Sebagai film dengan cerita kontroversial di masanya, “Lolita” hadir dengan adaptasi yang lebih bersahabat, walaupun tetap mendapat keterbatasan dari pihak sensor. Stanley Kubrick kali ini menyutradarai cerita yang diadaptasi langsung oleh penulisnya sendiri, Vladimir Nabokov, yang kemudian juga kembali di rewrite oleh keduanya.
Kisah Lolita pada film ini terfokus pada sosok dua karakter utama, Humbert Humbert dan Dolores Haze. Humbert Humbert, yang diperankan oleh James Mason, adalah seorang duda yang merantau ke Amerika dan akan memulai pekerjaannya sebagai seorang pendidik di Beardsley College. Sebelum memasuki musim sekolah, Ia memutuskan untuk menyewa sebuah ruangan yang dapat dijadikannya untuk menghabiskan waktu di musim panas. Kedatangannya ke rumah Charlotte Haze ternyata membawa ke sebuah situasi yang mungkin nantinya tidak akan pernah Ia bayangkan.
Charlotte Haze, yang diperankan oleh Shelley Winters, adalah seorang janda dengan seorang gadis berusia 14 tahun. Di bagian awal film ini, terlihat jelas bahwa survei lokasi Humbert di rumah Charlotte akan biasa saja dan semuanya berubah ketika Humbert bertemu dengan sosok Dolores Haze aka Lolita. Lolita, yang diperankan oleh Sue Lyon, saat itu sedang dalam pose berjemur terbaiknya, memakai bikini, kacamata merah dan topi bundar, sambil membaca sebuah buku dan ditemani radio. Pandangan ini mengubah keputusan Humbert dan membuat jatuh cinta pada pandangan pertama.
Yang menarik, ternyata Charlotte menyukai Humbert. Terlihat dengan sangat jelas bagaimana Charlotte berusaha untuk menggoda Humbert dengan sekian banyak cara. Berbeda dengan Humbert, setiap godaan Charlotte kurang membiusnya. Pikirannya hanya terfokus dengan Lolita. Suatu saat, Charlotte berupaya untuk memasukkan Lolita ke perkemahan musim panas agar Ia bisa dengan bebas merayu Humbert.
Kepergian Lolita ternyata tetap tidak membuat Humbert menyerah. Ia tetap mengirimkannya permen. Charlotte kemudian mengakui perasaannya lewat surat dan memberikan dua pilihan bagi Humbert. Pertama, menikahinya, atau meninggalkan rumahnya karena Ia sudah malu. Humbert kemudian menikahi Charlotte, sekaligus menjadi ayah tiri Dolores. Suatu ketika, Charlotte dengan diam-diam membaca buku harian Humbert dan mengetahui semua yang terjadi. Kemudian terjadilah pertengkaran hebat diantara keduanya yang berakhir dengan sebuah tragedi. Semenjak itu, Humbert yang posesif melanjutkan misi utamanya: menaklukkan Lolita.
Berbeda dengan film-film Kubrick lainnya, Kubrick memilih untuk menggambarkan ceritanya dengan alur flashback. Karakter Humbert dihadirkan sebagai protagonis yang menjadi semakin posesif dan merasa terancam. Berbeda dengan sosok Lolita yang cukup menggoda, namun ternyata cukup cerdik. Menyaksikan Lolita cukup menyenangkan, dengan tawaran dosis cerita dari Kubrick yang tidak terlalu se-ekstrim film-filmnya yang lain.
Film ini juga disertai dengan sedikit komedi yang membuat ceritanya tidak membosankan. Alur ceritanya diatur dengan cukup menarik perhatian penonton, tentang bagaimana kelanjutan hubungan terlarang keduanya. Dari sisi penampilan, Shelley Winters hadir cukup mendominasi di awal film. Karakter Charlotte diperankan dengan cukup mencuri perhatian. Di sisi lain, Sue Lyon tampil dengan cukup meyakinkan sebagai nymphets, perempuan di bawah umur yang attraktif dan terlihat matang secara seksual.
Satu lagi yang tidak boleh ketinggalan adalah Peter Sellers yang memerankan banyak sosok lewat karakter Clare Quilty. Sellers cukup pakar dalam memainkan karakter dengan banyak peran, walaupun sebetulnya mudah dikenali dengan melihat tampangnya di film ini. Ketiga tokoh ini lebih mencuri perhatian saya dibanding pada protagonis posesif yang diperankan James Mason di film ini.
Pada akhirnya, Kubrick memberikan sebuah kesimpulan lagi di dalam pemikiran saya: Ia merupakan salah satu adaptor terbaik. Lolita dikemas dengan cukup menarik, dilatari dengan kehidupan 50-an dan irama rock and roll, yang pada akhirnya menyematkan film ini ke sebuah status: cult and controversial classic.