Setelah hampir lebih dari 54 tahun, Disney akhirnya melanjutkan sekuel “Mary Poppins.” Tidak tanggung-tanggung, sutradara “Chicago,” Rob Marshall, turun tangan untuk proyek ambisius ini. Berjudul “Mary Poppins Returns,” film ini mengajak penonton untuk masuk ke masa generasi baru anak-anak keluarga Banks.
Film kedua ini tidak berjarak seperti rentang jauh aktual dengan film pertama. Tidak sampai setengah abad pastinya. Kurang lebih bersetting sekitar 25 tahun tahun, ketika Michael dari film terdahulu sudah memiliki tiga orang anak. Generasi baru keluarga Banks kini dilanjutkan oleh Annabel, John dan Georgie. Malang, mereka bertiga sudah mulai hidup mandiri semenjak ditinggal mati oleh sang Ibu.
Tersisa Michael, yang diperankan oleh Ben Whishaw, kehidupan rumah tangga menjadi cukup berantakan. Walaupun ketiga anaknya terbilang cukup proaktif membantu urusan rumah, ada beberapa hal yang terbengkalai. Salah satunya adalah tugas mengelola keuangan keluarga. Tanpa disangka, Ia telat membayar tagihan 3 bulan dari pinjaman yang Ia lakukan. Terpaksa, dua orang kiriman dari Bank, Hamilton Gooding dan Templeton Frye, yang diperankan oleh Jeremy Swift dan Kobna Holdbrook-Smith, berusaha untuk menyita rumah mereka. Hanya ada beberapa hari waktu yang diberikan untuk melunasi seluruh hutang yang tersisa. Michael pun tambah bingung. Ia kemudian mengajak saudarinya, Jane, yang diperankan oleh Emily Mortimer, untuk membantu mencari bukti kepemilikan saham yang dimiliki oleh sang ayah.
Lain dengan ketiga Banks junior. Disaat ketiganya sedang pergi ke taman, Georgie, si bungsu yang diperankan Joel Dawson, menemukan sebuah layang-layang. Ia mengejarnya dan kemudian dibantu oleh Jack, yang diperankan oleh Lin-Manuel Miranda. Ketika Jack berusaha menahan Georgie yang hampir terbang, tiba-tiba muncul sosok Mary Poppins, yang diperankan oleh Emily Blunt, yang melucur dari senar layang-layang tersebut. Mary Poppins kemudian kembali ke rumah keluarga Banks dan memutuskan untuk tinggal sampai pintu rumah nantinya terbuka.
Sama seperti pendahulunya, “Mary Poppins Returns” berusaha mengajak penonton bernostalgia dengan klasik ini lewat sentuhan imajinasi yang masih seirama. Rob Marshall memberi suasana dengan efek yang jauh lebih maju dari sebelumnya, dan memadukan ciri khas musikalnya. Cerita film ini sendiri ditulis oleh David Magee, penulis naskah yang sudah dikenal lewat karya “Life of Pi” dan “Finding Neverland.” Film ini sendiri merupakan adaptasi dari buku seri kedua berjudul “Mary Poppins Comes Back” yang ditulis P.L. Travers di tahun 1935.
Ngomongin produksinya, “Mary Poppins Returns” tentu punya sisi produksi yang jauh lebih unggul. Mulai dari visualisasi cerita yang penuh imaginasi, sampai kostum buatan Sandy Powell yang hampir menyamai versi kartun. Untuk jaman sekarang, apa yang dihadirkan memang terbilang masih berusaha untuk menyamai yang disajikan Robert Stevenson dengan klasiknya, penggabungan animasi dan live action.
Di film pendahulunya, sosok Julie Andrews dan Dick Van Dyke merupakan kunci dari keberhasilan ceritanya. Apalagi dengan prestasi Andrews yang berhasil Academy Awards. Memerankan karakter Poppins tentu menjadi sebuah tantangan besar untuk Emily Blunt. Baiknya, eksekusi yang dihadirkan Blunt terbilang cukup baik. Peran Mary Poppins versi Blunt terbilang lebih modern dan lebih fashionable.
Ngomongin Disney dan Mary Poppins, keduanya memang terbilang kurang cukup akur. Jika anda sempat menyaksikan “Saving Mr. Banks,” pencipta Mary Poppins agak kurang menyukai cara Walt Disney menampilkan “Mary Poppins,” yang membuat franchise ini tidak dapat dilanjutkan hingga Travers tutup usia. Saat ini, Disney sudah memegang lisensi untuk meneruskan ceritanya sampai yang kedelapan. Ini berarti dalam beberapa tahun ke depan, Mary Poppins akan jadi salah satu asset franchise Disney, menemani Star Wars, selama menuai penonton yang banyak.
Kalau cast-nya, apa yang ditampilkan Disney di film ini memang serius. Selain Blunt, karakter Jack yang diperankan Lin-Manuel Miranda cukup mendominasi cerita, walaupun hanya sebatas pendukung. Sebuah debut yang mengejutkan, apalagi mengingat Miranda yang lebih dikenal sebagai seorang songwriter. Dari ketiga anak Banks, Joel Dawson tampil lebih mempesona dari kedua yang lain. Film ini juga menghadirkan Dick van Dyke, namun dengan karakter berbeda. Untuk urusan antagonis, ada Colin Firth yang jadi William Wilkins. Tidak ketinggalan Meryl Streep juga mendapat bagian sebagai Topsy. Biarpun cuma hadir dalam satu segmen, Ratu akting ini memang selalu menjadi top notch! Di bagian akhir, living legend Angela Lansbury ikut meramaikan sebagai nenek penjual balon.
Film yang berdurasi lebih dari 120 menit menurut saya cukup unggul untuk menghidupkan kesan epic musical yang berjaya di era 1950 sampai 1960-an. Ada sekitar 10 track dengan tambahan 3 reprise yang membuat film ini cukup terasa padat. Saya juga menyukai perpaduan unsur kekinian, yang sedikit menampilkan kemampuan rap Miranda dalam track “A Cover Is Not the Book.” Akan tetapi, secara keseluruhan film ini gagal membuat saya untuk menikmati ceritanya dengan cukup enjoy. Masuk ke pertengahan bagian, “Mary Poppins Returns” berhasil jadi obat tidur.
Secara teknis, “Mary Poppins Returns” terbilang lumayan baik. Kelemahannya, masih sama seperti film Disney tahun ini “Ralph Breaks the Internet,” masih bermasalah di alur. Keduanya terasa semakin membosankan saat mulai memasuki puncak klimaks ceritanya. Dari sisi hiburan, saya menikmati segala imajinasi yang disajikan dan act-act musikalnya, termasuk kutipan “Everything is possible! Even the impossible.” Yang pasti, kita perlu wait and see akankah Disney akan merilis semua kisah “Mary Poppins.” The classics are back!