Terpilih sebagai salah satu pengisi section ‘Made in Hong Kong’ pada Jakarta Film Week bersama “Love Lies”, film yang satu ini juga terbilang tak terduga. “The Remnants” akan menawarkan sebuah drama tentang seorang mantan jagoan, yang kini insyaf, dan malah menemukan tantangan baru dalam kehidupannya.
Mantan jagoan tersebut bernama Tai, diperankan oleh Chung-Chi Cheung, yang kini sehari-hari mengelola sebuah laundromat kecil miliknya. Sehari-hari, Ia harus melayani sekian banyak pelanggan, yang kadang menjengkelkan, terutama mereka yang suka semaunya ataupun belum membayar.
Salah satu pelanggan Tai adalah adalah Fa, seorang Ibu beranak satu yang diperankan Fish Liew. Fa sehari-hari hidup bersama anaknya, walaupun putranya tersebut tidak memahami pekerjaan sang Ibu. Fa bekerja melacur setiap malam. Suatu ketika, saat Fa ingin mulai, seseorang membuntutinya dan melakukan upaya pemerkosaan padanya.
Untungnya, upaya tersebut gagal. Semua berkat Tai, yang ceritanya sedang berniat mengembalikan pesanan-pesanan belum terbayar, namun telah rela untuk memberikannya pada pelanggannya. Pria tua ini memang punya pandangan dan mencoba mengerti dengan setiap pelanggannya. Masalahnya, semenjak Ia mencoba melindungi Fa, komplotan penjahat yang dipimpin Happy, seorang anak kaya yang diperankan oleh Man-Lung Lin, malah membawanya ke dalam ujian Tai berikutnya.
Film ini ditulis dan disutradarai oleh Man-Hin Kwan, sutradara asal Hong Kong yang sebelumnya lebih banyak berkecimpung dengan memproduksi dokumenter. “The Remnant” sendiri adalah hasil inspirasi dari sosok To Wa Kwan, salah seorang mantan pemimpin Triad, istilah untuk komunitas kejahatan di Hong Kong. Kwan kemudian memadukan kisah sosok ini dengan menyentil masalah kemiskinan, terutama pada para penghuni residensial yang kerap tak berdaya dengan ulah pemilik gedung.
Saat menyaksikan film ini, sosok Tai terbilang jadi sosok sentral yang cara berpikirnya terus saya pertanyakan sepanjang film. Misalnya, ketika Ia merelakan pekerjaan yang tidak dibayar, ataupun ketika tiba-tiba Ia ingin melindungi Fa dan putranya. Hal ini membangun serangkaian tanda tanya akan motivasi dari Tai. Padahal, Tai sedang dalam tahap memulihkan dirinya setelah ditinggal pergi sang Istri secara tragis.
Disisi lain, “The Remnants” juga membahas para pelanggan Tai, yang juga tetangga Fa, dengan permasalahan mereka masing-masing. Ada yang tinggal sendiri, ditinggal mati suaminya, sampai stress karena ditinggal sang anak. Rangkaian potret menyedihkan ini mewarnai lingkungan Tai yang memang tidak baik-baik saja. Apalagi ketika Happy, si antagonis utama, memaksa para warga untuk keluar dari gedung dan malah menaruh kelompok pemakai narkoba disana.
Cerita drama ini untungnya masih diwarnai dengan kisah Fa dan putranya. Fa, yang juga tidak baik-baik saja menjadi potret yang mewakili sosok-sosok Ibu kuat dan pantang menyerah untuk terus bertahan. Cerita kedekatan keduanya dengan Tai juga memberi bumbu yang ringan, sehingga “The Remnant” tidak berjalan terlalu serius dan menyedihkan.
Aspek lain dalam cerita “The Remnant” yang juga menghibur adalah ketika film ini menghadirkan tokoh pendukung lainnya, yaitu pastor beserta tiga rekan Tai yang lain, yang cerita juga mantan jagoan. Kehadiran mantan-mantan jagoan ini justru membantu cerita menjadi semakin seru, apalagi ketika mulai dimasukkannya unsur-unsur agama dalam hal urusan melawan yang jahat.
Bicara penyajiannya, “The Remnant” terasa cuma unggul dari pengembangan ceritanya saja. Kekuatan ceritanya berhasil diperankan dengan baik, yang juga baiknya berhasil ditampilkan Chung-Chi Cheung, Man-Lung Lin dan Fish Lieuw dengan meyakinkan. Selain itu, penampilan Cecilia Yip sebagai auntie yang stress juga patut diperhitungkan. Walaupun jadi pengisi cerita sampingan, Yip menghadirkan akting yang amat berkesan dalam menghadirkan sosok yang sangat tidak baik-baik saja. Alhasil, ini adalah suatu tontonan bagus yang tidak terduga. Worth to see!