Serentetan kematian pasiennya membuat Lucia de Berk diduga terlibat ke dalam sebuah aksi pembunuhan. “Accused,” yang juga berjudul “Lucia de B.” bercerita tentang seorang perawat di Belanda yang dituduh sebagai pelaku dari kematian-kematian beberapa pasien bayi dan orang-tua yang ditanganinya.
Hari itu, Judith Jansen, yang diperankan oleh Sallie Harmsen, baru saja memulai kariernya bekerja di sebuah kantor advokat. Ia bekerja untuk Ernestine Johansson, diperankan oleh Annet Malherbe. Kala itu, Ernestine sedang terlibat mengerjakan kasus dugaan pembunuhan atas kematian pasien bayi bernama Amber di Juliana Kinderziekenhuis. Judith, yang turut serta dalam proyek ini ingin membuktikan akan kemampuannya pada sang atasan.
Alhasil, melalui Ernestine, gugatan yang diajukan rumah sakit kepada Lucia de Berk berhasil. Lucia, yang diperankan oleh Ariane Schulter, dijebloskan ke penjara setelah adanya indikasi kuat Ia merupakan dalang kematian para pasien ini. Setelah kemenangan Ernestine di pengadilan, Judith malah menemukan beberapa keganjilan-keganjilan. Ia yang merasa menjebloskan Lucia ke penjara mulai mencari cara baru.
Kisah dalam film ini sebetulnya merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi di Belanda pada tahun 2001. Lucia de Berk sendiri mulai dipenjara pada tahun 2003 hingga tahun 2010. Sutradara wanita kenamaan Belanda, Paula van der Oest, menyutradarai film ini dan menjadi film keduanya yang menjadi perwakilan negerinya di ajang Academy Awards. Sebelumnya, van der Oest sempat meraih nominasi 5 film berbahasa asing terbaik lewat “Zus & zo” di tahun 2001 silam. Sedangkan film ini sempat masuk ke dalam shortlist unggulan pada bulan Januari lalu, namun gagal masuk ke dalam 5 besar.
Cerita film ini dikarang oleh Moniek Kramer dan Tijs van Marle. Keduanya mengemas kisah ini dengan alur maju yang cukup tertata, dengan urutan kronologis yang jelas. Film ini seperti sebuah reka ulang perjalanan Lucia semenjak kematian pasien bayi terakhirnya hingga proses pengadilan Mahkamah Agung Belanda. Film ini juga tidak terlalu bertele-tele. Semua adegan terkesan penting tanpa ada bagian yang dianggap tidak ‘spesial’ buat saya.
Film ini diceritakan dengan gaya orang ketiga. Saya suka bagaimana pembangunan hubungan Lucia dengan Jansen yang awalnya memang berbeda koridor. Penokohan Jansen dikemas sebagai “seseorang polos” yang terjebak dalam kekotoran dunia hukum. Jansen yang masih tergolong orang baik ini bisa memutarbalikkan hal yang memang menurutnya adalah sebuah esensi: memberikan keadilan yang sepantasnya.
Saya senang dengan penggarapan film ini. Walaupun kejadiannya sudah terjadi, film ini terus memberikan saya pertanyaan tentang Lucia: Apakah Ia benar-benar bersalah? Hal ini tetap jadi penantian untuk bagi penonton yang tidak punya pengetahuan seputar kasus Lucia.
Untungnya film ini tidak terlalu bersifat courtroom drama, sehingga penonton tidak memerlukan initial knowledge yang tinggi mengenai hukum dan medis. Penekanan banyak diperlihatkan melalui karakter Lucia, yang dingin tetapi emosional, yang selama ini di salah artikan. Karakter Lucia berhasil diperankn dengan baik oleh pemerannya, yang bisa membuat penonton seperti saya akan berempati sekaligus tetap memendam kecurigaan.
Satu hal yang menarik buat saya ketika di sebuah adegan di penjara, ketika Lucia dipercaya untuk menenangkan seorang bayi yang sedang menangis. Karakternya yang dianggap sebagai witch evil di dunia publik harus malah tidak membuatnya memungkinkan untuk dipercaya melakukan hal demikian. Namun, yang saya senangi adalah ekspresi Lucia yang akhirnya bisa memperlihatkan emosi dalam dirinya, ketika Ia berkata, “Aku memang tahu bagaimana menenangkan seorang bayi,” lalu menangis sambil menciumi bayi tersebut.
Kisah nyata ini sungguh menarik dan memberi pelajaran buat penontonnya. Kaitan seseorang dengan hal-hal tertentu tidak dapat disimpulkan menjadi suatu hal, selama kita tidak mengetahui degan sejatinya tentang hal tersebut. Jadi, sekali lagi, mengulang sebuah kalimat bijak: Don’t judge others only by its cover.