Pernah gak kalian untuk menahan sesuatu yang benar-benar kalian inginkan? Kayak anak kecil yang ditawarin permen dengan warna mencolok sama seseorang, tapi sambil dipelototin sama orang tuanya yang emang ngelarang dia untuk makan permen. Tapi, apa jadinya jika yang “ditahan” ini adalah perasaan menyukai seseorang? Tentu akan jadi beda ceritanya. Kesan rasionalitas kadang mulai diabaikan. Lewat “Mala Noche,” penonton akan diajak menyaksikan bagaimana seorang pria Amerika yang jatuh hati pada seorang imigran asal Mexico.
Film ini merupakan debut featured sutradara Gus Van Sant, yang sudah saya kenal melalui “Milk” ataupun “My Private Own Idaho.” Dengan bekal $25,000, film ini mengangkat sebuah true story dari penulis buku “Mala Noche: And Other “Illegal” Adventures” karangan Walt Curtis. Van Sant mengadaptasi buku ini ke dalam tontonan 68 menit, dengan suasana noir lewat setting kota Portland di tahun 80-an.
Karakter utama film ini adalah Walt Curtis, diperankan oleh Tim Streeter, yang bekerja sehari-hari sebagai seorang store clerk. Hampir setiap hari Ia akan meladeni pelanggannya, yang mayoritas merupakan pria tua yang mencari rokok ataupun minuman keras. Suatu saat, seorang laki-laki berusia belasan mendatangi tokonya dan berhasil memalingkan pandangannya.
Kedatangan Johnny, yang diperankan oleh Doug Cooeyate, seperti layaknya mangsa yang masuk kandang singa. Dengan begitu gesitnya, Walt berusaha cukup frontal untuk ‘mendapatkan’ Johnny. Ia pun menceritakan perasaannya pada sahabat baiknya, Betty, yang diperankan oleh Nyla McCarthy, dan keduanya seketika mencari laki-laki pujaan Walt. Walt kemudian mengajak Johnny untuk ikut serta makan malam bersama keduanya. Akan tetapi, pria ini tidak mau sendiri. Ia kemudian mengajak kedua rekannya untuk ikut. Sehabis makan malam, Walt pun sampai berniat untuk melakukan transaksi dengan Johnny. Oh Walt! Ia tetap berusaha untuk mendekati pujaan pandangan pertamanya ini.
Premis yang ditawarkan film ini terasa cukup menarik. Mengingat ini dari sebuah cerita kisah nyata, Gus Van Sant cukup berhasil menggambarkan ternyata ketika orang tergila-gila, mereka bisa melakukan berbagai macam cara seperti yang dilakukan Walt. Apalagi jika ini menyangkut keinginan dorongan seksual. Pasti sudah lain jalan ceritanya.
Yang membuat menarik film ini sebetulnya bagaimana karakter Walt berusaha untuk mendapatkan Johnny, sampai akhirnya Ia hanya kesampaian mendapatkan sosok Pepper, yang diperankan oleh Ray Monge. Kisah Walt dan Pepper akan membawa penonton ke dalam sebuah tema immigrant sexploitation by white people, yang berujung dengan ketidakseimbangan hubungan pada keduanya. Yang satu terkesan sangat membutuhkan, namun satunya lagi melihat ini sebatas hal yang transaksional.
Tema film ini juga membahas tentang kehidupan imigran, terutama yang berasal dari Mexico seperti Johnny dan Pepper. Cukup jelas film ini memperlihatkan bagaimana imigran-imigran gelap menjadi buronan polisi setempat, sekaligus bagaimana tidak berharganya mereka. Yang lumayan menarik, kita bisa melihat walaupun para imigran ini tidak seberuntung Walt, tetapi mereka bisa menikmati kehidupan seperti bermain-main dengannya.
Peran narasi di film ini juga lumayan mendapat porsi. Ini membuat penonton akan cukup memahami bagaimana pemikiran Walt dengan Johnny ataupun Pepper. Yup, narasi tersebut kadang akan membuat kita sedikit tertawa, melihat bagaimana obsesi berhasil menaklukkan segalanya. Gila! Keunikan ini belum ditambah dengan bagaimana Gus Van Sant mengemas emosi film ini lumayan menarik untuk diikuti.
Saya cukup merasa pas dengan durasi 68 menit. Selain kesan noir yang membuat emosi film ini menjadi semakin gelap, saya cukup tertarik dengan lagu-lagu berbahasa spanish yang mengiring ceritanya. Suara merdu penyanyi wanita tersebut terasa begitu sejalan dengan ambience yang coba dihadirkan oleh film ini. Pas banget! Simpulan saya, “Mala Noche” mungkin bukan sebuah favorit buat saya, namun cukup menarik untuk diikuti. Memang film ini berbudget rendah, tapi orisinalitas yang dihadirkan melebihi level dari film-film sekelasnya. Nice!