Masih ingat dengan film George Clooney di tahun 2000 yang berjudul “The Perfect Storm”? Atau dengan “Life of Pi”-nya Ang Lee yang berhasil jadi contenders di Academy Awards? Nah, kali ini giliran Craig Gillespie, sutradara “Lars and the Real Girl” untuk mempertontonkan anda akan ganasnya laut melalui “The Finest Hours.”
Film yang didasari dari kisah nyata ini bersetting di era 1950-an. Kita akan mengenal sosok Bernie Webber, diperankan oleh Chris Pine, yang merupakan seorang penjaga pantai di stasiun Chatham, Massachussets. Awalnya penonton akan dipertunjukkan tentang blind date Bernie dengan Miriam Penttinen, yang diperankan oleh Holliday Grainger.
Pertemuan keduanya yang sebelumnya telah saling mengenal via surat, ternyata berlanjut dengan keputusan keduanya untuk menikah pada tanggal 16 April. Yang membuat bodoh, Bernie merasa perlu meminta ijin pada Captain Cluff, yang diperankan oleh Eric Bana. Di saat Ia ingin meminta ijin, Bernie malah ditugaskan untuk melakukan suicide mission: menyelamatkan kru kapal pengangkut minyak yang telah terbelah akibat Nor’easter, yang menurut penterjemah Indonesianya di bioskop sebagai “badai gosong”.
Cerita filmnya sendiri merupakan sebuah peristiwa penting dan terhebat dalam sejarah penyelamatan bencana U.S. Coast Guard. Perisitwa ini telah dibuat ke dalam sebuah novel di tahun 2009 oleh Michael J. Tougias dan Casey Sherman dengan judul “The Finest Hours: The True Story of the U.S. Coast Guard’s Most Daring Sea Rescue.” Dua tahun kemudian, lisensinya dibeli oleh Disney dan naskahnya digarap Trio Scott Silverman-Paul Tamasy-Eric Johnson yang juga sama-sama sempat menulis untuk “The Fighter.”
Menyaksikan film ini, saya sungguh terpukau dengan cara Gillespie untuk memberikan sebuah pengalaman penuh teror menembus badai. Aksi-aksi tersebut lebih tajam ketika diperkuat dengan efek penuh visual yang cukup mencekam, dan cukup meningkatkan antusias penonton. Ini belum lagi ditambah dengan skor musik Carter Burwell, yang juga penulis skor “Carol”, yang memberikan sentuhan musik era 50-an dan mewarnai dramatisasi film ini.
Sayangnya, saya tidak menyukai penggambaran karakter-karakter utamanya. Film ini punya kisah penyelamatan yang unggul, namun punya drama yang “nanggung.” Kisah cinta Bernie-Mirriam sebetulnya cuma jadi bumbu premis yang cukup membuat saya muak: ketololan Bernie dan kegenitan Mirriam. Yang lebih mengecewakan, entah kenapa kehadiran Holliday Grainger cukup agak membuat saya sedikit annoying, karena watak karakternya dan selalu muncul ketika sedang asik-asiknya mengikuti usaha bertahan hidup para awak kapal. Mungkin yang paling terlihat mendingan adalah karakter Ray Sybert yang diperankan Casey Affleck. Saudara Ben Affleck ini masih bisa memperlihatkan karakter yang cukup cerdik, lewat usahanya untuk memperpanjang resiko hidup para awak kapal, diluar dari kekurangannya yang kurang disenangi.
Secara keseluruhan, film yang hampir 2 jam ini menjadi hiburan yang cukup menarik untuk hanya ditonton di bioskop, terutama ketika bagaimana para awak berusaha kompak bertahan hidup dan aksi Bernie beserta 3 rekannya untuk mengarungi badai laut bak naik perahu luncur di taman hiburan.