Buat generasi 90-an awal seperti saya, nama judul film ini mungkin akan cukup familiar. “Noktah Merah Perkawinan” merupakan salah satu judul sinetron yang lagu soundtrack-nya masih teringat dalam benak saya. Di tahun ini, Rapi Films mengemas versi modern-nya ke dalam suguhan layar perak. Menarik? Tentu saja.
Sebetulnya, setting nama yang digunakan di dalam film ini masih sama. Pasangan suami istri yang bernama Gilang dan Ambar, yang kali ini diperankan oleh Oka Antara dan Marsha Timothy, tengah dirundung permasalahan. Pernikahan mereka yang baru sedekade diguncang masalah. Komunikasi keduanya menjadi tidak adem, setelah adanya konfrontasi dari kedua Ibu mereka.
Permasalahan keduanya semakin menjadi runyam ketika hadirnya sosok ketiga, Yulinar, diperankan oleh Sheila Dara Aisha. Ini berawal dari kehadiran Yuli untuk mengantar putra-putri Ambar di rumah orangtuanya. Dari sana, Ia berkenalan dengan Gilang. Setelah Ia mengetahui bahwa Gilang merupakan seorang landscaping designer, Ia menawari proyek yang tengah dilakukan oleh kekasihnya. Disinilah cerita kemudian berlanjut.
Bicara plotnya, apa yang dihadirkan dalam versi filmnya tentu berbeda dengan aslinya. Pada versi aslinya, Ambar merupakan seorang model. Begitu pula sosok suami Ambar yang lebih dikenal dengan nama belakangnya. Pada versi ini, penulis Titien Wattimena dan Sabrina Rochelle Kalangie mampu memodernisasi kisah sinetron klasik ini agar menjadi lebih relevan dengan masa saat ini.
Film ini merupakan featured film kedua sutradara Sabrina Rochelle Kalangie, setelah sebelumnya Ia menyutradarai “Terlalu Tampan.” Bila membandingkan dengan karya terdahulunya, terlihat kesan yang amat kontras berbeda. Jika pada film sebelumnya unsur komik dan komedi yang kental dihadirkan, disini kisah prahara pernikahan yang dibalut dengan suasana dramatis jadi andalannya. Alhasil, ini sebuah eksekusi yang memang pantas untuk dihadirkan pada layar perak.
Secara penyajian, film yang berdurasi hampir dua jam ini memang cukup membuat saya terfokus. Alih-alih mau bernostalgia, malahan jadi batal karena yang dihadirkan disini memang berbeda. Adegan demi adegan dikemas dengan penokohan yang solid. Salah satu simpelnya adalah bagaimana ceritanya juga menyingkap sisi sensitif Bagas, anak sulung yang diperankan oleh Jaden Ocean.
Yup. Namanya cerita pernikahan, apalagi kalau ada tentang selipan atau tema-tema berbau pelakor memang pasti menarik. Sebut saja “The World of Marriage” sampai “Layangan Putus” yang sempat fenomenal. Buat saya, poin terpentingnya adalah di bagian pertengkaran. Seperti versi adu mulut Adam Driver dan Scarlett Johansson dalam “Marriage Story” yang bisa membuat penonton terpaku. Baiknya, “Noktah Merah Perkawinan” juga menyajikan poin-poin penting ini.
Dari sisi ensemble cast, saya amat memuji penampilan Marsha Timothy, terutama dengan aura negatif dan drama queen yang membahana. Belum termasuk adegan marah yang kerap dengan suara amat lantang. Berbeda dengan lawan main, Oka Antara mampu menyeimbangi dominasi tersebut terutama ketika bom waktu meledak diantara keduanya. Sedangkan Sheila Dara, tampil sebagai orang ketiga yang mungkin tidak semenyebalkan Anya Geraldine dalam “Layangan Putus” tetapi tetap memikat dengan pesonanya. Pendukung film ini juga cukup mewarnai ceritanya dengan baik, seperti kehadiran marriage counselor yang diperankan oleh Ayu Azhari, kedua pemeran anak yang diperankan Jaden Ocean dan Alleyra Fakhira; sampai sahabat Ambar, Dina, yang diperankan oleh Nazira C. Noer.
Pada versi terbarunya, original soundtrack dari film ini dinyanyikan oleh Isabel Azhari, yang merupakan putri dari Ayu Azhari. Walaupun terbilang cukup berbeda dengan versi aslinya yang dinyanyikan Okki Oktaviani, film ini tahu betul kapan lagu ini harus dikeluarkan di dalam adegan. Dari segi original music, lantunan musik-musik yang dihadirkan oleh Ifa Fachir dan Dimas Wibisana cukup terbilang mampu menghidupkan suasananya.
In overall, “Noktah Merah Perkawinan” versi bioskop ini merupakan salah satu remake yang terbilang berhasil. Saya amat menikmati penampilan Marsha Timothy dan Oka Antara yang begitu kuat, mungkin bisa disebut sebagai salah satu penampilan terbaik di tahun ini. Walaupun rasanya tidak fair jika membandingkan dengan “Marriage Story” milik Noah Baumbach, film ini amat layak untuk disaksikan di layar lebar. Kualitas film-film seperti ini yang saya nantikan di layar perak nasional. Two thumbs up!