Semua sudah tahu jika J.K. Rowling tengah fokus melanjutkan franchise Harry Potter melalui kisah seorang Newt Scamander. Di installment kedua-nya, “Fantastic Beasts: The Crimes of Grindelwald” memulai salah satu bagian yang juga tidak kalah epik dengan pertempuran Voldemort. Buat para penikmat seri buku miliknya, tentu nama Grindelwald sudah tidak terdengar asing. Yah, ini kisahnya.
Awal cerita film ini memperlihatkan bila Grindelwald berhasil ditangkap oleh Kementrian Sihir Amerika (MACUSA). Grindelwald, yang diperankan oleh Johnny Depp, mengingatkan saya sedikit dengan karakter Sirius Black, lewat rambut acak-acaknya namun dengan versi warna putih. Penyihir ini tampak tidak berdaya dan akan menjalani perjalanan menuju London, untuk dikembalikan ke Kementrian Sihir Inggris. Cukup terduga, Ia berhasil lolos dalam proses transfer ini.
Lolosnya Grindelwald kemudian membawa penonton untuk kembali bertemu dengan magizoologist kenamaan, Newt Scamander, yang diperankan oleh Eddie Redmayne. Scamander kembali menghadiri panggilan Kementrian Sihir oleh karena perbuatannya di film sebelumnya. Ia kemudian mendapat larangan untuk keluar negeri. Adik Newt, Theseus Scamander, yang diperankan oleh Callum Turner, berusaha untuk membantu saudaranya dengan menawarkan bantuan untuk menangkap Grindelwald sebagai ganti pencabutan larangan itu. Dan… Scamander tetap menolaknya. Ia tidak mau berpihak. Itu keputusannya.
Di film ini kita akan berkenalan dengan Leta Lestrange, yang diperankan oleh Zoë Kravitz, salah seorang ‘mantan’ Scamander yang sekarang menjadi tunangan sang adik. Lestrange juga bekerja di Kementrian Sihir dan ternyata punya misteri yang cukup berkaitan dengan lelaki misterius bernama Credence Barebone, yang diperankan oleh Ezra Miller, yang sebetulnya sudah diceritakan sejak film pertama.
Membahas cerita yang ditulis naskahnya oleh J.K. Rowling, saya merasa apa yang disajikan dalam franchise Fantastic Beast sangat berbeda dengan apa yang ada di Harry Potter. Di Harry Potter, Rowling sudah mendesain dengan canggih bagian klimaks ending di tahun ketujuh dengan sangat matang, sekaligus gaya cerita yang selalu selesai petualangannya di setiap tahun. Disini, Rowling malah terkesan menggarap fondasi ceritanya dengan memasukkan banyak unsur cerita yang sepertinya akan menjadi kelanjutannya. Yah, sepertinya Warner Bros. sudah mulai menerapkan strategi jitu ala Marvel.
Kalau dari sisi penggemar Harry Potter seperti saya, Fantastic Beasts seperti kelanjutan Rowling melanjutkan dunia yang telah dibentuknya sejak lama. Saya sangat memuji kepiawaiannya untuk bisa membuat banyak orang ‘ketagihan’ dengan dunia imajinasinya. Bicara seri ini, saya jauh lebih merasa film ini akan mulai banyak berbicara akan Grindelwald, dan mulai mengesampingkan hewan-hewan magis dunia Newt Scamander. Hewan-hewan ini mulai dikesankan sebagai penghias dalam cerita, dan tidak terlalu memegang banyak peranan.
Fantastic Beasts tentu adalah sebuah spin-off yang cukup ditunggu untuk penggemar seperti saya. Malangnya, ketika kita yang piawai sudah terbiasa dengan istilah-istilah tersebut, tentu untuk penonton yang bukan penggemar Harry Potter akan menemukan sedikit kesulitan dalam memaknai ceritanya. Misalnya seperti portkey, horcrux, sampai istilah magizoologist sendiri.
Film ini masih digawangi David Yates, yang telah bekerja untuk beberapa film Potter. Kalau bicara kualitas fantasi yang dihadirkan, pastinya sudah tidak perlu untuk diragukan lagi. Untuk sinematografi, Phillippe Rousselot masih dipercaya memegang kendali. Arahan gerakan kamera selalu dinamis dihampir setiap adegan-adegan yang tidak terlalu banyak pergerakan. Alhasil, hampir setiap bagian dari awal hingga akhir terasa selalu bergerak. Salah satu yang paling berkesan adalah ketika penggambaran yang dilakukan masuk ke Kementrian Sihir Inggris pada awal film. Disini, kamera seakan mengitari kementrian dengan gerakan yang luwes sampai akhirnya masuk ke dialog Leta dan Newt. Bravo!
Aksi gambar yang diambil seperti memang segaja dikemas untuk menghadirkan pengalaman menonton yang berkesan. Sayang saja, saya merasa kadang film ini terlalu cepat dalam memperlihatkan action yang dihadirkan. Sehingga kadang malah menonjolkan kualitas CGI film ini yang terbilang tidak sehalus Avengers franchise. Pada beberapa bagian pula ini, ketika monster-monster fantastis diperlihatkan, interaksi yang dilakukan para pemain masih terlihat tidak terlalu sejalan dengan CGI yang ditampilkan. Misalnya saja pada saat adegan seorang karakter di film ini mengelus-elus hewan tersebut.
Akting Johnny Deep yang selalu tampil beda pun cukup menarik sedikit perhatian saya, walaupun saat Ia mulai berdialog saya pun mulai ngantuk. Kalau dari penampilan castnya, mungkin yang paling menonjol di film ini adalah penampilan akting Zoë Kravitz. Penampilannya sebagai Leta Lestrange berhasil membuat saya cukup terfokus dengan cerita ini. Sebab, penampilan dua karakter utama dari film sebelumnya yang diperankan Eddie Redmayne dan Ezra Miller, belum memperlihatkan sesuatu yang berbeda. Apalagi untuk karakter love interest Scamander yang diperankan Katherine Waterston yang punya peranan semakin minim.
Saya masih cukup penasaran dengan apa yang akan dilakukan Rowling, sebab rencananya ini akan dikisahkan sampai jadi 5 film. Berarti masih ada 3 film lagi yang direncanakan dirilis pada 2020, 2022, dan 2024. Secara keseluruhan, apa yang ditawarkan “Fantastic Beasts: The Crimes of Grindelwald” akan bekerja bagi anda yang haus dengan kisah-kisah dari dunia Harry Potter. Selebihnya, tidak ada sesuatu yang begitu spesial. Yang pasti kita akan lihat lagi kelanjutannya, termasuk Nagini, si monster asal Indonesia. Wakaka…