Terpilih sebagai pembuka dalam gelaran Jakarta Film Week 2022, banyak sekali ekspektasi yang saya tempatkan pada “Balada Si Roy.” Terlihat sekilas, setting dengan tema 80-an cukup disana-sini, dari stills ataupun sinopsis yang sempat saya baca. Bila ditinjau lebih jauh, film ini ternyata merupakan sebuah adaptasi dari novel.
Seperti judulnya, film ini akan bercerita mengenai Roy, diperankan oleh Abidzar Al Ghifari, seorang remaja laki-laki yang baru saja pindah di Serang. Ia pindah bersama Ibunya, yang diperankan oleh Lulu Tobing, yang sehari-hari bekerja sebagai penjahit. Ia juga ditemani seekor anjing german shepherd yang diberi nama Joe. Joe tak hanya peliharaan, tetapi juga menjadi elemen yang selalu menemani Roy.
Kepindahan Roy ke sekolah baru memang sedikit memberinya culture shock. Ia cukup menentang dengan bagaimana perilaku rekan-rekannya yang cukup tunduk dengan geng Borsalino, yang dipimpin oleh Dullah, diperankan oleh Juan Bione Subiantoro. Dullah memang terbilang spesial. Ia merupakan putra dari salah satu penguasa kota Serang. Tak hanya itu, Dullah juga mengganggap kehadiran Roy malah menjadi ancaman. Ia semakin khawatir bila pujaan hatinya, Ani, yang diperankan oleh Febby Rastanti direbutnya.
Yang perlu disadari, judul film ini yang menggunakan kata balada tentu juga menjelaskan dengan rangkaian apa yang akan dialami Roy. Sebagian besar film ini akan mengisahkan bagaimana hal-hal yang disekitarnya yang diterpa dengan rentetan bencana, yang tidak dipikirkannya.
Seperti yang telah tadi saya katakan, “Balada Si Roy” merupakan adaptasi dari sebuah buku seri berjudul sama yang ditulis oleh Gol A Gong. Ceritanya kemudian ditulis oleh Salman Aristo, yang sudah dikenal banyak untuk karyanya dari “Catatan Akhir Sekolah, ” “Jomblo,” sampai “Athirah.”
Malangnya, film ini dikemas terasa rumit. Ini terilhat dari bagaimana gagalnya karakter Roy yang menurut saya sama sekali tidak berhasil untuk dapat membangun simpati dari penonton akan baladanya. Tidak ada yang salah dengan penampilan debut Abidzar Al Ghifari. Namun, tontonan ini cocok menjadi salah satu obat tidur, untuk menyaksikan karakter Roy yang sok, tengil, adanya pengaitan ala-ala open-minded dimana-mana, ditambah ternyata karakternya yang gak berdaya. Plus, plot cerita yang terasa begitu cepat, termasuk tidak jelasnya konflik utama apa yang sebetulnya diceritakan.
Nah, bagian esensi ini yang membuat “Balada Si Roy” menjadi kurang memikat. Karakter Roy hanya terasa dicelupkan dengan kesan pemberontak, nasionalis, genit, tapi serasa bukan lawan yang tepat untuk Dullah cs. Berbeda halnya ketika anda menyaksikan karakter seperti dalam franchise “Harry Potter”, yang awalnya karakter Harry dirasa cupu, tapi kian lama punya kekuatan untuk menumpas Voldemort.
Oh ya, film ini disutradarai Fajar Nugros, yang sebelumnya pernah menyutradarai “Terbang: Menembus Langit” dan “Yowis Ben.” Saya teringat dengan salah satu ucapan Nugros dalam opening night bagaimana Ia ingin mengadaptasi buku bacaan yang dibacanya dulu. Akan tetapi, “Balada Si Roy” menjadi sama sekali tidak menginspirasi buat saya. Film “Terbang: Menembus Langit” masih jauh lebih unggul jika kita melihat dari kekuatan kisahnya.
Akan tetapi, patut disadari “Balada Si Roy” memang dikemas ambisius. Bila penonton menyaksikan detil demi detil, misalnya saja buku, majalah, sampai kemasan mi instan, dihadirkan seraya membuat penonton bernostalgia dengan era 80-an. Secara penyajian, eksekusi setting yang mungkin kadang terasa disitu-situ saja, misalnya sudut kota Serang, rumah Roy, ataupun lokasi yang ceritanya Anyer, terbilang berhasil disulap dan dipadupadankan dengan sinematografi yang indah dari Padri Nadeak.
Secara keseluruhan, “Balada Si Roy” terasa terjebak dengan elemen-elemen yang diselip-selipkan. Belum termasuk penokohan yang sama sekali tidak membangun keseruan cerita. Jujur, saya memang belum pernah membaca cerita aslinya. Tetapi dugaan saya sosok Roy mungkin memang disusun untuk tidak too good to be true. Bila bisa membandingkan antara Roy atau Dilan, mungkin saya masih akan memilih Dilan, terlepas dari dialog-dialog recehnya.