Apa Anda pernah mendengar tokoh fiksi bernama Mary Poppins? Bila sudah, apa Anda sudah pernah membacanya? Atau, sudah pernah menyaksikan filmnya? Mary Poppins adalah suatu kisah yang kemudian difilmkan pada tahun 1964 oleh Walt Disney. Film “Saving Mr. Banks” akan berkisah tentang the untold stories bagaimana Disney ternyata harus mampu “meluluhkan” hati P.L. Travers untuk dapat memproduksi Mary Poppins menjadi suatu film.
Jujur saja, Saya belum pernah membaca kisah Mary Poppins. Saya pernah melihat bukunya, dan belum pernah membacanya. Berjalannya waktu, akhirnya saya mengetahui Mary Poppins dari film buatan Disney. Film ini tidak hanya menjadi salah satu klasik Disney, tetapi adalah salah satu film yang menurut saya berhasil membuat Julie Andrews sebagai peraih Best Actress in Leading Role di Academy Award tahun 1965.
Back to the topic. Usai menyaksikan film ini untuk kedua kalinya, Saya menjadi semakin mengerti dengan apa kisah yang sebetulnya ingin disampaikan film ini. Entah kenapa, bulu kuduk Saya terus merinding ketika membayangkan film ini, layaknya sedang menyaksikan sebuah film dengan embel-embel “kemenangan.”
Film sebetulnya berkisah tentang kisah dibalik cerita tentang di-filmkannya Mary Poppins. Ini berawal ketika Diane Disney, putri tunggal Walt Disney, meminta Ayahnya untuk berjanji bahwa pada suatu hari Ayahnya harus mampu membuat film tentang Mary Poppins. Awalan ini tidak ada di film, namun janji inilah yang tetap dipegang Disney. Kurang lebih selama 20 tahun berturut-turut Disney berusaha untuk mengontak dan menawarkan kepada Travers, yang tentunya ditolak dengan mentah-mentah.
Kembali ke fakta, setelah berhasil mem-filmkan “Mary Poppins”, itu berarti Disney berhasil menyanggupi janji anaknya, yang notabene sudah menjadi dewasa ketika film itu berhasil. Apa dikata, lebih baik ditepati daripada tidak. Memang terbukti, dan film “Mary Poppins” adalah salah satu featured film yang digarap langsung oleh Walt Disney sebelum kematiannya di tahun 1966, dua tahun kemudian.
Film ini memiliki sebuah penokohan yang sangat “kejam” namun dikemas dengan sangat baik. Berbeda dengan film lainnya, karakter utama kita, P.L. Travers, digambarkan sebagai seorang antagonis. P.L. Travers yang diperankan oleh Emma Thompson tampil sangat memukau. Sampai-sampai rasanya lahir kegemasan dari diri Saya untuk mencabik-cabik si tokoh ini, honestly. Dikisahkan, P.L. Travers akhirnya mau untuk berkolaborasi dengan Walt Disney untuk menggarap versi film Mary Poppins. Ia rela pergi ke Los Angeles demi memperbaiki hidupnya karena sebetulnya adanya alasan ekonomi.
Kedatangan Travers ke studio Walt Disney ternyata mendapat sambutan yang sangat hangat. Ia mendapatkan tiket first class, akomodasi di Beverly Hills hotels¸ hingga seorang supir khusus yang bernama Ralph. Sayangnya, Travers digambarkan sebagai sosok yang skeptis, selalu mau yang berbeda, dan agak egois. Masalah-masalah pun muncul ketika Travers melakukan penggarapan bersama tim Disney yang terdiri dari Don DaGradi, penulis naskah, dan Sherman Brothers, penggarap musik.
Walt Disney, yang diperankan oleh Tom Hanks, tampil cukup memukau. Menurut saya, Ia cukup terlihat berusaha untuk menampilkan dirinya sebagai Walt Disney. Disney dalam cerita ini juga dikisahkan bahwa Ia juga mengalami pergolakan, sampai akhirnya cukup galau. Ia sampai bingung, bagaimana Ia mampu menaklukkan wanita Inggris tua yang menyebalkan. Dari sudut pandang saya, mungkin bila ini bukanlah sebuah “Daddy’s promise” mungkin Walt tidak akan sesabar ini.
Penonton tidak hanya akan diajak untuk mengenang kembali masa 60-an, dengan tampilan pertama Disneyland, dan hal-hal yang berbau Disney. Tetapi penonton juga akan mengeksplorasi dunia masa lalu P.L. Travers. Helen Goff, nama kecilnya yang diperankan oleh Annie Rose Buckley, adalah seorang anak bankir di sebuah kota kecil bernama Allora. Ayahnya, yang diperankan oleh Colin Farrell, adalah seorang bankir gagal dan juga pemabuk. Namun dibalik berbagai hal negatif dibaliknya, Ia sangat memiliki hubungan dengan putri-putrinya, terutama Helen. Ia pun selalu berusaha untuk menghidupkan dunia imajinasi Helen.
