Keberhasilan film layar lebar pertamanya, terbilang berhasil mengamankan franchise Sonic the Hedgehog di Paramount untuk memiliki sekuel. “Sonic the Hedgehog 2” akan menyajikan kelanjutan petualangan Sonic dalam menghambat upaya Dr. Robotnik yang kembali mengacaukan bumi.
Awal mula film ini akan bermula di planet jamur, dimana Dr. Robotnik, yang diperankan oleh Jim Carrey, menghabiskan waktu dengan bosan. Karena kelakuannya, Ia berhasil memancing kehadiran Knuckles, yang disuarakan oleh Idris Elba, yang diajaknya serta untuk memburu Master Emerald. Di sisi lain, Sonic, yang disuarakan Ben Schwartz, sedang sibuk asik berupaya menjadi superhero.
Berhubung saya tidak sempat menyaksikal prekuelnya, tentu tidak banyak ekspektasi yang punya. Berbicara tentang Sonic, franchise ini sendiri sebetulnya sudah tidak terlalu asing buat generasi 90-an seperti saya. Karakter Sonic dan kawan-kawannya sudah menghiasi masa-masa 90-an saya melalui console game Sega, jauh sebelum diramaikan Pokemon dan Digimon. Lewat gameplay action yang cepat sambil mengumpulkan cincin, ternyata permainan yang dulu saya mainkan ini terbilang cukup berbeda di layar lebar.
Pada versi layar lebarnya, saya cukup menikmati penggambaran visualisasi Sonic dan Tails, yang secara penyajiannya digabung dengan live action. Sedari awal film ini dimulai, saya amat memperhatikan bagaimana pengemasan detil pada aspek animasinya, yang menawarkan sebuah suguhan kualitas. Apalagi ketika penggabungan adegan dengan set real life yang dikemas cukup rapi disini.
Akan tetapi, “Sonic the Hedgehog 2” punya gaya yang mungkin tidak berhasil membangun minat saya. Film Semua Umur ini awalnya punya pengemasan yang menggugah, misalnya ketika adegan Sonic yang ikut campur untuk menghentikan upaya perampokan para penjahat. Namun, seiring dengan berjalannya cerita, set real life yang digunakan film ini terkesan pas-pasan, seraya mengingatkan kita dengan set-set film televisi yang punya budget terbatas.
Salah satu yang saya rasa cukup unggul di film ini adalah aspek pemilihan soundtrack-nya. Film ini akan menyajikan banyak lagu populer, mulai dari hip-hop 90-an “It’s Tricky” dan “This Is How We Do It,” jazz-nya Norah Jones “Don’t Know Why,” funk “Uptown Funk,” sampai traditional “A Summer Place.”
Secara penyajian, tema komedi amat menghiasi film ini, terutama dengan beragamnya slogan-slogan yang mungkin akan kurang ngena buat orang Indonesia. Begitupula dengan kehadiran slapstick comedy dari Jim Carrey sebagai sang antagonis utama. Carrey, sekali lagi tetap konsisten dengan gaya komedinya yang ekspresif. Baru-baru ini, Carrey sempat mengumumkan jika Ia sebentar lagi akan pensiun dari dunia akting. Saya pun terpikir, bila franchise ini dilanjutkan, bagaimana kabar Dr. Robotnik yang menurut saya agak cukup tak tergantikan jika tidak diperankan Carrey.
Sebagai penutup, “Sonic the Hedgehog 2” memang terbilang sebagai film weekend keluarga. Untuk ukuran tontonan semua umur, film ini akan terasa menyenangkan untuk anak-anak yang menantikan aksi Sonic serta kelucuan antagonis Dr. Robotnik. Walaupun simpulan saya, this is not cup of my tea, upaya menghidupkan franchise ini patut diapresiasi dari usaha penyajian detil yang berkualitas serta penyajian live action animation yang amat rapi.