Satu hal yang selalu membuat saya penasaran dengan orkestra adalah bagaimana konduktor beraksi di atas panggung. Tangan yang satu memegang stik, yang kadang bergerak tak sama dengan yang satunya. Belum lagi dengan mimik ekspresi yang juga dimainkan. Menurut Lydia Tar, konduktor merupakan seorang pengendali waktu, yang harus dapat mengarahkan musik. Kali ini, melalui “Tar,” penonton akan diajak untuk melihat jatuh bangun dari sang pengendali waktu.
Lydia Tar, yang diperankan oleh Cate Blanchett, sedang berada di puncak keemasan kariernya. Ia merupakan salah satu konduktor wanita tersukses, sebuah profesi yang lebih banyak didominasi para pria. Ia juga penerima EGOT, sebuah sebutan bagi seseorang yang telah memenangkan 4 penghargaan bergengsi (Emmy, Grammy, Oscar, Tony). Sampai-sampai sebentar lagi Ia akan menyelesaikan remake Symphony No. 5 dari Mahler, yang merupakan episode terakhir dari seri musiknya.
Terlepas dari beragam prestasi yang diterimanya, Lydia banyak dikelilingi perempuan. Mulai dari pasangannya Sharon, yang diperankan oleh Nina Hoss, yang memiliki masalah mental. Lalu ada Petra, putri satu-satunya yang diperankan oleh Mila Bogojevic. Lydia juga didukung oleh Francesca Lentini, diperankan oleh Noemie Merlant, yang merupakan asisten pribadinya.
Sebetulnya, penonton akan menjumpai banyak masalah yang dihadapi Lydia. Seperti kata pepatah: “Semakin tinggi pohon, semakin kencang angin menerpa.” Begitupula dengan Lydia. Tontonan yang amat didominasi oleh Cate Blanchett ini akan memperlihatkan bagaimana kesibukannya, sampai-sampai kita akan ngeh ketika Lydia berupaya untuk ‘nyambung’ ataupun terlibat baik dengan orang-orang yang dijumpainya.
Ini mungkin dapat dikatakan sebagai salah satu penampilan terbaik Cate Blanchett. Blanchett yang selalu muncul di semua adegan, berhasil menghidupkan Tar, yang penuh dengan kerisauan dan ancaman. Saya terpukau dengan akting Blanchett yang seakan-akan Ia merupakan seorang maestro, sebuah sebutan bagi Tar di film ini. Terbukti, film yang dirilis di Venice Film Festival ini menghadiakan Blanchett sebagai Best Actress.
Secara penyajian, Todd Field, sutradara dan penulis cerita film ini, terbilang menghadirkan “Tar” lewat suatu pengembangan cerita yang terbilang mantap. Upaya Field yang menghadirkan segala apresiasi musik, teori, sejarah, ataupun realita kekinian, akan seakan membuat penonton terbuai dengan menganggap ini benar-benar suatu realita. Sayangnya, durasi film ini yang hampir dua setengah jam lebih mungkin tidak akan terlalu dilirik penonton. Pasalnya, adegan-adegan penceritaan di film ini akan terasa lambat dengan dialog-dialog panjang di setiap adegannya.
Dari sisi penampilan, selain ngomongin Blanchett, ada beberapa karakter yang mencuri perhatian saya. Salah satunya adalah penampilan Nina Hoss, yang bergerak dalam diam, serta ketabahannya. Lalu juga penampilan Noemie Merlant sebagai asisten Francesca, yang berhasil menjadi karakter manis di depan, busuk di belakang.
Film “Tar” menunjukkan kepada penonton bahwa orang-orang yang diatas juga punya kesibukan dan tantangan mereka sendiri. Kita akan melihat, bagaimana mereka hanya akan terfokus dengan hal-hal yang akan mendukung mereka untuk mencapai tujuan mereka. Sisanya, hanya akan dianggap sebagai basa-basi belaka.
Dari penyajian cerita, “Tar” juga akan membawa penonton ke dalam kondisi banyak negara. Mulai dari kehidupan di Berlin, suasana kelas Julliard di Amerika Serikat, sampai kehidupan Tar yang baru di Thailand. Saya juga sebetulnya cukup kaget dengan sentilan film ini yang menyorot massage girl ataupun fenomena cosplayer di Thailand.
Dari segi musik, mungkin saya tidak perlu berkata-kata lagi. Film yang membahas tentang musik ini melakukan eksekusi musiknya dengan tepat. Hal ini juga mencakup sound editing yang benar-benar akan membawa penonton lewat kesan psychological thriller. Film ini juga sedikit menyentil dengan sentimen identitas yang kerapkali diterapkan orang pada sama kini, yang sama sekali ditentang oleh Tar ketika mengaitkannya dengan hasil karya, terutama musik.
Alhasil, sebagai unggulan Focus Features di musim ini, “Tar” memang selayaknya mendapatkan beberapa slot nominasi. Mulai dari Best Actress in Leading Role, Best Sound Editing, Best Original Screenplay, Best Directing, Best Editing, sampai Best Original Score. Walaupun ini bukan sebuah tontonan yang dapat diterima ataupun dinikmati semua orang, “Tar” terasa amat begitu ambisius. What a nice execution!