Tentu sudah tidak asing bagi generasi orang tua kita dengan kisah Arini. Di tahun 1987, Sophan Sophiaan mengangkat cerita dari salah satu novel Mira W. ini ke layar lebar. Di tahun ini, Falcon Pictures yang juga telah mengambil alih hak cipta film aslinya, membuat remake dari beberapa magnus opus film Indonesia yang telah mereka restorasi. Salah satunya, “Arini,” sebuah drama yang terfokus akan masa lalu dan percintaannya dengan seorang pemuda.
Masih akan ada kereta yang lewat. Subjudul film ini mungkin tidak begitu terasa ketika anda menyaksikan film ini. Tetapi, dari sinilah semuanya berawal. Bagaimana Arini bertemu dengan kedua orang berbeda yang mengubah hidupnya, di waktu dan tujuan yang berbeda. Cerita diawali dengan perjalanan Arini di sebuah kereta di Eropa. Tiba-tiba seorang pemuda bernama Nick, yang diperankan oleh Morgan Oey, mengaku sebagai seorang pinoy dan menitipkan tasnya. Alih-alih mengumpet dari kehadiran petugas kereta, Arini yang belum memutuskan untuk sepakat menjaga tas yang dititipkan itu.
Nick dengan cukup agresif menggangu Arini yang kala itu seperti sedang tidak mau diganggu. Yang menarik, Nick berusaha memancing perempuan ini untuk mengucapkan sesuatu. Tapi, ini tidak semudah itu. Arini, yang diperankan oleh Aura Kasih, memperlihatkan dirinya sebagai seseorang yang ‘galak,’ tepatnya seperti tidak mau terganggu.
Seusai tiba di stasiun yang sama, Arini malah memberikan Nick beberapa Euro sebagai biaya perjalanannya. Ia menugaskan pemuda itu untuk membeli tiket dan jangan diam-diam naik kereta. Setiba di rumahnya, Ia ternyata dikejutkan dengan tertinggalnya handphone. Seketika itu, telepon berdering dan ternyata Nick menghubunginya.
Begitupun dengan masa lalu. Dalam perjalanannya dengan kereta menuju Yogyakarta, Arini bertemu dengan Ira, sahabat karibnya semasa SMA yang diperankan Olga Lydia. Ira kemudian mencomblanginya dengan Helmy, diperankan oleh Haydar Salishz. Perkenalan Helmy dan Arini pun seperti berjalan biasa, dan sesuai dengan harapan Ira.
Film ini disutradari oleh Ismail Basbeth, sutradara yang juga menyutradarai “Mencari Hilal.” Ia juga ikut mengadaptasi naskahnya bersama dengan salah satu penulis skenario terbaik dari Indonesia, Titien Wattimena. Keduanya menyajikan kisah Arini yang sedikit dimodifikasi, dengan memodernisasikan ceritanya dan masih berhasil menyampaikan ceritanya agar tak lekang oleh waktu.
Alur cerita ini bergerak secara flashback. Penonton akan bolak-balik mengikuti Arini di masa sekarang dan masa lalunya yang menyakitkan. Hebatnya, sebagai debutnya sebagai pemeran utama, Aura Kasih bisa menghadirkan sosok Arini yang cantik bertranformasi dari sosoknya yang lugu di masa muda menjadi seseorang yang tegas, berpendirian dan matang. Mungkin kekurangannya, tidak akan ada sesuatu yang terkesan berbeda saat menyaksikan sosok Arini yang ditampilkan saat ini dan 13 tahun yang lalu. Saya hanya menyadari bentuk gaya rambutnya yang berbeda.
Jika film ini mengisahkan tentang Arini dan derita-deritanya, penonton akan terhibur dengan penampilan Morgan Oey yang berhasil mengendalikan suasana ceritanya. Semangat optimis Nick yang selalu membangun suasananya seperti akan menghilangkan kesan mellow dan pesimis dari seorang Arini. Saya sangat yakin, Arini sudah tidak percaya cinta dan tidak mau mengulangi seperti pernikahan pertamanya. Apalagi seorang pemuda yang 15 tahun lebih muda darinya yang terkesan mengejar hatinya.
Di catatan saya, ada tiga original soundtrack di film ini diambil dari tembang-tembang romantis Indonesia. Mulai dari “Mencintaimu” yang sempat dipopulerkan Krisdayanti di tahun 2000, lalu “Kaulah Segalanya” milik diva Ruth Sahanaya dari tahun 1991, dan lagu “Do You Really Love Me?” milik AOP yang sempat ngehits dari sebuah reality show milik Helmy Yahya. Ketiga lagu ini dinyanyikan kembali oleh Morgan Oey dan Claresta Ravenska. Yang saya sukai, kesemua lagu ini terasa pas untuk mengiring kisah seorang Arini.
Cerita love at the first sight Nick memang terasa begitu agresif awalnya, tapi lama-kelamaan Nick yang cukup gigih mengejar Arini jadi sesuatu hal yang membuat seru. Seperti kata Nick ke Arini, “Selamat malam. Aku akan terus datang karena kamu. Kata papa, jadi cowok itu ngga boleh nyerah.” Semangat orang muda memang sangat sulit untuk luntur. Hmm, so sweet! Pastinya, saya akan menanti adaptasi kelanjutan kisah Arini dari novel “Biarkan kereta itu lewat, Arini.”