Film panjang pertama Makbul Mubarak berjudul “Autobiography” mendapatkan sambutan hangat di berbagai macam festival bergengsi. Filmnya sendiri bahkan meraih penghargaan di beberapa festival, sebut saja seperti Venice Film Festival, Asia Pacific Screen Awards, Golden Horse Film Festival dan masih banyak lainnya.
Filmnya sendiri menceritakan tentang pria muda bernama Rakib (Kevin Ardilova) yang hidup sendirian karena ayahnya (Rukman Rosadi) sedang mendekam di penjara dan kakaknya bekerja sebagai TKA di Singapura. Keluarga Rakib sudah turun temurun menjadi pelayan untuk keluarga Purnawinata (Arswendy Bening Swara) seorang pensiunan militer yang kerap dipanggil ‘Jenderal’ oleh warga sekitar. Suatu hari, Purna kembali ke desa tersebut untuk mencalonkan diri sebagai Bupati. Rakib mau tidak mau menggantikan sosok ayahnya yang sebelumnya bekerja sebagai pelayan Purna.
Ada interaksi menarik yang terjadi diantara mereka berdua di paruh awal film. Rakib inisiatif menyuguhkan kopi dan Purna mengatakan “Siapa bilang saya minum kopi?” dengan nada dingin yang terasa intimidatif. Sebuah adegan sederhana yang langsung menggambarkan kekuasaan Purna. Rakib tak merasa segan dengan Purna, tetapi ia merasa takut. Namun secara perlahan, rasa takut itu berubah menjadi kagum saat Rakib merasa bahwa Purna seperti mentor dalam hidupnya.
Bahkan di beberapa momen, hubungan mereka sudah seperti ayah dan anak. Momen-momen itu dibangun dari hal-hal kecil, mulai dari Purna mengajarkan Rakib cara menembak, main catur, hingga makan mie instan berdua. Pada suatu momen, Purna mendapati poster kampanye-nya dirusak oleh seseorang. Rakib langsung membantu Purna menemukan pelakunya dan sejak saat itulah pandangan hidupnya mulai berubah.
Makbul Mubarak saya akui gila, in a good way. Ia benar-benar sukses mengangkat isu patriarki dan dampak kekuasaan militer terhadap rakyat sipil di Indonesia menjadi dua jam penuh kengerian yang terasa nyata. Kisahnya sendiri diangkat dari ketakutan masa kecil Makbul yang membuat film ini terasa begitu personal, dekat dan relevan. Karakter Purnawinata di sini mungkin seorang mantan militer. Jika melihat arti dibalik ‘kuasa’ itu sendiri menurut KBBI, salah satu maknanya adalah – pengaruh yang ada pada seseorang karena jabatannya. Jadi tanpa harus melihat karakter Purna, tentunya ada banyak ‘kuasa’ yang mungkin dialami oleh banyak orang terlepas dari latar belakang dan profesinya. Itulah mengapa “Autobiography” ini begitu relevan jika ditonton oleh siapapun.
Film ini memang mengangkat isu penting yang saling berkaitan dengan banyak isu lainnya, dan pemilihan untuk fokus pada karakter Rakib dan Purna adalah pilihan yang tepat. Meskipun banyak karakter yang tidak digali lebih dalam, tetapi hal tersebut malah seperti mengisyaratkan bahwa mereka adalah bagian kecil dari Purna dan mereka juga tidak bisa berbuat apapun untuk Rakib. Dua karakter tersebut diperankan dengan sangat baik oleh Kevin Ardilova dan Arswendy Bening Swara. Kevin berhasil meyakinkan penonton dengan ketakutan di mata serta body language-nya. Dan Arswendy… Saya kagum! Penampilannya begitu intimidatif dibalik sikapnya yang terasa hangat dan dingin di saat bersamaan.
Overall, “Autobiography” menjadi sebuah sajian drama-thriller yang terasa begitu personal dan relevan. Dengan performa cast yang bagus, penulisan naskah yang rapi serta sinematografi dan score music yang sukses menciptakan atmosfir mengerikan yang jujur saja membuat saya menangis ketakutan membayangkan hal itu terjadi kepada saya. Bahkan pasca menonton film ini saya masih belum merasa lega karena memikirkan nasibnya si Rakib. Hehe.