Musik adalah bagian dari hidupnya. “Florence Foster Jenkins” adalah sebuah reka ulang tentang seorang sosialita dari New York di pertengahan 40-an, yang berhasil menjadi talk of the town akan usahanya. Usahanya untuk menjadi seorang soprano amatir.
Madame Jenkins, begiu panggilannya, yang diperankan oleh Meryl Streep, adalah seorang sosialita New York. Ia merupakan satu dari ribuan sosialita kala itu. Selain aktif dalam perkumpulan wanita, Jenkins juga memiliki kelompoknya sendiri, yang Ia beri nama The Verdi Club. Suaminya, St. Clair Bayfield, yang diperankan oleh Hugh Grant, adalah seorang aktor. Menariknya, Bayfield selalu mendukung apapun yang dikerjakan Jenkins.
Fakta yang perlu diterima oleh setiap penonton disini adalah Jenkins bukanlah seorang soprano yang baik. Kemampuan menyanyinya hampir serupa dengan para peserta audisi reality show yang gagal mendapatkan golden ticket. Hebatnya, demi mewujudkan mimpi sang istri, Mr. Bayfield menyewa seorang pelatih vokal opera dan mencari pianist ulung. Dari audisi kecil-kecilan di kediamannya, mereka merekrut Cosmé McMoon, yang diperankan oleh Simon Helberg. Tidak hanya menjadi pianist bagi Jenkins, McMoon juga merupakan saksi bisu kehidupan Bayfield yang tidak disangka.
Stephen Frears kembali menghadirkan biopic wanita. Setelah Ratu Elisabeth II dalam “The Queen” dan Philomena Lee dalam “Philomena,” sutradara kawakan asal Inggris ini menghadirkan sosok Florence Foster Jenkins. Awalnya, saya cukup penasaran kenapa sosok Jenkins begitu spesial. Dari kemampuan menyanyinya yang kurang, ternyata perempuan ini punya semangat yang besar untuk menghidupkan musik bagi orang lain. Katanya, “People may say I couldn’t sing, but no one can ever say I didn’t sing.”
Film ini menampilkan penampilan Streep yang terlucu sepanjang karirnya! Saya tidak bisa berhenti tertawa menyaksikan aktris senior ini menyanyikan lagu-lagu klasik. Tembakan-tembakan nada yang meleset malah mengingatkan saya dengan kicauan burung dan memainkan terus imajinasi penuh jenaka. I’m still can’t handle this. Dalam sebuah wawancara, Streep mengatakan kalau Ia meminta Frears untuk merekam dahulu adegan yang berisi penonton, lalu bagian menyanyinya. Karena adegan menyanyi yang dilakukan Streep tidak akan pernah sama, sehingga Ia menyuruh Frears untuk merekam reaksi pemain lain secara natural. Streep buat saya cukup pantas untuk mendapat sebuah nominasi Oscarnya yang ke-20. Fantastis!
Tidak hanya Streep, Hugh Grant juga tampil mempesona. Aktor berusia 56 tahun ini lumayan mengimbangi peran Streep yang cukup dominan. Kehidupan Bayfield yang mungkin terkesan agak runyam buat sebagian orang, tapi tidak menjadi sebuah masalah disini. Justru di film ini diperlihatkan kalau Bayfield adalah sosok seseorang yang benar-benar luar biasa. Ia tidak hanya sebagai seorang suami saja, tetapi juga seorang pahlawan di belakang layar. Begitupun dengan karakter Cosmé McMoon yang diperankan Simon Helberg. Helberg bisa memerankan sosok pianist oportunis yang akhirnya seakan mengorbankan ‘reputasi’ yang ingin dibangunnya. Mengutip kata Bayfield, “Oh, you think that I didn’t have ambition? I was a good actor. But I was never going to be a great actor.”
Film berdurasi 111 menit ini menghidupkan kembali suasana kota tua New York di era 40-an. Setting cerita sedikit berlatar perang dunia kedua dan lumayan terfokus menggali kehidupan sosialita jaman tersebut. Salah satunya seperti kostum film ini yang dirancang Consolata Boyle. Pakaian-pakaian yang diperlihatkan di film ini hampir serupa dengan footage peninggalan Jenkins yang cukup minim. Tapi dari semuanya itu, yang paling tidak terlupakan buat saya disini adalah adegan-adegan Streep menyanyi. Saya tidak akan pernah bosan untuk tertawa mendengar tembakan-tembakan nada yang meleset.
Saking hebatnya, Jenkins bisa lebih tenar dibanding para sopranos yang lebih hebat darinya di jamannya. Buktinya, Ia merupakan salah satu performer yang rekamannya paling dicari di Carnegie Hall. Walaupun dianggap orang lain sebagai sebuah kekurangan, saya cukup salut akan usahanya untuk berjuang melawan penyakitnya dengan musik dan semangat tujuan mulianya untuk menghadirkan musik supaya dapat berarti bagi orang lain, yang pada kenyataannya tidak seperti yang Ia harapkan.