Film adaptasi sebuah novel yang berjudul sama yang dikarang oleh Alex Flinn, penonton akan seperti menyaksikan film kartun “Beauty and the Beast”. Bedanya, tanpa musikalisasi dan lebih realistis, serta juga tidak adanya unsur keputri-putrian. “Beastly” membawa sebuah nuansa yang cukup berbeda. Jika versi kartunnya, unsur kutukan terdapat pada bunga mawar yang berada di dalam tabung, pada film ini terdapat dalam bentuk tato animasi yang berada di tangan kiri pemeran utamanya.
Film ini mengandalkan jajaran pemain utamanya, Alex Pettyfer dan Vanessa Hudgens, yang cukup terkenal akan kesuksesan film-film mereka sebelumnya. Kyle, yang diperankan oleh Pettyfer, adalah seorang pria dari keluarga kaya yang kurang perhatian. Walaupun tinggal bersama Ayahnya, Ia malah mencari perhatian ke tempat yang lain, yaitu sekolahnya, dimana Ia mendapatkan banyak perhatian disana. Tidak hanya tampan, tetapi juga kaya, menjadi unsur terkuat baginya untuk menjadi ketua sebuah asosiasi mahasiswa, walaupun tanpa ada sebuah pengalaman. Berbeda dengan Lindy, diperankan oleh Hudgens, adalah seorang anak beasiswa dari keluarga miskin, yang harus terus bekerja keras dan menyimpan uang untuk merebut impiannya ke Macchu Picchu.
Secara plot kisah, sebetulnya tidak ada yang berbeda. Hanya ada penambahan beberapa karakter manusia yang membedakan kisah ini dengan versi aslinya. Bagi saya tidak ada yang begitu special dari film ini. Sosok Pettyfer yang tampan harus menjadi sangat mengerikan, dan Hudgens yang terlihat semakin tua selepas “High School Musical”.
Yang menarik perhatian disini adalah sosok Mary-Kate Olsen sebagai Kendra, seorang siswa yang ternyata merupakan seorang penyihir. Sosoknya sangat unik di film ini, tampil dengan busana yang selalu berbeda. Lucunya, sosok antagonis disini tidak seperti film-film lainnya. Ini terlihat saat Kyle berusaha beberapa kali untuk memohon dengan Kendra, demi menghilangkan kutukan yang dideritanya.
Lain halnya dengan unsur musik di dalam film ini. Film ini dimulai dengan lagu “Vanity” dari Lady Gaga dan dihiasi dengan skor-skor Marcelo Zarvos. Zarvos memberikan sebuah sentuhan score yang sangat baik, sehingga dianggap kurang pantas untuk mengiringi kisahnya yang tidak sebaik musiknya.
Sutradara sekaligus penulis naskah film ini, Daniel Barnz, juga kurang bisa memainkan emosi penonton. Kadangkala ada beberapa adegan yang masih membutuhkan polesan serta masih banyaknya bagian yang terkesan cliché di dalam film ini.
Secara keseluruhan, film ini cukup mengecewakan dan sebuah adaptasi yang cukup terbilang gagal. Walaupun Pettyfer dan Hudgens begitu menjual, film ini akan menjadi seperti film-film remaja yang akan ditelan oleh masanya. Tampaknya film ini akan seperti judulnya, walaupun tidak sepenuhya demikian.