Disney kembali mengangkat sebuah kisah nyata bertema olahraga lewat “McFarland, USA.” Ini adalah sebuah nama kota, salah satu daerah termiskin di California, Amerika Serikat. Wilayah ini mayoritas dihuni oleh penduduk Latin, dan memberikan culture shock tersendiri bagi Jim White yang baru saja pindah kesana.
White, yang diperankan Kevin Costner, kembali meniti karirnya sebagai guru ilmu alam sekaligus olahraga di sebuah sekolah lokal bernama McFarland. Ia juga harus tinggal di lingkungan yang serba Latin, seperti jarang menemukan burger tetapi lebih sering taco, parade geng mobil, dan sebagainya. Pengalaman White sebagai ex-pelatih american football membawa dirinya untuk membantu klub yang ada di sekolahnya. Alhasil, karena sikapnya yang kurang cocok dengan pelatih sebelumnya membuat Ia memutuskan untuk keluar karena terpaksa.
Melihat kemampuan dan stamina murid-muridnya yang cukup tangkas dalam berlari, memberikan White sebuah harapan. Ia memutuskan untuk membuat sebuah tim cross country yang merupakan sebuah hal baru di sekolahnya. Mau tidak mau, White berusaha untuk berbaur dan mengambil hati para orangtua muridnya. Dengan terdiri dari 7 orang, Ia memulai sebuah langkah dan harapan baru bagi McFarland.
Film yang disutradarai Niki Caro, sutradara “Whale Rider” ini, menghadirkan sebuah tontonan inspiratif yang cukup mengharukan. Walaupun kisahnya ternyata tidak se-otentik dengan aslinya, naskah yang ditulis Christopher Cleveland, Bettin Gilois dan Grant Thompson ini cukup tajam menyoroti kehidupan etnis hispanic di Amerika Serikat. Mulai dari kekeluargaan, peran orangtua yang cukup besar, kebersamaan masyarakat, hingga aksi kekerasan yang cukup rentan terjadi. Perbedaan cara pandang inilah yang juga memberikan konflik-konflik personal pada White.
Dari penyajian ceritanya, Caro tahu benar apa yang sebaiknya dilakukan. Pertandingan cross country tingkat negara bagian dibuat menjadi sebuah titik klimaks yang singkat namun cukup menyentuh. Ini sedikit agak mengingatkan saya dengan film “Breaking Away”-nya Peter Yates di akhir 70-an. Caro juga tahu bagaimana memainkan emosi penonton untuk membuat perjuangan para pelari ini menjadi sebuah hal yang amat inspriratif.
Salah satu bagian yang cukup menonjol adalah untuk musiknya yang digubah Antonio Pinto. Pinto memberikan sentuhan irama latino yang cukup kental, yang memberikan bagian demi bagian ceritanya cukup mengalir dan tidak membuat penonton cepat bosan dengan dramanya.
“Every team that’s here deserves to be, including you. But they haven’t got what you got. … They don’t get up at dawn like you and go to work in the fields. They don’t go to school all day and then go back to those same fields. And then you come out with me and you run 8 miles, 10 miles, and you take on. You take on even more pain. These kids don’t do what you do.”
Berdurasi cukup panjang, dan penonton akan cukup dipuaskan. Kisahnya yang telah disulap menjadi cukup inspiratif ini berhasil mengaplikasikan formula lama. Sayangnya, film ini kurang memberikan sentuhan unforgettable moment, yang mungkin saja dapat terlupakan para penontonnya. Sejujurnya, saya agak kurang terlalu menyukai dengan kepribadian White, but I love the way he motivate his team.