Bukan tanpa alasan film “Ashkal: The Tunisian Investigation” bergenre supranatural-noir. Unsur magis yang tidak rasional di film ini menjadi daya tarik yang mencolok untuk film investigasi surealis ini.
Dalam durasi 94 menit, film “Ashkal: The Tunisian Investigation” menguraikan investigasi kasus pembakaran diri atau self-immolated yang terjadi beruntun di area The Gardens of Carthage, Tunisia–daerah yang direncanakan untuk bangunan para estat. Referensi latar yang menyinggung sisi kapitalisme Tunisia dalam film ini rupanya berasal dari kasus Mohamed Bouazizi, seorang pedagang kaki lima yang melakukan aksi bakar diri sebagai protes atas penyitaan dagangannya yang memicu Revolusi Tunisia.
Sutradara Youssef Chebbi menyisipkan kritik politis dengan narasi fiktif sehingga mengamankan karyanya dari isu sensitif. Lebih dari itu, film ini memenangkan beberapa penghargaan, salah satunya The Critic Award for Arab Film kategori Best DIrector.
Film “Ashkal: The Tunisian Investigation” memiliki cara penyajian cerita yang agak berbeda. Alurnya lambat, minim drama, tema yang serius sepanjang waktu, untuk ukuran film investigasi, tidak menyimpan banyak kejutan, dan film ini memilih akhir yang terbuka. Mengutip istilah Avi Offer dari ulasannya di The NYC Movie Guru, film ini berakhir tanpa third act atau penyelesaian ala-ala film Hollywood.
Jadi, bila disandingkan dengan film investigasi semacam “The Silence of The Lamb” dan serial sejenis “CSI” dan “Criminal Minds”, film ini jauh lebih bisa dipercaya sekalipun dengan unsur supranatural–menariknya, justru bagian inilah yang menjaga rasa penasaran audiens. Peranan Fatma Oussaifi sebagai lead actress tidak dapat dihilangkan, akting gestur dan mimiknya detail. Keberadaan ia dan Mohamed Grayaa yang juga membuat suasana film ini lebih mirip film dokumenter ketimbang fiksi.
Pace pelan dan misterius film ini didukung dengan banyaknya pengambilan transisi lambat. Tidak ada yang istimewa dari pengambilan gambar, tetapi tidak ada pergerakan yang sia-sia juga. Sinematografi film ini dirasa cukup untuk menyampaikan petunjuk dan sorotan melalui permainan fokus yang tegas.
Scoring film ini hampir tidak disadari keberadaannya. Saking sunyi dan melebur dengan tiap adegan yang ada—dalam arti yang baik. Iringan berbeda tiap kali meningkatnya ketegangan jadi keistimewaan tertentu untuk musik tema garapan Thomas Kuratli ini.
Dapat disimpulkan, film “Ashkal: The Tunisian Investigation” tidak direkomendasikan untuk mereka yang mencari tontonan hiburan. Film ini penuh teka-teki dan simbol-simbol yang barangkali hanya dipahami sepenuhnya setelah mengetahui budaya sosial dan politik Tunisia.