Table of Contents
🇮🇩 Bahasa Indonesia – Original
Berawal dari promosi Vidi Aldiano dalam seri podcast “Podhub,” saya termakan promosi untuk menyaksikan film ini. Berjudul “Sore: Istri dari Masa Depan,” Yandy Laurens akan membawa penonton merasakan hal yang berbeda lagi untuk ukuran film Indonesia, setelah kesuksesan “Jatuh Cinta seperti di Film-film.”
Bayangkan, suatu ketika Anda terbangun dari tempat tidur, lalu seorang sosok perempuan mengaku adalah istri Anda. Hal inilah yang menjadi premis dari apa yang dialami Jonathan, diperankan oleh Dion Wiyoko. Pada kisahnya, perempuan itu bernama Sore, diperankan oleh Sheila Dara Aisha.

Jonathan merupakan seorang fotografer asal Indonesia yang sedang bermukim di Kroasia. Ia sudah memiliki pacar bernama Elsa, diperankan oleh Lara Nekić, dan juga agen bernama Karlo, diperankan oleh Goran Bogdan. Jonathan sedang berencana untuk memulai kembali pameran fotografinya. Cuma saja, kehadiran Sore secara tiba-tiba malah membawanya ke suatu perjalanan cerita berulang penuh haru.
Kehadiran “Sore” sebetulnya bukan sesuatu yang baru. Kisahnya sebetulnya merupakan adaptasi dari web series yang dibuat Yandy Laurens di tahun 2017. Setelah delapan tahun, ia tetap mempertahankan Dion Wiyoko sebagai Jonathan, dan menghadirkan Sheila Dara Aisha yang kini menjadi pasangannya. Berhubung saya menyaksikan versi teatrikalnya dulu, tentu saya melihat banyaknya perbedaan dengan versi pendahulunya.
Pada versi web series, karakter Sore yang diperankan Tika Bravani hadir lebih elegan dan sensual. Sedangkan pada versi layar lebar, Sheila Dara Aisha menyulap karakter Sore menjadi sosok yang menawan, dan selalu mencuri adegan. Perbedaan lain juga terlihat dari sosok Jonathan, yang terasa lebih matang dan berkarakter pada versi film. Cuma saja, saya menyadari terdapat beberapa perubahan detail peran karakter di kedua versi ini.

Kembali ngomongin versi filmnya, saya merasa “Sore” bukan sesuatu yang asing buat saya. Sepintas saya teringat dengan film “Palm Springs.” Bedanya, “Palm Springs“ hadir dalam kemasan yang lebih komedi, sedangkan “Sore” hadir dengan cantik, manis, dan romantis. Keduanya terasa mengingatkan saya seolah-olah menyaksikannya layaknya kita sedang bermain game dan berusaha menamatkannya. Begitulah rasa pengalaman yang dihadirkan.
Bila diperhatikan, “Sore” dibagi dalam beberapa babak besar. Babak pertama akan memperkenalkan penonton dengan kisah dari sudut pandang Jonathan. Ya, premis penuh kejutan adalah bagian cerita yang menjual ketertarikan. Rasanya, ya seperti nonton drama Korea, dengan sedikit setting Kroasia. Akan tetapi, saat masuk dalam babak berikutnya yang menceritakan sudut pandang Sore, di sinilah cerita sebenarnya berjalan.
Dari segi penampilan, saya menyukai kolaborasi Dion Wiyoko dan Sheila Dara Aisha di film ini. Keduanya memang punya tawaran rasa chemistry yang cukup kontras, bila membandingkan aksi Ringgo Agus Rahman dan Nirina Zubir dalam “Jatuh Cinta seperti di Film-film.” Entah kenapa, semakin memahami kisahnya, karakter Sore perlahan-lahan menguasai porsi Jonathan yang lebih dulu mendominasi di awal kisah.

