Rasa penasaran saya akhirnya terjawab. Film yang digadang-gadang sebagai salah satu yang terbaik dari tanah Third Reich ini memang begitu adanya. “Good Bye Lenin!” adalah sebuah masterpiece, lewat sebuah komedi tragisnya yang mengambil latar belakang reunifikasi Jerman, yang juga dikenal dengan istilah die Wende.
Alexander Kerner, diperankan oleh Daniel Brühl, memulai film ini dengan narasinya. Ia memperkenalkan keluarga kecilnya, yang hanya terdiri dari Ibu dan seorang perempuan. Ayahnya, sudah keburu ke Jerman Barat, tanpa ada informasi yang jelas. Kerner sekeluarga hidup di bawah pemerintahan Republik Demokratif Jerman, atau dalam bahasa aslinya Deutsche Demokratiksche Republik. Di bawah campur tangan sosialis, kehidupan masyarakatnya cukup terencana dan tertutup.
Kehidupan kecil Kerner, walaupun tanpa Ayah, masih terbilang lumayan. Sang Ibu, Christiane Kerner, yang diperankan Katrin Saß, terbilang cukup aktif dalam bermasyarakat. Christine sempat meraih penghargaan dari negara atas jasanya, termasuk mengajar anak-anak.
Alex semasa kecil cukup mengidolakan Sigmund Jahn, astronot Jerman Timur pertama yang berangkat ke luar angkasa. Ia juga merupakan pecinta tontonan Sandmännchen, sebuah tayangan televisi anak-anak Jerman Timur kala itu. Akan tetapi, seiring bertumbuh dewasa, Alex malah bergabung dalam sebuah kegiatan unjuk rasa anti pemerintah. Di malam itu, Ia tidak menyangka bertemu dengan sang Ibu yang terkejut melihatnya berunjuk rasa. Ia kemudian ditangkap oleh Volkspolizei, sebelum akhirnya dibebaskan karena Ibunya telah koma di rumah sakit.
Kisah ini cukup terpusat pada kehidupan Alex. Penonton akan dimulai dengan narasi prolog Alex yang juga menjadi selipan cerita disana-sini. Becker memulai dengan penjelasan latar belakang, yang kemudian masuk ke titik tragedi awal: ketika Christiane menjadi koma. Kisah ini kemudian dikembangkan dengan menambahkan kisah percintaan Alex dengan Lara, keluarga kakaknya, hingga keadaan ekonomi sosial politik negri mereka yang berubah drastis, semenjak masuknya nafas kapitalisme di sepanjang tanah Ostdeutschland.
Bicara cast-nya, Daniel Brühl tidak membuat saya merasa bosan dengan segala ke-kreativitasan dan berbagai macam keputusan yang cukup tidak bisa ditebak dari karakter Alex-nya. Di sisi lain, saya juga cukup menyukai akting Katrin Saß yang berhasil menipu saya untuk menghasilkan banyak pertanyaan dari karakternya. Keduanya juga berhasil memerankan hubungan Ibu-Anak yang cukup dramatis dan berkesan.
Faktor musik film ini juga cukup bermain dalam mengatur emosi penonton. Iringan musik yang digubah Yann Tiersen, yang juga komponis film “Amelie,” cukup mengandalkan komposisi nada berulang-ulang sederhana, yang bisa berhasil di adegan sedih, maupun yang penuh kedalaman emosi, ataupun disaat yang terburu-buru.
Dari sepanjang 123 menit film ini, adegan favorit saya adalah ketika memasuki bagian ending film ini, ketika Christiane sekeluarga menyaksikan sebuah rekaman berita yang dibawakan Sigmund Jahn, dengan latar belakang musik Auferstander aus Ruinen. Entah kenapa bagian ini cukup berhasil buat jadi titik momen terbaik, sekaligus kemenangan puncak buat Alex dan segala kebohongannya.
Becker berhasil mengemas ide kecil sederhana: seorang anak muda yang punya Ibu koma dengan dinamika perubahan situasi politik yang cukup drastis, yang kemudian menjadi sebuah tontonan penuh tragedi yang tanpa henti. Alhasil, film ini berhasil memuaskan penonton lewat segala usaha Ostalgie Alex pada sang Ibu. Saya cukup angkat topi bila memang ada seseorang yang mengalami peristiwa dan melakukan usaha identik seperti yang Alex tampilkan di film ini.
“Good bye Lenin!” adalah sebuah rekomendasi German Cinema yang sempurna, mengeksplorasi kehidupan seorang pria menuju kematangannya, lewat berbagai tantangan tanpa henti dibawah bayang-bayang perubahan sistem negrinya yang begitu kontras, dan memaksanya untuk tetap menghidupkan kembali semangat Ostzone yang seharusnya sudah ditinggalkan. Perfect!