Digadang sebagai salah satu animasi terbaik dalam musim ini, membuat “Marcel the Shell with Shoes On” memberi ekspektasi yang begitu besar. Bagaimana tidak, film ini termasuk ke dalam daftar distribusi A24, yang membuatnya namanya sebagai salah satu FYC bersama peraih Best Picture tahun ini, “Everything Everywhere All at Once.”
Seperti judulnya, film ini terfokus pada sosok Marcel, disuarakan oleh Jenny Slate. Marcel adalah seekor keong yang kreatif. Ia mampu menggerakan bola tenis untuk ke mana saja. Ini belum termasuk bagaimana Ia memanfaatkan berbagai macam perabotan yang ditinggalkan sang pemilik. Oh ya, Marcel tinggal di sebuah rumah kosong yang hanya ditinggali Ia dan sang nenek, Connie, yang disuarakan oleh Isabella Rossellini. Kehadiran keduanya pun dilengkapi dengan sosok anjing penjaga rumah.
Apa yang dihadirkan “Marcel the Shell with Shoes On” terasa berbeda. Film yang sebetulnya juga mengandalkan stop motion layaknya “Guillermo del Toro’s Pinocchio,” film ini memadukan unsur realis dengan bersetting di sebuah rumah salah satu suburb di Amerika. Keunikan dari film ini berawal dari bagaimana film ini dikemas, layaknya sebuah mockumentary. Penonton akan dihadapkan untuk menyaksikan Marcel yang tengah direkam oleh Dean, sosok manusia di dalam cerita ini.
Layaknya “Doctor Doolittle,” Dean, yang juga sutradara dan memainkan sebagai dirinya sendiri di film ini melakukan beragam interaksi dengan Marcel. Ia ingin merekam hari-hari Marcel. Sampai suatu ketika, Ia berinisiatif memasukkannya ke dalm Youtube. Voila! Marcel dengan ‘cukup instan’ menjadi si keong yang fenomenal.
Film yang ditulis Dean Fleischer Camp ini sebetulnya bukan menawarkan sesuatu hal yang baru dalam animasi. Akan tetapi, cara pendekatan yang membawa penonton terfokus dengan cerita hidup Marcel yang terasa menarik. Secara penyajian, saya amat memuji bagaimana penggarapan yang dilakukan untuk menggabungkan kondisi realita dengan animasi Marcel.
Akan tetapi, secara alur, “Marcel the Shell with Shoes On” tidak menawarkan sesuatu yang entertaining. Menyaksikan cerita dan daya pikir Marcel yang tidak main-main, malah semakin membuat saya bosan di tengah perjalanan ceritanya. Sampai akhirnya, energi saya seakan terkuras untuk menikmati adegan-adegan yang menarik tanpa cerita yang terasa begitu berbobot. Tentunya, anak-anak pun akan bosan dengan ceritanya.
Secara eksekusi, penyajian “Marcel the Shell with Shoes On” terbilang kreatif. Upaya stop motion yang dilakukan melalui karakter mungil yang keliatan serba bisa ini sebetulnya cukup brilian. Saya cukup terpana ketika bagaimana rak laci dimanfaatkan, ataupun ketika Marcel memanfaatkan perabot dapur untuk menggoyang agar buah-buah di pohon jatuh.
Sebetulnya, topik yang diangkat film ini terbilang relevan dengan kondisi saat ini. Influencer instant! Marcel digambarkan sebagai personifikasi dari para sosok mendadak viral yang seringkali dikaitkan dengan media sosial. Sayangnya, bagian ini kurang terlalu dibahas secara pros dan cons nya, yang sebetulnya akan membuat ceritanya semakin menarik. Film ini malah terfokus dengan bagaimana Marcel mendapatkan kesempatan untuk hadir di ’60 Minutes,’ salah satu program berita favorit Ia dan nenek Connie.
Andai saja upaya Marcel untuk mencari pemilik rumah dapat dikemas ala “Missing,” pastinya bakal benar-benar intense. Disini, semuanya terasa begitu cepat dan ya udah. Penonton akan akan diperlihatkan bagaimana interaksi komentar-komentar ataupun netizen-netizen yang hadir diam-diam untuk membuat konten dari depan rumah Marcel. Ujung-ujungnya fenomena ini kurang berhasil digali, dan hanya sebatas pemanis saja dalam ceritanya.
Akhir kata, kembali ke fokus bahasan saya, apa artinya bila penyajian yang dieksekusi dengan baik tetapi kurang berhasil memberikan tontonan yang berkesan? “Marcel the Shell with Shoes On” terbilang adalah contoh yang baik untuk kasus tersebut, yang mengingatkan kita untuk tidak sekedar pada eksekusi luar biasa, namun pesan ceritanya yang tidak tersampaikan. Saya malah hanya menduga jika nominasi Academy Awards yang didapatnya hanya sebagai upaya eksekusinya yang berbeda dengan animasi-animasi lain di tahun ini.