Suatu hal yang dianggap spesial kadang bisa menyebalkan. Misalnya, ketika ada sebuah restoran yang jadi talk of the town, diserbu pengunjung yang penasaran, dan endingnya mereka rela untuk mengantre, ataupun menunggu waiting list yang mencapai nomor urut ratusan. Tak hanya resto, begitu juga dengan hotel-hotel private. Salah satunya hotel ini. Perlu waktu 2 tahun bagi seorang Rémi untuk dapat mengambangi hotel yang namanya sesuai dengan judul film ini, “Judith Hotel.”
Rémi, diperankan oleh Jean-Baptiste Sagory, adalah seorang penderita insomnia kronik selama delapan tahun terakhir. Efeknya, Ia seperti hidup diantara dua hal, realita dan imajinasi. Tanpa keluarga dan statusnya single, pria ini bergegas sendirian memasuki sebuah hotel bernuansa classy yang seperti terletak jauh dari sebuah hutan.
Sesampai disana, Ia disambut oleh manajer hotel bernama Frank, pria berambut panjang dan sedikit sangar, yang diperankan oleh Christophe Bier. Sambutan awal sebagai pengunjung hotel ini ternyata tidak seperti hotel biasanya yang memberikan kita welcome drink ataupun warm towel, Rémi malahan dikonfirmasi dengan ditanyakan beberapa permintaan. Lho kok? Setelah saya menyadari, ternyata Judith Hotel terasa begitu spesial.
Film pendek berdurasi 16 menit dirilis di Cannes Film Festival pada edisi yang ke-71. Sutradara Charlotte Le Bon menulis ceritanya dengan memasukkan banyak detil yang semakin saya sadari ketika mengulang-ngulang film ini. Dari sana, saya semakin memahami bagaimana membedakan antara realita dan fiksi dunia Rémi, termasuk karakter-karakter pelengkap dalam ceritanya.
Dari penyajiannya, saya menikmati sajian bertemakan avant-garde dengan kelengkapan karakter-karakter unik yang menyelimuti kisah ini. Mulai dari manusia dengan kepala bertutupkan kertas pembungkus, pria androgyny, Suzy si perempuan aneh yang selalu membawa kaca yang berwujud gadget, dan Louis, si pria pemakan tinta bolpoin. Kesemuanya ini dihadirkan dengan penokohan yang jelas dan membuat kita ‘paham’ dengan apa yang terjadi sebetulnya dengan mereka.
Akan tetapi, titik menarik film ini adalah sosok Judith. Jika anda akan menyaksikan film ini, nantinya anda akan memahami sebetulnya apa maksud dari penamaan hotel ini. Hotel yang selalu tidak pernah mendapat komplain dari para tamunya. Misterius bukan?
In the end, “Judith Hotel” tidak hanya berhasil menjadi misterius, namun berhasil memainkan rasa tegang dan kewaspadaan saya. Penyajian yang sungguh orisinil, berbekas, dikemas baik dan mengingatkan saya dengan gaya kekerasan Eropa.