Pada tahun ini, Wes Anderson kembali dengan produksi, namun melalui materi cerita pendek. Lewat “The Wonderful Story of Henry Sugar,” Anderson akan membawa penonton ke dalam visualisasi unik dari suatu kisah, yang seakan membawa kita ke negeri dongeng.
Cerita film ini dimulai dari seorang penulis, yang diperankan oleh Ralph Fiennes, yang sedang menceritakan kesehariannya. Ia lalu mulai bercerita tentang sosok Henry Sugar, diperankan oleh Benedict Cumberbatch, yang merupakan pria kaya karena warisan, namun masih hidup sendiri. Ia menggambarkan sosok Henry sebagai ornamen di dunia ini, yang hanya meramaikan lewat segala keglamoran gaya hidup yang dijalaninya.
Masuk ke dalam kisah Henry, penonton akan dibawa ketika Ia mengunjungi suatu perpustakaan, dan tidak sengaja menemukan sebuah jurnal karangan Dr. Chaterjee, diperankan oleh Dev Patel. Dokter ini berkisah tentang bagaimana pengalamannya bertemu dengan Imdad Khan, diperankan oleh Ben Kingsley, yang merupakan seorang laki-laki yang mampu melihat tanpa menggunakan kedua bola matanya. Dari kisah inilah yang akan membawa Henry untuk menemukan tujuan hidupnya.
Cerita dalam “The Wonderful Story of Henry Sugar” merupakan adaptasi dari cerita pendek karangan Roald Dahl, sosok yang cukup dikenal sebagai penulis cerita fantasi anak. Sebut saja “Matilda,” “The BFG,” sampai “Charlie and the Chocolate Factory” yang sudah diadaptasi ke layar lebar dan mewarnai dunia fantasi kita semua. Pada versi Anderson, Ia mengemas ceritanya dengan cukup unik.
Keunikan yang paling khas adalah dari gaya penceritaan. Setiap karakter utama dalam cerita ini, baik Henry Sugar, Dr. Chaterjee, Imdad Khan, dan sang penulis, akan menarasikan cerita pada penonton. Seraya bercerita, mereka pun mempertegas laku adegan detil demi detil, yang dikemas terasa cukup sistematis, namun menarik disimak. Misalnya saja ketika salah satu karakter akan menyebutkan bila karakter lain akan mengucapkan suatu kalimat, lalu kemudian ditirukan sesuai penjelasan tersebut.
Keunikan ini tentunya didukung oleh ensemble cast yang beberapa dari mereka terbilang langganan Anderson. Sebut saja Dev Patel dan Ralph Fiennes yang pernah berkolaborasi dalam “The Grand Budapest Hotel.” Yang saya sukai, keempat karakter utama mampu membawakan narasi layaknya storytelling, yang sebetulnya tetap menarik didengar jikalau tak melihat adegannya.
Yang tidak ketinggalan adalah bagaimana jeniusnya Anderson menghidupkan cerita film ini dengan membawakan kemampuan teknis yang luar biasa. Ia akan bermain dengan set-set dinamis, ataupun adegan membawa kendaraan dengan latar video, yang mengingatkan kita dengan film-film klasik 50-an dan 60-an. Yang saya sukai adalah bagaimana karakter bisa sama-sama berjalan beriringan dengan set secara dinamis. Hal ini amat terlihat ketika karakter Imdad Khan sedang bercerita tentang perjalanan hidupnya, yang mana Ben Kingsley harus ikut sibuk melepas atribut disana-sini sambil berceloteh ria.
Hadir dengan amat artistik, tetap tidak membuat Wes Anderson menghilangkan signature touch-nya. Anderson kembali menyajikan set-set yang berisi dengan beragam hal dengan pattern ataupun palette warna yang seragam. Yang cukup saya cermati disini adalah penggunaan lightning, yang terasa sederhana, namun berhasil dibuat amat unggul untuk menghidupkan cerita “The Wonderful Story of Henry Sugar.”
Film pendek ini sebetulnya merupakan satu dari serangkaian film pendek buatan Anderson, yang Ia adaptasi dari cerita pendek Roald Dahl. Dirilis di Cannes Film Festival lalu, memang tidak serta merta membuat film ini untuk ditargetkan pada pasar teater. Alhasil, penonton dapat menikmatinya dalam jaringan Netflix. Buat saya, “The Wonderful Story of Henry Sugar” akan menyajikan cerita dalam cerita hingga empat lapis, mudah dimengerti, dan akan mempesona kita layaknya membaca buku dongeng kreatif yang interaktif. Indah seindah ceritanya! Wonderful!