Pertemanan tidak selalu memberikan kebaikan. “Road to the Well” akan mengajak penonton untuk menyusuri sebuah misteri dibalik tragedi yang menimpa seorang pria bernama Jack. Film indie ini merupakan official selection Austin Film Festival dan menghadirkan sebuah kisah yang mencekam, dan memancing penuh tanya buat penonton.
Kita akan berkenalan dengan Frank, seorang pegawai swasta yang diperankan Laurence Fuller. Ia ditugaskan oleh kantornya untuk bertugas di salah satu cabang. Hal ini tidak disetujuinya. Sementara itu, Ia kemudian bertemu dengan sahabat lamanya, Jack, diperankan oleh Micah Parker, yang saat ini sedang tiba di kota tempat Ia tinggal.
Sehabis bertemu dengan Jack, Frank mengajaknya untuk menghadiri pesta di kantornya. Setiba disana, pesta tersebut telah usai dan Frank memergoki kekasihnya sedang bercumbu dengan atasannya, Tom. Frank cukup kesal dengan peristiwa ini. Ia dan Jack kemudian mengunjungi sebuah bar, dimana Ia kembali bertemu dengan seorang wanita bernama Ruby, yang diperankan oleh Rosalie McIntire. Jack yang melihat sahabatnya sedang kecewa berat, kemudian meminjamkan kartu kreditnya pada Frank guna untuk mentraktir minum Ruby. Sehabis minum, kedua orang ini kemudian meninggalkan bar dan pergi dengan kendaraan Jack.
Selagi mereka berdua bercinta, datanglah malapetaka. Tampil seseorang yang misterius mengganggu mereka, sambil menusukkan pisau ke tubuh Ruby. Saat sadar, Jack yang hanya memakai pakaian dalamnya, menyadari kalau pisau yang digunakan telah diselipkan di celana dalamnya. Jenazah Ruby ada di dalam bagasinya. Ia pun menelepon Frank. Mereka berdua kemudian melakukan perjalanan guna mengubur jasad Ruby.
Film ini ditulis dan disutradarai oleh Jon Cvack. Cvack yang telah cukup banyak mempelajari film, berniat untuk menulis ceritanya sendiri. Ia memulai pendanaan proyeknya ini melalui Kickstarter sejak 2014. Proyek ini berhasil mengumpulkan dana $40,794, melebihi dari target sebesar $39,000.
Sebagai sebuah indie, cerita yang dihadirkan Cvack lumayan berkesan buat saya. Kerangka cerita disusun sedemikian rupa, sehingga penonton akan diajak berpikir. Yah, memang film ini tidak dihadirkan sebagai sebuah tontonan yang mudah dicerna. Kita perlu mengamati setiap detil-detil yang kadang disebutkan dalam ucapan-ucapan tiap karakter, guna memahami cerita ini dengan baik. Alhasil, ketika saya mengulang film ini beberapa kali, saya menjadi semakin memahami apa yang coba diceritakan film ini. Dan ternyata, sungguh menarik.
Sebagai sebuah low-budget indie, saya merasa penggarapan yang dilakukan Cvack amatlah baik dan maksimal. Ada empat komponen yang sangat menonjol di film ini: cerita, akting, sinematografi dan tata suara. Dari sisi cerita, anda perlu bersabar untuk menikmati bagian awal film ini. Setelah masuk ke awal masalah, alur ceritanya menjadi semakin menarik untuk ditonton. Sebetulnya, film ini cukup memaksa untuk terfokus dengan selipan-selipan detil. Walaupun banyak, tetapi selipan-selipan ini meningkatkan rasa ingin tahu saya, layaknya menyusun puzzle. Selain itu, penggambaran kedua karakter utama film ini cukup solid dan kontras. Perbedaan sifat keduanya-lah yang berhasil membuat ceritanya menjadi seru.
Dari penampilan akting, walaupun cukup menonjol, saya merasa masih agak terkesan cukup scripted. Dialog-dialog yang diperlihatkan kurang terlihat natural, namun berhasil ditampilkan para aktor dengan baik. Terutama oleh Micah Parker. Karakter Jack yang diperankan Parker sudah cukup mencurigakan dari awal film. Saya terus bertanya dengan motif karakter ini. Begitupun dengan Frank. Sosok Frank yang lebih panik dibanding Jack, namun lebih pendiam, juga memberikan penuh tanda tanya dengan aksinya.
Tidak ketinggalan, sinematografi dan tata suara mengambil peran penting dalam penyajian film ini. Kualitas sinematografi yang ditampilkan terbilang tidak kalah. Salah satu hal yang saya sukai adalah bagaimana Tim Davis memainkan unsur lampu untuk meningkatkan dramatisasi adegan. Seperti ketika saat Frank melihat Jack sedang berusaha susah payah untuk memasukkan jasad Ruby ke dalam sebuah koper. Suasana gelap yang dikombinasikan dengan lampu merah dari belakang mobil memberikan kesan thrilling. Begitupun dengan tata suara yang digarap cukup apik. Selain dengan kehadiran repetisi musik penuh terror, efek suara yang dibuat berhasil menghidupkan adegan.
Walaupun membuat saya untuk menyaksikan berulang kali, “Road to the Well” adalah sebuah rekomendasi bagi para penikmat film thriller. Menyaksikan tontonan ini sedikit mengingatkan saya dengan film-film crime garapan Coen bersaudara. Film ini tidak hanya sekedar bercerita yang akan menguji sebuah persahabatan, tetapi lebih dari itu. This is a promising one. One of the best indie from 2017!