“Marvin’s Room” adalah sebuah kisah yang akan mengurai hati penonton, dan memainkan perasaan penonton hingga di akhir ceritanya. Film yang dibintangi oleh aktor-aktris kaliber Oscar, memberikan sebuah kekuatan bagi film ini. Dibintangi oleh Meryl Streep dan Diane Keaton sebagai pemeran utama bersama Leonardo DiCaprio dan Robert De Niro, sudah cukup memberikan sebuah jaminan akan tontonan yang cukup berbobot.
Kisah film ini sebetulnya merupakan adaptasi dari sebuah drama tahun 1990 karangan Scott McPherson, yang juga sekaligus menulis naskah film ini. Drama yang ditawarkan film ini cukup serius. Walau pada bagian awal film ini penonton akan merasa sedikit bosan dan terkesan lama, tetapi dengan alur cerita yang semakin menarik membuat film ini harus dinikmati hingga akhir ceritanya.
Kisah ini berpusat kepada tiga karakter utama. Yang pertama adalah Bessie, yang diperankan oleh Diane Keaton. Bessie adalah seorang wanita yang berada dalam usia pertengahan, yang tanpa lelah dan sukarela untuk merawat sang ayah dan bibi yang sudah tua. Sang ayah, Marvin, yang diperankan oleh Hume Cronyn, tampak tidak berdaya. Ia hanya sanggup untuk terbaring di kamarnya, dan semakin lemah dimakan usia. Sedangkan bibinya, Ruth, yang diperankan oleh Gwen Verdon, hanyalah seorang wanita tua yang terfokus dengan serial TV kesukaannya, yang membuatnya lupa akan segalanya.
Lalu penonton akan mengenal dengan sosok Lee, yang diperankan oleh Meryl Streep. Sudah menjadi sebuah hal yang tidak biasa, Meryl Streep selalu memainkan peran-peran yang sangat berkarakter dan cukup sulit. Peran Lee yang Ia perankan adalah seorang Ibu dari dua anak lelaki, yang merasa kesepian, dan terlalu kurang menunjukkan cinta pada kedua anak dan keluarganya, serta sangat cuek.
Sedangkan karakter yang terakhir adalah Hank, yang diperankan oleh Leonardo DiCaprio. Hank adalah seorang anak lelaki 17 tahun, yang mendapatkan perawatan, oleh karena gangguan mental yang dideritanya. Semuanya ini oleh karena kurang perhatian dan sikap peduli dari Lee, sebagai seorang single parent yang terlalu memikirkan kepentingannya sendiri. Hank kemudian tumbuh menjadi seorang anak yang kasar, nakal, walaupun sebetulnya Ia adalah seorang anak yang baik.
Pada bagian awal film ini, penonton akan diperkenalkan terlebih dahulu dengan kehidupan tiap karakter, sebelum semuanya tergabung menjadi satu. Suatu hari, Dr. Wally, yang diperankan oleh Robert De Niro, memberi tahu bahwa Bessie menderita leukemia dan harus mendapatkan donor sel tulang rawan dari keluarganya demi membantu pengobatan yang telah dijalaninya. Hal ini membuat mereka menghubungi Lee yang tinggal di Ohio, untuk segera menolong saudari satu-satunya ini yang berada di Florida. Lee kemudian mengajak kedua putranya untuk mengunjungi keluarganya yang tidak pernah Ia kenalkan kepada kedua putranya, Hank dan Charlie.
Setiba di Florida, Bessie dan Lee kembali bertemu dari beberapa belas tahun lamanya. Pertemuan Hank dan Charlie dengan keluarga Ibunya juga cukup unik, sebab mereka sama sekali tidak mengenal satu pun dari mereka. Ketika keluarga Lee tinggal di dalam rumah Bessie, Bessie merasakan sesuatu yang cukup berbeda dalam diri Hank. Ia merasa harus mengenal lebih dalam sosok Hank, karena Ia merasa Hank adalah seorang anak yang cukup baik, walaupun sebetulnya tidak disadari Lee. Sifat Lee yang blak-blakan kadang membuat Bessie harus melihat beberapa hal yang dianggapnya tidak pantas sebagai seorang Ibu. Kedua wanita tersebut memiliki filosofi hidup yang berbeda, sehingga mereka sebagai sesama saudari yang tidak pernah cocok.