Rasanya kalau sekarang, “Sore” terasa overrated buat saya. Namun, ini merupakan tontonan yang menurut saya bagus secara visual dan penceritaan. Setting luar negeri dengan penggunaan efek visual yang cukup baik, seperti saat berburu hewan liar maupun kehadiran fenomena aurora yang menambah misteri akan kisahnya.
Sekali lagi, Yandy Laurens membuktikan bagaimana ia berhasil menyegarkan tontonan film bioskop yang terlalu penuh dengan kisah cinta, horor legenda, sampai komedi-komedi. “Sore” patut diapresiasi akan rasa baru, walaupun sayangnya kurang memikat saya untuk menyaksikannya kembali.
🇬🇧 English Version – Translated
Starting from Vidi Aldiano’s promotion in the podcast series “Podhub,” I fell for the promotion to watch this film. Titled “Sore: Istri dari Masa Depan” (Sore: Wife from the Future), Yandy Laurens will bring audiences to experience something different again by Indonesian film standards, after the success of “Jatuh Cinta seperti di Film-film“ (Falling in Love Like in the Movies).
Imagine, one day you wake up from bed, then a female figure claims to be your wife. This is what becomes the premise of what Jonathan experiences, played by Dion Wiyoko. In his story, that woman is named Sore, played by Sheila Dara Aisha.

Jonathan is an Indonesian photographer who is residing in Croatia. He already has a girlfriend named Elsa, played by Lara Nekić, and also an agent named Karlo, played by Goran Bogdan. Jonathan is planning to restart his photography exhibition. However, Sore’s sudden presence instead takes him on a repetitive story journey full of emotion.
The presence of “Sore” is actually not something new. The story is actually an adaptation of a web series made by Yandy Laurens in 2017. After eight years, he still maintains Dion Wiyoko as Jonathan, and presents Sheila Dara Aisha who is now his partner. Since I watched the theatrical version before, of course I see many differences from its predecessor version.
In the web series version, Sore’s character played by Tika Bravani appeared more elegant and sensual. Whereas in the wide-screen version, Sheila Dara Aisha transforms Sore’s character into a charming figure, always stealing scenes. Other differences are also visible from Jonathan’s figure, which feels more mature and characterized in the film version. However, I realize there are several changes in character role details in both versions.

Going back to discussing the film version, I feel “Sore” is not something foreign to me. At a glance I’m reminded of the film “Palm Springs.” The difference is, “Palm Springs“ comes in a more comedic package, while “Sore” comes beautifully, sweetly, and romantically. Both remind me that watching them feels like we’re playing a game and trying to complete it. That’s the kind of experience it presents.
If observed, “Sore” is divided into several major chapters. The first chapter will introduce the audience to the story from Jonathan’s point of view. Yes, the premise full of surprises is the story part that sells interest. It feels like watching a Korean drama, with a bit of Croatian setting. However, when entering the next chapter that tells Sore’s point of view, this is where the real story runs.
In terms of performance, I like the collaboration between Dion Wiyoko and Sheila Dara Aisha in this film. Both indeed offer quite contrasting chemistry, when comparing the action of Ringgo Agus Rahman and Nirina Zubir in “Jatuh Cinta seperti di Film-film.” Somehow, the more I understand the story, Sore’s character gradually dominates Jonathan’s portion who dominated earlier in the story.

It feels like now, “Sore” feels overrated to me. However, this is a viewing that I think is good visually and story-wise. Foreign setting with quite good visual effects use, like when hunting wild animals or the presence of aurora phenomenon that adds mystery to the story.
Once again, Yandy Laurens proves how he successfully refreshes cinema viewing that is too full of love stories, legendary horror, to comedies. “Sore” deserves appreciation for its fresh feel, although unfortunately it doesn’t captivate me enough to watch it again.








![#337 – Tom at The Farm [Tom à la ferme] (2013) 337-Picture6](https://cinejour.b-cdn.net/wp-content/uploads/2017/08/337-Picture6-218x150.webp)

![#335 – Heartbeats [Les amours imaginaires] (2010) 335-Picture3](https://cinejour.b-cdn.net/wp-content/uploads/2017/07/335-Picture3-218x150.webp)
![#333 – I Killed My Mother [J’ai tué ma mère] (2009) 333-Picture2](https://cinejour.b-cdn.net/wp-content/uploads/2017/07/333-Picture2-218x150.webp)