Ternyata pergolakan yang dialami oleh Tim Disney dan Walt Disney untuk melunakkan hati P.L. Travers, tidak hanya dialami mereka saja. P.L. Travers ternyata sedang mengalami pergolakan batin melawan diri sendiri. Pergolakan batin inilah yang membuat lahirnya bumbu-bumbu cerita di dalam film ini. Sosok yang sensitif, tertutup, dan menyebalkan ternyata menjadikan P.L. Travers seperti saat tersebut karena Ia belum mampu memaafkan dirinya. And, this is where the title came from. “Saving Mr. Banks” sebetulnya adalah sebuah usaha Travers untuk menyelamatkan imej Ayahnya di masa lampau yang sebetulnya dicerminkan olehnya sebagai sosok Mr. Banks di kisah Mary Poppins. Menyelamatkan disini dapat diartikan secara sederhana, lewat ending Mary Poppins. Mr. Banks tidak diartikan dan digambarkan sebagai Ayah Helen Goff, melainkan “versi baik” yang dirancang Travers, dalam usaha untuk memaafkan masa lalunya.
Yang menarik adalah ketika Travers mengatakan bahwa “Mary Poppins is part of my family.” And, it’s true. Penggambaran sosok Mary Poppins sebetulnya adalah sosok Aunt Ellie, tante Helen di masa lampau. Ajaibnya, Disney berhasil merebut hati Travers, ketika Ia mampu memecahkan misteri pengarang novel ini. Disney mampu menebak bahwa kedatangan Mary Poppins bukan untuk menyelamatkan anak-anak Mr. Banks, tetapi Mr. Banks itu sendiri. Sayangnya, kisah Mary Poppins sangat berkebalikan dengan realita yang dialami Travers. Aunt Ellie tidak dapat menolong kondisi Travers Goff yang semakin melemah hingga tidak tertolong.
Menyaksikan film ini ternyata sangat menyenangkan. Sentuhan-sentuhan melodi “Chim-chim che-ree”, “Let’s Go Fly a Kite”, hingga “Supercalifragilistixexpealidocious” akan memberikan nuansa “reuni” buat Anda yang sudah menyaksikan versi film Mary Poppins. Tidak sampai disitu saja, Saya sangat memuji keberhasilan Thomas Newman yang dapat memberikan alunan musik yang mengalir indah untuk drama ini. Score buatan Newman kembali mengingatkan Saya dengan gaya score film-film drama yang sempat eksis di tahun 90-an, seperti Driving Miss Daisy.
Film ini disutradarai oleh John Lee Hancock. Hancock cukup berhasil menggambarkan cerita ini yang punya alur maju mundur. Apalagi ketika sudah memasuki credits, film ini mampu memperlihatkan beberapa memorabilia dari kisah nyata film ini. Tidak hanya sebatas pada foto-foto premiere Mary Poppins di tahun 1964, tetapi juga hingga rekaman nyata P.L. Travers ketika berdiskusi dengan Tim Disney.
Dari sisi akting, tentu sudah tidak dapat diragukan. Emma Thompson tampil sangat memukau, walaupun bagi saya ini bukanlah sebuah penampilan yang worth an Oscar. Tom Hanks juga tampil mempesona sebagai Walt Disney. Sisi pendukung, kita akan melihat Paul Giamatti, Jason Schwartzman, hingga Colin Farrell yang tampil cukup baik.
Apa film ini perlu ditonton? Menurut saya, tontonan ini adalah sebuah rekomendasi yang tepat ketika Anda sudah menyaksikan Mary Poppins. FYI, film ini sebetulnya dibuat untuk didedikasikan pada Diane Disney Miller. Pewaris tunggal Walt Disney Studios ini telah tutup usia di akhir tahun 2013.
Ketika bicara kembali ke fakta, ternyata film ini menjelaskan mengapa Travers tidak pernah memberikan hak untuk memfilm-kan Mary Poppins kepada Disney. Travers hate cartoons, especially the dancing penguins. Kesalahan Disney untuk memasukkan unsur animasi kartun ke dalam film tersebut, ternyata berujung dengan ketidaklanjutan proyek Mary Poppins di Disney. Bagaimanapun juga, akhirnya film Mary Poppins di tahun 1964 cukup berhasil dan menjadi salah satu film dengan penghasil pendapatan terbesar untuk Walt Disney Studios di era 60-an. Ternyata dibalik kesuksesan “Mary Poppins”, ada sebuah cerita menarik dibalik pembuatannya yang kemudian di-filmkan dengan judul “Saving Mr. Banks.”