Satu lagi kisah novel Indonesia yang diadaptasi ke layar perak. Kali ini judulnya “Bluebell” yang ditulis oleh Elvira Natali. Tidak mau berekspektasi terlalu tinggi, film yang dibuat dengan setting Bali ini akan membawa penonton ke dalam cerita cinta Bluebell.
Film ini bergerak dari bagian hampir akhir dari film. Tergambar seorang perempuan, yang kita yakini Ia bernama Bluebell, diperankan oleh Regina Rengganis, yang tengah memandang laut di siang hari. Lantas, adegan memperlihatkan Bluebell tengah terbaring di sebuah kamar rumah sakit, dengan memperlihatkan sosok seorang pria yang sedang cemas dari balik kaca di luar ruangan.
Cerita lalu berlanjut dengan bagaimana kisah ini berawal. Bluebell, adalah seorang surfer, penyanyi lepasan, sekaligus store manager. Paginya akan Ia habiskan untuk berselancar di pantai, dengan mulai mengendarai vespa kuningnya, sambil melewati keindahan alam Pulau Dewata. Begitu kesibukannya. Paduan alam dan musik seakan mewarnai kehidupan Bluebell. Tak lupa, Ia pun punya seorang sahabat, bernama Indra, diperankan oleh Ncess Nabati.
Awal kisah ini ketika seorang pria, yang tanpa jelas, tiba-tiba seakan terhipnotis dikala Bluebell sedang manggung. Lucunya, pendekatan yang dilakukan pria ini cukup menarik. Ia mencoba untuk menarik perhatian Indra, yang juga sedang duduk di acara tersebut, dan membelikannya sebuah pizza demi diperkenalkan dengan pujaan hati. Tapi, kenekatan Mario, nama pria ini, yang diperankan oleh Qausar Harta Yudana, mengalahkan segalanya. Ia kemudian berkenalan dan memulai cerita cinta Bluebell.
Kurang dari satu setengah jam, apa yang dihadirkan film ini akan seindah judulnya. Tapi, untuk ukuran cerita, apa yang ditampilkan terasa hanya sekelas untuk sebuah FTV. Baiknya, Muhammad Yusuf, sutradara film ini, bisa mengemas “Bluebell” dengan paduan gambar-gambar indah di sepanjang film. Tentu, pesona pulau Dewata memang tidak akan pernah ada habisnya. Satya Ginong, director of photography di film ini terbilang berhasil untuk menghadirkan sesuatu yang bukan level FTV.
Membahas ceritanya, tidak ada yang terlalu spesial ataupun mengejutkan dari film ini. Ceritanya sederhana, disertai sedikit komedi dari karakter Indra, dan tidak punya konflik yang begitu berarti. Jalan cerita film ini cukup dikemudi oleh karakter Mario, yang membawa penonton kedalam kebingungan seperti karakter lain di film ini. What!
Kalau penampilannya, kombinasi Regina Rengganis dengan Qausar Harta Yudana pun juga tidak sebegitu mengesankan. Untuk ukuran ensemble cast, ya saya merasa kualitas yang ditampilkan juga lagi-lagi sama sekelas FTV.
Dalam catatan saya, mungkin yang paling berlebihan untuk “Bluebell” adalah scoring Izzal Peterson yang terasa begitu membahana dari awal hingga akhir. Hampir semua adegan diisi dengan score, dan akan membuat penonton seperti menyantap sebuah cake dengan icing yang terlalu manis. Untuk soundtrack-nya, film ini punya 6 track, dan yang paling unggul adalah “Bias” yang dinyanyikan Franda. Awalnya, saya mengira jika Rengganis yang menyanyikannya.
Film ini seperti mau menjelaskan bahwa kadang siapa yang kita sayangi belum berarti merupakan seseorang yang ingin kita habiskan waktu selamanya. Begitupun Bluebell yang kemudian harus terjebak dengan permainan cinta Mario. Yup, begitulah gambaran film ini. Saya mengumpamakannya seperti kue tart biasa, yang dilumuri dengan permainan icing yang cantik dan mempesona, tapi saat dimakan, ternyata kemanisan. Setidaknya, mungkin film ini bisa menginspirasi FTV-FTV di tanah air untuk dapat punya kualitas teknikal serupa.