Anabul, yang merupakan singkatan ‘anak bulu,’ adalah sebutan yang tak asing bagi para pecinta hewan. Hewan yang dipelihara, mulai dari anjing, kucing, sampai ular, tidak hanya hadir sebagai peliharaan saja, namun lebih dari itu, yaitu keluarga. Inilah yang membuat kadang mereka diperlakukan layaknya manusia, misalnya saja adanya facilitas pemakaman umum khusus anabul. Kali ini, saya akan membawa Anda ke salah satu dokumenter klasik dari tahun 1978, berjudul “Gates of Heaven,” yang menawarkan kisah-kisah dibalik sebuah pemakaman umum anabul.

Sepintas, mungkin film ini akan terasa seperti sebuah lelucon. Apa serunya untuk menghadirkan cerita dari sebuah pemakaman umum anabul? Itulah pula yang mungkin membuat documentarian Werner Herzog meragukan Errol Morris, ketika Ia sedang menggarap film ini. Sampai-sampai, Herzog pun berjanji untuk memakan sepatunya bila film ini jadi. Menariknya, film ini dirilis dan Herzog kemudian membuat film pendek “Werner Herzog Eats His Shoe,” untuk menepati janjinya, dan berujung pujian untuk penyajian film ini.

gates of heaven
Courtesy of Gates of Heaven, Errol Morris Films © 1978

“Gates of Heaven” sebetulnya dapat dibagi dalam dua babak besar. Bagian pertama, penonton akan berkenalan dengan Floyd MacClure, yang akan menceritakan ambisinya untuk membuka sebuah pemakaman khusus hewan di Florida. Penyajian terasa mengesankan ketika Wenders melakukan shot jauh untuk memperlihatkan MacClure yang seorang diri sedang duduk dengan kursi di bawah sebuah pohon besar, dan dilatari oleh sebuah bangunan rumah yang megah.

Menariknya, “Gates of Heaven” tidak seperti dokumenter yang biasa anda saksikan, baik di televisi ataupun di bioskop. Film ini sama sekali tidak menggunakan kemasan dialog, maupun adanya narasi yang kerap mengalirkan penonton dari sebuah topik menuju topik yang lain. Akan tetapi, penonton terasa ‘dipaksa’ menikmati cerita dari tokoh-tokohnya yang seakan menghubungkan kaitan satu dengan yang lain. Darisanalah, penonton akan menyadari bisa MacClure menceritakan sebuah ambisi yang sudah gagal, sebab usaha pemakaman yang dibuatnya telah bangkrut.

gates of heaven
Courtesy of Gates of Heaven, Errol Morris Films © 1978

Bagian kedua cerita ini kemudian terpusat pada Bubbling Well Pet Memorial Park, sebuah taman pemakaman hewan yang hingga kini masih dapat dikunjungi. Bubbling Well sendiri dimiliki dan dijalankan oleh sebuah keluarga. John ‘Cal’ Harbets mengelola bersama istri dan kedua anaknya. Disini, penonton akan melanjutkan kisah masing-masing dari mereka, termasuk pandangan mereka akan usaha yang sedang mereka jalankan.

Melihat proses pembuatanya, “Gates of Heaven” terinspirasi dari adanya sebuah artikel berjudul ‘450 Dead Pets Going to Napa Valley’ di surat kabar San Fransisco Chronicle, yang dibaca oleh Morris. Ia kemudian merealisasikannya dengan membuat serangkaian wawancara. Yang membuat “Gates of Heaven” terasa berkelas adalah penyajiannya. Penonton tidak akan subjek narasumber seperti orang yang sedang diwawancarai. Mereka justru hadir sebagai narasumber yang ingin bercerita pada penontonnya.

gates of heaven
Courtesy of Gates of Heaven, Errol Morris Films © 1978

Sebagai suatu debut, Errol Morris berhasil menyulap apa yang terasa diremehkan menjadi sesuatu yang mengesankan. “Gates of Heaven” yang terasa absurd bisa tetap membuat saya untuk terus bertanya dan penasaran sambil mendengar cerita dari tokoh-tokohnya. Perjalanan karir Morris sebagai pegiat dokumenter pun memuncak ketika Ia berhasil meraih penghargaan Academy Awards di tahun 2003 untuk film “The Fog of War,” yang mengisahkan kehidupan Robert S. McNamara, menteri pertahanan Amerika Serikat. Pada “Gates of Heaven,”

Kilas balik ke masa lalu, kritikus film Roger Ebert, memilih “Gates of Heaven” sebagai satu dari sepuluh film terbaik yang Ia nominasikan untuk polling ‘Sight & Sound,” dan juga masuk dalam daftar ‘Great Movie’ miliknya. Di tahun 2015, karya debut ini dirilis kembali dalam bentuk DVD dan Blu-Ray dan menjadi salah satu koleksi Criterion, yang membuatnya hadir sejajar dokumenter klasik lain, seperti “Grey Gardens,” “Shoah” ataupun “The Times of Harvey Milk.”

gates of heaven
Courtesy of Gates of Heaven, Errol Morris Films © 1978

Menurut saya, “Gates of Heaven” mungkin akan terasa membosankan buat penonton awam yang menuntut adanya alur penceritaan. Film ini terasa cenderung berkisah secara eksploratif, dan yang membuat saya terpukau adalah kemampun Morris untuk mengeditnya layaknya susunan puzzle, yang baiknya didukung dengan storytelling narasumber yang membuat penonton untuk terus mendengarkan. Yang pasti, “Gates of Heaven” akan berbicara lebih dari sekedar cerita tentang sebuah pemakaman umum hewan. Ia lebih dari itu, dan bahkan tidak seperti yang saya duga.

Gates of Heaven (1978)
85 menit
Documentary
Director: Errol Morris
Full Cast: Lucille Billingsley, Zella Graham, Cal Harberts, Dan Harberts, Phil Harberts, Scottie Harberts, Mike Koewler, Floyd McClure, Ed Quye, Florence Rasmussen
#817 – Gates of Heaven (1978) was last modified: Agustus 13th, 2024 by Bavner Donaldo