Digadang sebagai salah satu yang terbaik dari 2023 dari berbagai media, memicu saya untuk membuktikan perkataan tersebut. “Fallen Leaves” merupakan film ke-20 Aki Kaurismaki yang melajutkan karya-karyanya yang tergabung dalam seri Proletariat. Film yang dirilis pada Cannes Film Festival ini akan menawarkan sebuah suguhan cerita cinta yang amat berbeda.
Fokus pada cerita ini terpusat dengan sosok Ansa, diperankan oleh Alma Poysti, yang sehari-hari bekerja di sebuah supermarket. Walaupun dunia telah modern, namun apa yang diperlihatkan Ansa lumayan jauh dari modern. Ia hidup di sebuah apartemen kecil, dan masih mendengarkan siaran radio dari mesin radio klasik. Begitupula dengan gawainya yang mengingatkan saya dengan merk-merk Nokia di periode 2000-an.
Di sisi lain, film ini memperkenalkan sosok Holappa, diperankan oleh Jussi Vatanen, yang sehari-hari bekerja sebagai buruh metal. Sejak diperkenalkan, karakter ini cukup menarik. Ia menghirup rokok di sebuah area yang jelas-jelas berisi larangan. Memang sih, pria yang satu ini gemar untuk keluar dari jalur batas. Ia pun kecanduan dengan minuman beralkohol, sampai-sampai harus menenggaknya diam-diam di tempat kerja.
Pertemuan Holappa dan Ansa sendiri diawali ketika mereka sama-sama menghadiri sebuah klub karaoke bersama rekan mereka masing-masing. Walaupun hanya saling menatap, keduanya tidak berkenalan dan tidak melakukan apa-apa.
“Fallen Leaves” memperlihatkan sosok Ansa yang cukup memprihatinkan. Saking sulitnya, Ia harus mencuri makanan-makanan kadaluarsa dari tempat kerjanya. Sampai suatu ketika, perbuatannya terbongkar dan Ia harus kehilangan pekerjaannya. Begitupula dengan Holappa, Ia menderita sebuah kecelakaan tempat kerja. Namun, karena ketahuan tengah mabuk, sehingga Ia dianggap lalai dan juga dikeluarkan.
Cerita “Fallen Leaves” sendiri ditulis dan disutradarai oleh Aki Kaurismaki. Film yang tergabung dalam official selection Cannes Film Festival 2023 ini berhasil meraih Jury Prize. Ini pun sudah kemenangan kedua, setelah meraih penghargaan yang sama di tahun 2022 melalui “The Man Without a Past.” Secara penyajian, saya menyukai tone yang dihadirkan film ini. Terasa hangat dan mengingatkan saya dengan film-film dua dekade sebelumnya.
Dari segi cerita, “Fallen Leaves” memang terasa unik. Kedua karakter utamanya dihadirkan sebagai sosok yang kikuk. Tak ada kesan romantis yang perlu di ekspektasi dari dialog keduanya. Yang ada, penonton akan menikmati ucapan-ucapan lugas, yang hampir muncul dari setiap karakternya. Saya menyukai penggambaran kedua karakter yang sebetulnya sama-sama depresif. Sebagai sebuah cerita cinta, kisah ini terasa cukup outlier dalam genre-nya.
Dari sisi komedi, film ini juga tidak menyajikan kelucuan dari kedua pemainnya. Kesan-kesan lucu malah muncul dari rupa para pendukung. Misalnya seperti sang security rese yang amat jelas memasang tampang sok tegas. Ataupun juga sosok rekan kerja Holappa yang bernama Huotari, yang diperankan Janne Hyytiainen, yang cukup gede rasa untuk ditemukan oleh para pencari bakat.
Unsur penting yang cukup meramaikan film ini adalah soundtrack-soundtrack lama yang hadir memenuhi ceritanya. Mulai dari lagu “Get On,” “Syyspihlajan alla” yang dinyanyikan Huotari, lagu “Serenade” Franz Schubert, sampai “Mambo Italiano” yang membawa kita kepada periode 1950-an.
Film yang berdurasi 81 menit ini memang akan hadir cukup unik. Walaupun tidak tergolong sebagai film mainstream, “Fallen Leaves” justru akan menarik minat penonton yang mencari tontonan alternatif. Film ini akan mencuri hati penonton dengan cara yang unik. Suatu pengalaman menonton yang berbeda. In the end, I loves that quirky!