Welcome back to my another Danur review! Tentu nggak ada salahnya kan, kalau sekarang saya mencoba menikmati franchise yang sempat laris manis di pasaran, walaupun punya rating terendah di sepanjang karir menulis saya… *asik* Di film keduanya, “Danur 2: Maddah,” yang juga sama-sama kelanjutan dari seri best seller karangan Risa Saraswati, penonton kembali diajak menikmati kisah nyata keluarga dari paman Risa.
Risa, diperankan oleh Prilly Latuconsina, tengah memasuki tahapan skripsi perkuliahannya. Ia menjaga adik satu-satunya, Riri, yang diperankan oleh Sandrinna Michelle, di tengah kepergian Ibunya yang sedang menjumpai sang ayah. Sepeninggal sang nenek, Risa mengajak Riri untuk mengunjungi rumah paman Ahmad, yang diperankan oleh Bucek. Disana, mereka menghabiskan waktu bersama istri paman Ahmad, tante Tina, yang diperankan oleh Sophia Latjuba, dan juga putra mereka, Angki, yang diperankan oleh Shawn Adrian Khulafa.
Kejanggalan demi kejanggalan pun terjadi. Perilaku Paman Ahmad yang semakin mencurigakan, termasuk menaruh bunga sedap malam hampir di setiap bagian rumah. Belum lagi, sang paman sering menghabiskan banyak waktunya di paviliun belakang rumah. Lain halnya dengan Angki, Risa maupun Riri yang mulai ikut juga diganggu para penunggu. Ternyata, kejanggalan tersebut membawa mereka sebuah misteri dari rumah yang dihuni mereka.
Berbekal formula yang sama, sutradara Awi Suryadi, keliatannya cukup bersenang-senang untuk menghibur penonton lewat adegan-adegan kejut disana-sini. Adegan horror dibangun hanya untuk mengejutkan saja, yang juga ikut menampilkan sosok dua noni Belanda yang jadi superstar di film ini. Membandingkan dengan pendahulunya, film ini masih lebih panjang 14 menit, namun tetap dengan kualitas cerita yang biasa saja sih.
Untuk urusan naskah, Lele Laila masih menggawangi posisi ini dan bertugas mengadaptasi ceritanya. Di bagian awal cerita, film ini cukup cerdik dengan menghadirkan sosok Asih, yang diperankan oleh Shareefa Danish, walaupun hanya dalam satu scene saja. Selanjutnya, penonton akan berkenalan dengan dua hantu anak kecil baru, William dan Hendrik, yang rasanya cuma dihadirkan memenuhi cerita tanpa unsur yang jelas. Kedua karakter tambahan ini seperti tidak menambah rasa, malah seperti menambah lapuknya cerita film ini. Saya merasa penambahan kedua anak ini sama sekali tidak akan terlalu mengubah ceritanya.
Bicara penampilannya, kali ini ada kehadiran Bucek dan Sophia Latjuba yang lumayan memberi nilai tambah ya buat film ini. Cuma dari sisi akting, ya kualitas yang ditawarkan tentu masih sekelas dengan FTV-FTV yang lalu lalang di dunia pertelevisian kita.
Mungkin yang memberi sedikit rasa berbeda dari pendahulunya, film ini lebih banyak memberi tata sinematografi yang beragam. Misalnya, seringnya adegan ditangkap cepat dengan point of view bird’s eye yang cukup kontras, hingga penggunaan kamera yang sering dibolak-balik demi menambah keseraman cerita. Setidaknya ya, ada poin plus lah dibanding sebelumnya.
Dari sisi make-up, sosok hantu yang ditampilkan sayangnya malah terlihat tidak seperti hantu. Saya merasa Maria Margaretha Earlene, makeup artist di film ini cukup berlebihan, dan membuat superstar film ini lebih mirip terlihat seperti kombinasi badut di “It” dengan sentuhan sedikit wajah “Alien.”
Secara keseluruhan, “Danur 2: Maddah” masih lebih baik tipis dari sebelumnya. Memang ada peningkatan dari tata sinematografi, cuma kualitas yang ditawarkan untuk sisanya ya itu-itu saja. Kesimpulannya, franchise “Danur” punya keunggulan sebagai adaptasi untuk ukuran pengalaman kisah nyata. Cuma yang amat disayangkan, anda memang tidak boleh punya banyak ekspektasi. Anggap saja menonton film ini masih lebih baik sedikit daripada menyaksikan acara horor televisi yang kini makin tidak jelas bentuknya.