungkin saja akan mendapatkan perlakuan, yang mungkin nantinya dapat Ia lakukan kembali ketika Ia menjadi senior. Tanpa bermaksud melebar, situasi ini bisa saja muncul dari hal terdepan kita: keluarga. “Hillbilly Elegy” mengurai sebuah drama dari keluarga yang penuh kepahitan, dan akan menguji sejauh mana determinasi kita akan ditangguhkan.
Tokoh sentral dari film ini adalah J.D. Vance, seorang anak laki-laki yang tumbuh besar di Ohio, namun memiliki keluarga yang berasal dari lembah di daerah Kentucky. Baru di menit-menit awal, hati saya sudah menduga jika ada yang tidak beres. Bagaimana tidak? Sedari bagian awal, penonton akan dikejutkan bagaimana keluarga Vance ternyata tidak hidup dalam satu rumah. Kakeknya, yang dipanggil Papaw, diperankan oleh Bo Hopkins, tinggal sendiri di ujung jalan. Di jalan yang sama, Mamaw, sebutan untuk nenek yang diperankan Glenn Close, juga tinggal sendiri. Sedangkan J.D., Ia tinggal bersama Ibunya, Bev, dan kakak perempuannya, Lindsay, yang diperankan oleh Amy Adams dan Haley Bennett. Satu keluarga, yang hidup di dalam tiga rumah berbeda dan tinggal di jalan yang sama.
Singkat cerita, J.D. besar, yang kemudian diperankan oleh Gabriel Basso, sudah masuk ke dalam tahun ajaran barunya di Yale. Ia sedang bergulat dengan kekhawatiran akan biaya pendidikannya, dan sedang mencari peluang internship untuk menutup biaya tersebut. Di tengah permasalahan akan masa depannya, Lindsay tiba-tiba meneleponnya. Ia memberitahu jika Bev tengah masuk rumah sakit. Ia meminta J.D. untuk pulang. Di saat yang sama, J.D. merasa baru saja melakukan kesalahan dalam acara showoff dinner yang akan cukup menentukan status peluang intership-nya. Sudah jatuh, malah tertimpa tangga.
Sutradara Ron Howard, yang sepertinya akhir-akhir lebih sibuk membuat documentary, akhirnya kembali. “Hillbilly Elegy” awalnya sedikit mengingatkan saya dengan bagaimana kerasnya drama keluarga Amerika ala “Tonya” ataupun “August: Osage County” yang secara penceritaan amat membutuhkan kualitas akting yang menawan. Hasilnya, Howard menyajikan salah satu film terbaik dari 2020. Apa yang diceritakan “Hillbilly Elegy” memberikan sebuah koneksi mendalam secara personal dan kesan inspiring dalam pembentukan karakter seorang J.D. Vance.
Film ini sebetulnya diadaptasi dari sebuah memoar J.D. Vance, dan terbilang sukses. Selama dua tahun berturut-turut, buku ini masuk ke dalam The New York Times Best Seller. Dalam versi filmnya sendiri, kisah ini kemudian diadaptasi oleh Vanessa Taylor, seorang penulis yang sebelumnya sudah sukses bersama Guillermo Del Toro lewat “The Shape of Water.” Secara alur cerita, film ini bercerita secara maju mundur. Cerita bergerak maju ketika menceritakan J.D. dewasa yang tengah penuh masalah di depannya, seraya teringat dengan masa lalu yang membentuknya.
Dari sisi penampilan, duo Glenn Close dan Amy Adams merajai film ini. Perlu diakui, Close dan Adams adalah kedua aktris watak yang sama-sama punya kemiripan: banyak meraih nominasi tanpa pernah memenangkan Oscar. Close sudah amat dikenal jika Ia memerankan peran antagonis. Apalagi disini, Ia harus terlihat seperti penyihir tua yang sebetulnya punya hati yang baik. Di lain pihak, Adams sangat tidak bermain aman. Kali ini Ia menghadirkan sosok yang benar-benar drama queen! Kualitas kedua aktris ini berhasil jauh menandingi penampilan Basso, dan tanpa keduanya, “Hillbilly Elegy” tidak akan sebaik ini.
Setidaknya, penampilan Gabriel Basso juga tidak buruk sebetulnya. Aktor jebolan “The Kings of Summer” ini hanya kalah hawa saja menurut saya. Ensemble dalam film ini juga menghadirkan beberapa ‘peramai’ kisah seperti Usha yang diperankan Freida Pinto, yang dulu kita kenal sebagai Latika di “Slumdog Millionaire” ataupun juga Haley Bennett dari “The Girl on the Train” yang jadi sosok kakak yang semakin tua makin bijaksana.
Kualitas cerita dengan penokohan yang keras antar karakter, ditambah kualitas akting yang penuh totalitas ini, dan didukung score dari Hans Zimmer yang membuat bulu kuduk saya berdiri di akhir film. Oh ya, di bagian end credits film ini juga akan menyisipkan beberapa rekaman footage akan sosok keluarga Vance. Yang pasti, saya cukup salut juga buat makeup department film ini yang berhasil menyulap Close dan Adams tampak sangat mirip dengan karakter aslinya.
Bila membandingkan dengan drama keluarga dari 2020 dan mengaitkan pada musim penghargaan kali ini, apa yang disajikan “Hillbilly Elegy” terasa underrated dan “Minari” menjadi overrated buat saya. So far, baru film ini dari musim 2020 yang benar-benar memainkan emosi saya secara personal. Salah satu quotes yang cukup mengena terlontar dari J.D. ketika Ia mengucapkan dalam narasinya: “That where we come from is who we are, but we choose every day who we become. My family’s not perfect, but they made me who I am and gave me chances that they never had. My future, whatever it is, is our shared legacy.” It really made my day. A must watch!