Sebagai awal dari featured film yang telah berhasil dibuatnya, “1985” merupakan pembuka yang tepat. Film pendek yang dirilis di South by Southwest Film Festival ini merupakan salah satu official selection untuk section Texas Short. Baiknya, film ini berhasil menggondol penghargaan special jury award pada acting untuk aktris Lindsay Pulsipher.
Bicara versi pendeknya, sebetulnya apa yang diceritakan “1985” bukan sesuatu yang sudah diceritakan di versi featured-nya. Berdurasi 8 menit, penonton akan ditawarkan sebuah tontonan yang akan lebih banyak berbicara dengan paduan potongan-potongan scene-scene. Sudut-sudut rumah dari karakter utama kita, akan jauh lebih banyak berbicara dibanding dialog adegan yang diperlihatkan.
Kalau di versi panjangnya, penonton akan lebih banyak bersentuhan dengan masa lalu Adrian. Disini, sosok Adrian yang diperankan oleh Robert Sella, sedang berada di ujung tanduk. Ia sedang mengidap penyakit AIDS yang pada tahun 1985, merupakan sebuah epidemi yang mematikan, khususnya bagi para homoseksual. Walaupun tidak diceritakan dengan cukup detil, penonton diperlihatkan bagaimana luka-luka akibat mengidap penyakit tersebut terasa cukup mengganggu. Efek sampingnya, juga terlihat bagaimana kala Adrian mencoba berinteraksi pada sekitarnya.
Ketika anda sudah menyaksikan versi panjangnya, seperti saya, maka kita akan menyadari ada banyak beberapa ‘perbedaan’ yang sudah tidak berlanjut pada film berikutnya. Tidak hanya aktornya, tetapi ada beberapa bagian dalam ceritanya yang cukup tidak dilanjutkan. Simplenya adalah ketika ‘masalah luka’ di wajah Adrian yang tidak menjadi issue pendukung di film berikutnya. Di versi pendeknya, hal ini merupakan kunci yang membawa penonton untuk lebih dekat mengenali karakter Tammy Garland, yang diperankan oleh Lindsay Pusipher.
Film pendek ini cukup berhasil untuk mengurai ekspresi Adrian. Saya begitu suka dengan adegan ketika Adrian sedang memegang kaca dan melihat wajah hasil riasan Tammy. It’s like a WOW! Saya menyaksikan adegan tersebut, tatapan mata Adrian seolah mengintimidasi penonton untuk bisa mengamsumsikan segala perasaan yang seakan ditampilkan. Yang juga menarik adalah ketika sutradara Yen Tan mencoba untuk memancing rasa ingin tahu penonton pada wajah Adrian, sebab kadang sengaja diburamkan lewat kaca, ataupun blur, yang terlalu memancing rasa penasaran saya di bagian akhir. Terbilang singkat, namun “1985” cukup smart! Kecerdikan film ini berhasil membuat saya untuk tetap fokus dengan jalan ceritanya yang lebih banyak bercerita dengan potongan adegan ketimbang dialog.
