Pada hari kedua HIFF, “Last Shadow at First Light” menjadi pilihan utama saya. Film yang merupakan hasil produksi beberapa negara ini, termasuk Singapura, Jepang, dan Slovenia, menawarkan sebuah kisah pendamaian diri dari seorang remaja perempuan bernama Ami.
Ami, yang diperankan oleh Mihaya Shirata, hidup dalam bayang-bayang memori yang terus menghantuinya. Ia selalu mendapatkan gambaran ombak dan rumah kosong di sebuah pulau, yang kerapkali mengingatkan dengan sang Ibu yang tak kunjung pulang. Demi memenuhi kerinduannya, Ami hanya berbekal sebuah pemutar recorder, yang selalu besertanya. Ia akan memutar rekaman-rekaman yang dikirimkan sang Ibu, yang menjadi memento berharga untuknya.
Ia hidup di Singapura, bersama sang Ayah dan nenek-kakeknya. Sang ayah, Wen Yong, diperankan oleh Peter Yu, disibukkan dalam kondisi menjaga sang nenek yang tengah sakit. Di sisi lain, Ami berupaya untuk mencari Ibunya. Sang ayah hanya mengabari jika sang Ibu telah meninggal satu tahun yang lalu. Bermodal insting sang anak, Ami meyakini bila sang Ibu masih hidup. Ia pun pergi sendiri ke Jepang.
Sang ayah kemudian meminta tolong pada saudara laki-laki istrinya yang bernama Isamu, diperankan oleh Masatoshi Nagase. Setibanya di bandara Haneda, Ami dijemput oleh Isamu, tanpa sambutan yang hangat. Isamu yang juga hanya hidup seorang diri, terlihat cukup runyam dengan kehidupannya. Sepeninggal sang istri dan kedua orangtuanya, Ia hidup dalam jebakan judi yang selalu menemaninya.
Singkat cerita, Ami yang kurang mendapat perlakuan baik memutuskan untuk berangkat menaiki kereta cepat disana, setelah mendengar ucapan Isamu jika Ia membatalkan rencananya. Di detik terakhir, pria yang berprofesi sebagai supir taksi ini kemudian mengajak Ami dan menemaninya untuk mencari lokasi sang ibu. Keduanya pun masuk ke dalam perjalanan yang misterius, yang membawa mereka dalam dunia yang tak terlihat lewat kehadiran sosok-sosok yang telah meninggalkan mereka.
“Last Shadow at First Light” merupakan directorial feature debut sutradara asal Singapura, Nicole Midori Woodford. Film yang dirilis pada San Sebastian International Film Festival ini telah berkelana ke berbagai festival. Mulai dari Jogja-NETPAC Asian Film Festival, Singapore International Film Festival, Goteborg Film Festival dan juga Ho Chi Minh City International Film Festival. Film ini juga mendapat apresiasi dalam Asian Film Awards dan Asia Pacific Screen Awards, terutama untuk penampilan Mihaya Shirata sebagai Ami.
Membahas penyajiannya, “Last Shadow at First Light” memainkan kesan misterius di sepanjang ceritanya. Film ini banyak menghidupkan suasana yang mungkin bila tidak disertakan efek suara akan terasa begitu saja. Misalnya saja ketika adegan di Singapura, di rumah Ami, yang kala itu sedang hujan, dimana Ia sedang termenung, dan tetiba dikagetkan dengan sosok kakek yang tiba-tiba muncul. Tenang, ini bukan film horor. Penyajian seperti yang menjadi betapa orisinalitas ini menjaga rasa penasaran dalam mengikuti ceritanya.
Efek suara dan visual amat memainkan kekuatan kisahnya. Begitupula dengan sinematografi yang kerapkali mengambil shot-shot secara lambat nan dinamis, dan masih artistik. Ketika cerita mulai terfokus di Jepang, penonton akan lebih dikagetkan dengan sederetan fenomena mistis, seperti kumpulan burung yang mengudara secara aneh, ataupun sekelompok cahaya yang terangkat dari laut.
Film ini mengusung kisah pencarian orang tua, yang secara perlahan akan masuk ke dalam pendamaian diri Ami. Di sisi lain, kehadiran sosok paman malah menambah bumbu cerita. Hubungan keduanya yang juga tak begitu manis menjadi episode lain, sekaligus menekankan bagaimana penderitaan akan mereka yang ditinggalkan. Mereka yang hampa, kesepian, dan belum berdamai.
Sebagai tontonan saya di hari kedua Ho Chi Minh City International Film Festival (HIFF), “Last Shadow at First Light” merupakan salah satu sajian yang termasuk dalam South-East Asia film in competition. Sepintas, perjalanan yang dihadirkan dalam cerita memang akan mengajak penonton juga berpikir, dalam upaya penggambaran akan roh yang dihadirkan. Sebuah tontonan yang mungkin punya cerita cukup sederhana, namun dihadirkan dengan penyajian yang akan terus memancing perhatian. Recommended!