Ternyata Bessie berhasil mencuri hati Hank yang sangat sulit untuk diatur dan diajak bicara. Kesabarannya mampu membuat Hank untuk percaya kepadanya, daripada Lee yang tidak begitu memperdulikannya. Saat tes pencangkokan Lee tiba, ternyata hasilnya tidak cocok dengan milik Bessie. Hal ini membuat kesempatan Bessie menjadi semakin kecil, dimana harapannya tinggal pada Hank dan Charlie. Sayang, ternyata kedua anak tersebut juga memberikan hasil negatif, dan membuat Bessie untuk terus bertahan dengan keadaan yang dialaminya.
Yang menarik, adalah ketika Bessie mengatakan hal ini pada Lee, “I’m fine. I can do this. I’ve been so lucky. I’ve been so lucky to have Dad and Ruth. I’ve had such love in my life, and I have such, such love. I have been so lucky to be able to love someone so much.” Bessie yang merasa hidupnya tidak lama, tetap berusaha untuk tegar dari kesakitannya, dan tetap berusaha untuk merawat kedua orang tua di dalam rumah mereka dengan sangat baik. Hal ini sempat membukakan hati Lee yang awalnya berniat untuk meninggalkan keluarganya di Florida, karena Ia merasa tugasnya telah selesai. Tetapi dengan kekerasan Hank yang berniat untuk tetap tinggal, dan ketabahan Bessie yang kemudian akan memberinya sebuah pencerahan.
Beberapa adegan film ini sangat serius. Cukup banyak adegan-adegan akan perdebatan tingkah laku dari karakter utamanya, hingga tangisan-tangisan pendek yang mengurai hati penonton. Film ini tidak hanya akan memberikan sebuah pencerahan pada Lee yang pada akhirnya tidak akan dijelaskan dalam film ini, tetapi juga akan membuka hati penonton. Film ini selesai dengan sebuah pesan yang cukup serius dan sangat bermakna. Film ini berpesan bahwa setiap hal yang dapat kita lakukan dari waktu yang kita miliki, harus dapat dimanfaatkan dan dijalani dengan sebaiknya, terutama dengan memberikan cinta kepada orang-orang di sekitar kita. Seperti sosok Bessie, Ia merasa penuh dengan cinta, sehingga Ia mampu bertahan, karena Ia selalu membagi cintanya kepada orang-orang yang disayanginya.
Yang menarik dari film ini adalah penampilan para pemainnya. Memang kemampuan Meryl Streep dan Diane Keaton sudah tidak perlu diragukan lagi. Sudah cukup banyak film menarik dari mereka. Tetapi yang cukup mencuri perhatian saya adalah karakter Marvin dan Ruth. Hume Cronyn memerankan Marvin yang tidak berdaya dengan sangat realistis, dan menarik simpati. Sedangkan Ruth yang diperankan Gwen Verdon memberikan unsur keceriaan karena sosoknya sebagai nenek yang terlihat lincah namun rapuh. Begitupun dengan Leonardo DiCaprio, ia memberikan sebuah kekonsistenan yang cukup memuaskan pada film ini. Sayangnya, sosok Robert De Niro yang hanya sebagai pendukung terlihat biasa saja.
Alunan musik Rachel Portman yang mengiringi jalannya film ini, terkesan cukup mengalir. Begitupun dengan cara penggambaran, setting, make up, hingga kostum. Secara kualitas keseluruhan film ini, Anda tidak akan melihat sesuatu yang spesial, karena terkesan cukup sederhana. Tetapi jika dilihat dari kualitas akting dan ceritanya, “Marvin’s Room” patut dikatakan sebagai salah satu drama sederhana yang sangat baik.