Setiap orang pasti mau sukses. Secara takaran, definisi sukses setiap orang juga berbeda. Sebagai rujukan, kadangkala kita perlu menikmati success story yang biasanya menceritakan bagaimana sosok inspirasi kita bertarung melawan kejamnya hidup, sebelum akhirnya meraih kesuksesan. Di tulisan kali ini, saya mengulas film yang hampir setelah satu dekade saya tonton kembali. “The Pursuit of Happyness” akan berkisah tentang Chris Gardner, tentang masa kejatuhan dan… kebangkitannya!
Chris Gardner, diperankan oleh Will Smith, merupakan seorang risk taker sejati. Mengapa? Ia mengiventasikan seluruh kekayaannya saat itu untuk memborong sebuah alat kesehatan portable yang mampu mengukur kepadatan tulang. Dari sana, Ia kemudian menjumpai dokter demi dokter untuk menjual produk tersebut. Masalah dimulai ketika Chris menyadari jika produk yang menjadi alat investasinya ini hanya dianggap sebagai barang ‘mewah’ yang tidak terlalu diperlukan dokter kala itu. Ah kacau. Malapetaka pun dimulai.
Bergantung hidup dengan berjualan alat portable yang jarang laku, juga berdampak pada kehidupan keluarganya. Ia dililit dengan tunggakan pajak, biaya hidup yang berjalan terus, tetapi pemasukan terbilang seret. Istrinya, Linda, diperankan oleh Thandie Newton, juga sudah mulai menyerah semenjak Ia harus selalu mengambil double shift pada pekerjaannya. Sampai suatu saat Linda memutuskan untuk meninggalkan Chris dan membawa putra tunggal mereka, Christopher, yang diperankan oleh Jaden Smith.
Akan tetapi, tidak semudah itu bagi Chris. Ia meminta Linda untuk mengembalikan Christopher, dan berusaha merawatnya seorang diri. Di tengah pandemi yang menimpa keluarganya, Chris tertarik dengan pekerjaan sebagai pialang saham. Ia pun memutuskan untuk mencoba masuk lewat sebuah trainee program dari Dean Witter Reynolds. Dalam masa percobaannya, ternyata Chris memang benar-benar dicobai.
Dari pengamatan saya, “The Pursuit of Happyness” merupakan film yang paling baik diperankan oleh Will Smith. Saya masih ingat benar ketika tahun 1999, saya mengenal nama Will Smith dari film western “Wild Wild West.” Totalitas Smith disini begitu terasa, walaupun kadang saya sampai gemas dengan karakter Chris yang sebetulnya pintar tetapi kadang ceroboh. Namun, hampir di sepanjang film, beragam tragedi yang ditimpanya tetap berhasil dilawan, walaupun ada juga situasi kepepet dimana Ia harus terpaksa seperti orang jahat. Yang paling saya salut disini adalah bagaimana karakter Chris berusaha sabar dalam memperpanjang sikap optimisnya. Amazing!
Menariknya, ini adalah film pertama Jaden Smith. Di film perkenalan, Jaden yang masih berusia 8 tahun terbilang ciamik untuk menghadirkan sosok imut yang menjadi sumber kekuatan Chris. Salah satu momen yang paling membuat saya tersentuh adalah ketika keduanya tidak mampu menemukan tempat untuk beristirahat, dan Chris memutuskan untuk mengunci toilet subway untuk dijadikan tempat tidur keduanya. Sungguh mengharukan.
Kalau bicara plotnya, film drama ini memang seperti sudah dikemas untuk mendramatisir cerita Chris Gardner sesadis mungkin. Terbukti dari rentetan tragedi yang rasanya memang sebagai titik kejatuhan seorang Chris. Walaupun pada akhirnya kita menyadari bila cerita aslinya lebih miris, jika Christopher kecil ternyata berusia kurang dari 2 tahun kala itu. Saya tentu membayangkan bagaimana kerasnya perjuangan Chris yang harus merawat Christopher kala itu, apalagi Ia harus berusaha untuk lulus tes percobaannya. Hari demi hari pasti dijalankan dengan kapasitas yang selalu maksimal.
Dari sisi ensemble cast, peran lain yang juga memikat adalah sosok Linda yang diperankan oleh Thandie Newton. Saya menyukai bagaimana Ia menyampaikan emosinya yang sebetulnya juga sudah lelah dan tak bisa menahan diri lagi. Biarpun kadang terasa sebagai antagonis, buat saya tanpa kehadiran Linda mungkin Chris akan lebih sulit bertahan. Buktinya, pada momen tertentu, Linda masih menjadi backup untuk urusan Christopher.
Kalau bicara penyajian, it’s a well-crafted melodrama! Tontonan ini terbilang punya kualitas melodrama ala-ala Korea, namun minus komedi. Sutradara Gabriele Muccino akan mengajak kita berkeliling San Francisco, sambil menyaksikan banyak adegan Will Smith berlari-lari mengejar waktu. Setting cerita pada tahun 1981 pun dengan embel pemerintahan Reagan terasa hadir, apalagi ditambah dengan momen keemasan permainan Rubic. Suatu perbandingan yang kontras ketika berkaca dengan realita saat ini yang sedang ngetrend ‘Among Us.’
Kunci keberhasilan film-film melodrama lainnya juga harus lewat lagu, demi membangun emosi yang lebih menyentuh buat penonton. Untuk kasus film ini, musik yang digubah Andrea Guerra terasa lumayan menyatu dengan cerita. Begitupula dengan beberapa track yang menjadi pelengkap disini. Favorit saya disini adalah ‘Higher Ground’ dari Stevie Wonder dan ‘Bridge Over Troubled Water’ versi Roberta Flack.
Secara keseluruhan, menyaksikan kembali “The Pursuit of Happyness” ternyata terbilang masih menghibur dan menginspirasi. Kegigihan Chris melawan getirnya kehidupan adalah sebuah tamparan yang perlu kita yakini jika jalan menuju kesuksesan itu tidaklah instan. Semua perlu pengorbanan, kerja keras, dan yang pasti ketekunan. Kisah Chris Gardner mungkin hanyalah satu dari sekian banyak cerita sukses yang pernah saya dengar. Yang pasti, ini film ngenes, dalam arti pilu. It’s still a hard-to-watch!