Sejujurnya, kadang terasa begitu tricky ketika menikmati sebuah sajian courtroom drama. Kadang, dia bisa menjadi sebuah tontonan yang amat membosankan. Atau, bisa sebaliknya, begitu menariknya seperti yang saya masih ingat dengan film klasik Sidney Lumet “12 Angry Men.” Di tahun ini, Aaron Sorkin menghadirkan salah satu karya besarnya yang sempat akan disutradarai Spielberg. Penulis naskah yang kini juga dikenal sebagai seorang sutradara, akhirnya menghadirkan “The Trial of the Chicago 7” setelah sekian lama, lebih dari satu dekade, penggarapannya.
Apa yang disajikan oleh “The Trial of the Chicago 7” merupakan sebuah kisah nyata tentang 7 orang dari beragam afiliasi yang dianggap melakukan keributan dengan membuat perlawanan dengan polisi disaat Partai Demokrat sedang melakukan konvensi nasional mereka di Chicago. Afiliasi tersebut adalah Youth International Parties, Student for Democratic Society, dan MOBE, yang ketiganya ceritanya ingin melakukan aksi damai demi mendukung mobilisasi tentara Amerika Serikat ke Vietnam. Pemerintahan Amerika Serikat yang kala itu juga berpindah dari LBJ ke Richard Nixon, juga melatari adanya kelanjutan pada peradilan ini.
Terdakwa yang tadinya delapan, dibantu oleh seorang pengacara bernama William Kunstler, diperankan oleh Mark Rylance, yang harus berhadapan dengan Pemerintah Amerika Serikat yang diwakili oleh Richard Schultz, diperankan oleh Joseph Gordon-Levitt. Ketujuh tokoh ditambah ketua Black Panther, Bobby Seale, yang diperankan oleh Yahya Abdul-Mateen II, menjalani proses peradilan berbulan-bulan yang penuh dengan drama.
Secara penggarapan, apa yang dihadirkan Sorkin terbilang sebagai sesuatu yang cerdas. Saya mengapresiasi editing yang dilakukan Alan Baumgarten, untuk memainkan komposisi beragam adegan di bagian pembuka secara matang. Dengan meyakinkan, film ini dengan bertabur footage-footage berhasil dikombinasikan untuk menceritakan premis film ini dengan singkat, padat dan menarik untuk dinikmati. Alhasil, “The Trial of the Chicago 7” sudah terasa meyakinkan dari bagian perkenalannya. Saya menyukai penggunaan musik bertempo cepat yang seakan memanaskan mesin penonton untuk siap dengan suguhan film ini.
Dari cara penceritaan, film ini memperkenalkan karakter-karakter utamanya dengan pelengkap tulisan biasa, namun penonton akan mudah membedakan dari ciri khas 5 sosok yang punya karakter yang kuat. Mereka adalah Abbie Hoffman dan Jerry Rubin, yang diperankan oleh Sasha Baron Cohen dan Jeremy Strong sebagai pendiri Yippies. Keduanya yang teramat santai akan menghadirkan beragam kejenakaan dalam mencairkan situasi peradilan yang begitu alot. Juga dari SDS, perwakilan Tom Hayden dan Rennie Davis, yang tampak cukup nerd dan intellectual, diperankan oleh Eddie Redmayne dan Alex Sharp. Terakhir, ada John Carroll Lynch yang memerankan David Dellinger dari MOBE, sebagai si besar yang penuh cinta damai. Keunikan setiap karakter ini belum ditambah Abdul-Mateen dari organisasi Black Panther yang juga ikut meramaikan peradilan ini.
Belum ditambah Mark Rylance dan Joseph Gordon-Levitt sebagai pembela masing-masing pihak. Serta kehadiran Michael Keaton sebagai Ramsey Clark, yang hanya tampil tidak lama namun amat berkesan. Ensemble cast film ini terbilang sangat baik. Yang paling menjadi key actor dari film ini sebetulnya adalah sosok hakim Julius Hoffman, yang diperankan oleh Frank Langella. Langella amat sangat menghibur buat saya, lewat penokohannya yang seharusnya tidak, malah cenderung antagonis. Penampilan Langella disini jauh amat meyakinkan ketimbang menyaksikan saat Ia memerankan Nixon dalam “Frost/Nixon.”
Dari aspek produksi, banyak adegan diambil dari ruang sidang, ataupun kantor konspirasi tim tujuh. Namun, usaha rekonstruksi yang dibuat Sorkin terbilang patut dipuji. Sorkin begitu detail dalam menghidupkan adegan demi adegan, terutama ketika kita akan semakin gemas dengan aksi Hoffman ataupun menyaksikan tim tujuh yang seakan terlihat bertingkah.
Sebagai salah satu yang diusung oleh Netflix, “The Trial of the Chicago 7” dapat terbilang akan dapat cukup unggul dalam beberapa kategori. Sebut saja Best Picture, Best Director, Best Adapted Screenplay, Best Original Score, Best Actor in Leading Role, Best Actor in Supporting Role, Best Editing, Best Cinematography, dan mungkin juga Best Production Design, Best Makeup, dan Best Costume Design. Mungkin terasa hampir unggul untuk mayoritas kategori, tapi ini yang sebetulnya mencerminkan sebagai baiknya kualitas yang ditawarkan film ini.
Yup, “The Trial of the Chicago 7” yang berdurasi dua jam lebih sedikit ini dengan cukup mudah menjadi salah satu favorit saya di tahun ini setelah “Nomadland.” Tema politik yang dengan apik diangkat, penceritaan detil yang menarik untuk disimak, great ensemble dan penggarapan yang luar biasa akan terasa cukup pantas membuat saya untuk merekomendasikan film ini. Sekali lagi, Sorkin mampu mengidupkan situasi peradilan yang terasa membosankan menjadi sebuah tontonan yang sangat hidup dan menarik untuk disaksikan. It’s a must from 2020.