Surat kabar yang kita baca setiap hari selalu tidak pernah lepas dari politik. Begitupun media massa lainnya. Jurnalisme selalu mengangkat topik yang berkaitan dengan kekuatan dan kekuasaan. Akhir-akhir ini kisah perjalanan para jurnalis memang cukup menarik. Sebut saja “Spotlight” yang beberapa tahun lalu bersinar di Oscar. Di tahun ini, 20th Century Fox menggandeng Steven Spielberg untuk menghadirkan reka ulang salah satu pembongkaran fakta tentang Perang Vietnam dalam “The Post.”
Katherine Graham, yang diperankan oleh Meryl Streep, merupakan pemilik dari The Washington Post. Kala itu, Ia sedang diperhadapkan dengan situasi untuk mencari dana tambahan bagi perusahaan. Rencananya, Ia akan melakukan initial public offering (IPO) untuk mendanai 25 redakturnya. Baginya, mengembangkan dan mempertahankan kualitas surat kabar akan sejalan dengan keberhasilan perusahaan.
Di saat yang sama, editor The Washington Post, Ben Bradlee, yang diperankan oleh Tom Hanks, punya opini yang kadang berseberangan. Persaingan antar suratkabar yang sering berlomba-lomba dengan headline kadang membuatnya untuk mengirim intern-nya untuk mematai koran tetangga, seperti The New York Times, guna mencari informasi. Suatu hari, sebuah kotak tiba diterima oleh salah satu jurnalis. Kotak tersebut ternyata berisi sebagian dari kumpulan berkas rahasia pemerintah. Disinilah kisah bermula.
Untuk kali pertama, Steven Spielberg, sutradara “E.T: The Extra Terrestrial,” “Munich,” dan “Schindler’s List,” berkolaborasi dengan multiwinner dari Academy Awards, Tom Hanks dan Meryl Streep. Tom Hanks yang sebelumnya meraih Oscar dalam perannya di film “Forrest Gump” dan “Philadelphia,” mencoba memerankan sosok Bradlee yang konservatif tapi pengambil resiko. Sedangkan Streep, yang sudah dikenal dalam “Kramer vs. Kramer”, “Sophie’s Choice” hingga “The Iron Lady” ini kembali berperan sebagai wanita berkarakter inspiratif. Dia adalah Katherina Graham, pemilik The Washington Post yang berani mempertaruhkan perusahaannya demi mengulas fakta untuk orang banyak.
Sesungguhnya, terlalu banyak ekspektasi dari saya sebelum menyaksikan film ini. “The Post” merupakan unggulan utama 20th Century Fox di tahun 2017, dan juga punya peluang besar untuk memberi kejutan sebagai salah satu nominasi Film Terbaik. Walau masih terlalu cepat, tapi penggarapan “The Post” yang terbilang singkat, terasa cukup maksimal, sekaligus seakan memberi kode dalam mengkritisi pemerintahan Trump saat ini.
Beruntungnya Spielberg, dengan jajaran cast yang memang mumpuni, film ini saya beri dua jempol untuk penampilan castnya. Walaupun sudah bukan hal yang mengejutkan melihat peran Hanks ataupun Streep yang memukau, tetapi saya lebih tertarik dengan penampilan Bob Odenkirk sebagai Ben Bagdikian. Terbilang sebagai salah satu aktor yang punya peranan penting dalam ceritanya, Odenkirk bisa berhasil membawa kesan kekuatiran akan ancaman dari aksinya sebagai jurnalis. Tentu berbeda dengan Graham ataupun Bradlee yang mungkin akan lebih banyak berbicara, tetapi bukan pelaku lapangannya.
Begitupun dengan kolaborasinya ke 24 dengan komposer legenda John Williams, yang masih produktif berkarya. Mendengar sepintas musik film ini seakan punya gaya yang hampir sedikit sama dengan yang pernah dihadirkannya dalam “Lincoln.” Tapi, sebetulnya memang berbeda. Yang menarik, demi menuntaskan score film ini, Williams rela untuk tidak jadi menyiapkan score untuk film Spielberg lainnya, “Ready Player One” yang direncanakan tayang Maret 2018.
Dari sisi sinematografi, Janusz Kaminski kembali dipercaya untuk menjadi director of photography film ini. Di awal film, adegan-adegan perang Vietnam dikemas cukup menarik, mengingatkan saya ketika Ia pernah menggarap “Schindler’s List” ataupun “Saving Private Ryan” bersama Spielberg. Berhubung sebetulnya film ini lebih condong ke drama surat kabar, Kaminski dapat menangkap ketegangan yang terjadi lewat shot-shotnya. Begitupun ketika film ini yang lebih didominasi dengan dialog-dialog adu argumen.
Jika membahas ceritanya, film yang ditulis oleh Josh Singer dan Liz Hannah ini mungkin terbilang cukup oke dari naskahnya. Sayang, perlu 1 jam untuk benar-benar masuk ke inti ceritanya. Yang menarik, Spielberg menyajikan bagaimana produksi headline di suatu surat kabar dengan begitu cermat. Penonton melihat bagaimana proses pembuatan suatu koran setiap harinya, dari bagaimana usaha mendapatkan berita, proses pengetikannya naskah, menjalani proses editing, persiapan layout, dicetak tengah malam hingga didistribusi ke berbagai tempat.
Sayangnya, film ini terasa berkesan tapi seakan larut kemudian. “The Post” seakan tidak punya nyawa dari segala kebaikannya yang ada. Saya mencoba menikmati film ini, tetapi kurang berhasil memikat. Banyaknya pemain membuat komposisi lead cast terasa kurang dominan, membuat kesan inspiratif dari seorang Graham, yah jadi begitu saja. Juga, film ini mungkin tidak akan cocok bagi anda yang tidak terlalu menikmati drama politik. Saya hanya ragu kalau film ini mungkin tidak akan se-eksotik “Spotlight” mampu bersinar setelah dan menuai pujian dari langkah beraninya menguak kekerasan seksual pada altar boy. Unfortunately, walaupun terbilang oke, tapi film ini sangat berpotensi untuk menjadi film kesekian Spielberg seperti “War Horse” ataupun “Munich” yang terasa begitu saja, lenyap oleh waktu yang bergulir.
Thanks to 20th Century Fox for providing the screener. The Post will be limited release on December 22nd.