Pakistan adalah salah satu negara yang memerdekakan dirinya dari India karena perbedaan agamanya. “Among the Believers” adalah sebuah tontonan dokumenter yang dikemas Mohammed Naqvi dan Hemal Trivedi secara cerdas, dengan menghadirkan dua sisi Islam masyarakat Pakistan yang berbeda jauh. Okay, saya tidak akan lanjut jauh untuk membahas sisi agamanya, namun lebih ke bagaimana film ini hadir begitu menarik.
Red Mosque yang dipimpin oleh Abdul Aziz Ghazi, dikenal merupakan organisasi Islam bergaris radikal yang cukup mengancam di Pakistan. Mereka berhasil menguasai masyarakat-masyarakat miskin dengan melakukan pendekatan melalui pendidikan madrasah. Sebuah madrasah dibangun, dan mereka membuka pendaftaran bagi anak-anak tersebut. Setiap hari, anak-anak tersebut wajib untuk menghafal Al-Qur’an. Madrasah Red Mosque berhasil menarik minat masyarakat target mereka. Alasannya, selain mendapatkan fasilitas seperti makanan, tempat tinggal untuk anak-anak mereka, para orangtua percaya kalau anak mereka bila seandainya mati jihad ataupun meninggal akan langsung masuk ke surga dan mendapat mahkota khusus.
Pesaing mereka adalah seorang akademisi bernama Pervez Hoodbhoy. Beliau melakukan sosialisasi ke berbagai macam kalangan yang lebih berpendidikan tentang bagaimana Red Mosque dianggap mengancam kedamaian Umat Muslim Pakistan. Red Mosque yang radikal menuntut untuk menjadikan hukum syariah sebagai hukum utama mereka, dan melarang segala hal yang dianggap haram, seperti televisi, pornografi tentunya, hingga permainan catur.
Menariknya, film ini menampilkan sosok pemimpin Red Mosque dan membangun simpati penonton. Mulai dari cara Ghazi melakukan kunjungan ke berbagai madrasah yang didirikannya, hingga membantu orang-orang yang meminta bantuan uang kepadanya. Penonton juga akan diperlihatkan bagaimana Red Mosque mengumpulkan dana melalui sumbangan dari para anggota mereka, yang nantinya dipakai untuk membiayai madrasah kelolaan mereka. Ghazi berhasil menuai simpati masyarakat pedalaman, yang punya tingkat pendidikan rendah, dengan memberikan jaminan pendidikan bagi anak-anak mereka.
Selain keduanya, film ini juga mengangkat kisah tentang 2 perempuan bekas murid madrasah Red Mosque. Mereka adalah Zarina dan Talha. Keduanya berhasil kabur dari tempat mereka mengenyam pendidikan selama ini. Mereka berhasil memanjat dinding dan bebas dari penglihatan penjaga yang berbekal senjata. Saat ini mereka sudah duduk di sekolah biasa, dan sangat menikmatinya.
Film ini juga memperlihatkan bagaimana ada segelintir masyarakat desa yang punya semangat untuk membangun pendidikan. Berbekal sebidang tanah, mereka mendirikan sebuah sekolah umum, demi ‘melawan’ model pendidikan tertutup yang selama ini mendominasi desa mereka.
Film ini ditulis oleh Jonathan Goodman Levitt, yang berhasil menyusun film ini ke dalam urutan selang-seling yang menarik. Saya suka penggambaran Abdul Aziz Ghazi yang awalnya akan terlihat sebagai seseorang yang luar biasa di mata saya, namun lama kelamaan mulai tidak luar biasa dengan terungkapnya berbagai macam hal yang diperlihatkan. Semakin lama menyaksikan film ini, penonton akan melihat bagaimana sebetulnya pendidikan yang diberikan tidak sebatas untuk membuka pengetahuan para murid, melainkan hanya sebatas menghafal yang artinya pun mereka tidak mengerti.
“Among the Believers” mungkin jadi salah satu tontonan dokumenter favorit saya di tahun ini, lewat tema kontroversialnya dan kemampuannya untuk mengulas kisah langsung dari para tokoh dua sisi yang berseberangan ini secara menarik. Memang pada akhirnya film ini tidak menyudutkan salah satu pihak, namun akan ‘membuka’ pandangan penonton akan siapa yang sebetulnya benar dan keliru.