Adegan kekerasan pada perempuan sudah menjadi sorotan yang cukup serius akhir-akhir ini. Terutama dengan gerakan #MeToo yang berhasil mengegerkan dunia perfilman Hollywood beberapa tahun terakhir. Ngomongin tentang kekerasan dan perempuan, kali ini saya ingin mengajak Anda untuk masuk dalam sebuah cerita dari Skandinavia yang berhasil meraih gelar Film Terbaik di Denmark. Berjudul “Holiday,” penonton akan dibawa ke dalam kegiatan liburan yang terlihat cukup menyenangkan dari luar, namun diselimuti kekerasan yang cuma dianggap semu.
Cerita film ini bermula ketika Sascha, yang diperankan oleh Victoria Carmen Sonne, bertemu dengan kekasihnya Michael, yang diperankan oleh Lai Yde, untuk berlibur di sebuah villa di Bodrum, Turki. Mereka tidak hanya berdua, namun ditemani rekan-rekan Michael yang notabene adalah ‘anak buah.’ Perlu diketahui, Michael terlibat dalam bisnis perdagangan obat-obatan terlarang. Tidak hanya berduit banyak, pria ini mampu menggelontorkan banyak uang untuk membelanjakan perhiasan buat Sascha.
Di tengah liburan mereka, Sascha kemudian berkenalan dengan dua orang pria yang berasal dari Belanda, yang bernama Frederik dan Thomas, yang diperankan oleh Michiel de Jong dan Thijs Römer. Berawal dari pertemuan di toko es krim, edisi liburan Sascha ternyata semakin sering diwarnai dengan perjumpaan dengan kedua pria ini. Tanpa disadarinya, Michael diam-diam mulai cemburu dengan perilaku Sascha yang terlihat semakin agresif, sampai liburan keduanya tampak terasa berbeda dari biasanya.
Sutradara sekaligus feminis, Isabella Eklöf, menyajikan debut pertama sebagai sebuah unggulan yang tak terkira. Di negeri asalnya, “Holiday” sangat sukses memenangkan 4 penghargaan Bodil Awards, termasuk Film terbaik. Ini belum ditambah dengan kesempatan menjadi perwakilan resmi Denmark untuk Best Foreign Language Awards di Academy Awards.
Diluar dari prestatifnya, apa yang sebetulnya ingin diangkat Eklöf terasa begitu mengena. Ia menyajikan sosok Sascha, yang terbilang rentan dan hidup layaknya objek piaraan. Film ini dengan berani memperihatkan bagaimana Michael mampu berlaku kasar, termasuk pacar yang disayanginya, sekaligus kekerasan secara seksual. Alhasil, wanita yang tak berdaya ini hanya menikmati segala kekasaran yang terjadi dan membuatnya seperti hal yang terlihat biasa. Konsekuensi ektrim seorang wanita muda dengan sugar daddy-nya.
Dari karakterisasinya, saya mengamati bagaimana sosok Sascha sebetulnya ingin ‘mengeksplorasi’ ketika pandangannya tertuju pada Thomas. Uniknya, tanpa Sascha sadari karakter Thomas disini merupakan seorang gay. Namun, Sascha seperti berada di luar kendali. Sifat agresif yang tidak pernah Ia perlihatkan ternyata berhasil diendus sang pacar yang serba berkuasa.
Secara penyajian, saya amat begitu menikmati ketika film ini berhasil dengan indah mengeksploitasi keindahan Bodrum. Penonton seperti diajak untuk berlibur, sejalan dengan judulnya, termasuk kehidupan malam Sascha dan Michael yang beragam. Nadim Carlsen, sinematografer film ini, tahu bagaimana cara mengabadikan momen-momen indah, termasuk menggabungkannya dengan tragedi. Salah satu yang berbekas adalah ketika Sascha dengan syalnya yang terlempang gagah berhasil membuatnya terjatuh dari scooter yang dibawahnya. Ketika adegan memperlihatkan Sascha yang terjatuh, film ini juga menampilkan keindahan panorama alam dengan paduan langit oranye dan laut biru yang membuat kita tenang dan kalem.
Tentunya, keberhasilan film ini tidak lepas dari keberanian aktris muda, Victoria Carmen Sonne. Sonne menghadirkan sebuah penampilan all-out, sebab Anda akan menyaksikan bagaimana Ia berani untuk melakukan segala hal, termasuk di sebuah adegan ketika Ia melakukan fella**o paksaan. Akan tetapi, jangan tercengang dulu, saking canggihnya teknik di dalam film, Sonne melakukannya pada sebuah alat bantu yang dipasang pada lawan mainnya. Ajaibnya, ejakulasi on screen yang diperlihatkan hanyalah sebuah rekayasa alat bantu. Please note, beberapa adegan di film ini mengandung konten dewasa dan dikemas eksplisit.
Kembali ngomongin penampilannya. Mungkin, jika Anda menyimak bagaimana saya menggambarkan sosok Sascha di paragraf sebelumnya, tentu akan menjadi sebuah hal yang membosankan melihat perempuan yang seperti ‘nerima-nerima aja’ untuk film berdurasi 93 menit. Eits, jangan kuatir, karakter ini akan memberikan sedikit kejutan di bagian klimaks film ini. Lanjut dengan love interest di film ini, karakter Michael yang diperankan oleh Lai Yde. Bagi saya, chemistry yang digambarkan oleh Yde ataupun Sonne terbilang dibangun cukup baik. Terlepas dari adegan-adegan panas keduanya di film ini, apa yang mereka perlihatkan terasa natural, terutama ketika kekerasan-kekerasan itu terjadi.
“Holiday” menawarkan sesuatu yang amat berbeda. Penyajian yang syur dengan penampilan yang kuat, dibalut dengan setting yang indah, yang diwarnai adegan kekerasan sampai keberanian dari karakter utamanya. Film ini menyadarkan kita kembali bahwa seseorang itu tidak layak untuk diperlakukan seperti objek, terlepas dari kerentanannya. Memang sih, mungkin di sekitar kita ada yang secara sengaja menjadikannya seperti objek, seperti yang dilakukan Sascha di film ini. Tetapi pada akhirnya, tentu tidak bisa demikian kan. Menyaksikan film ini, saya jadi terpikat dengan keindahan destinasi wisata Bodrum. Akhir kata, “Holiday” menyajikan sebuah kisah liburan yang tak seperti biasanya. Anda akan terpana dengan keindahannya, sekaligus tercengang dengan tragedinya. Well done!