Privacy. Kadang kita tidak menyadari, setiap akses kita yang berikan saat menggunakan berbagai aplikasi merupakan data yang bernilai. Mungkin Anda akan merasa jika pembuat aplikasi tersebut terkesan ‘baik’ saat menyodorkan kemampuannya yang membantu utilitas kita sehari-hari. Akan tetapi, tanpa kita sadari, aktivitas kita yang terekam merupakan data yang berharga bagi mereka. Dalam “The Circle,” sutradara James Ponsoldt mengangkat ceritanya ke layar lebar.
Kisah film ini terpusat pada seorang perempuan bernama Mae Holland, diperankan oleh Emma Watson, yang mulai lelah dengan kehidupan pekerjaannya. Suatu ketika, sahabatnya yang bernama Annie Allerton, yang diperankan oleh Karen Gillan, memberitahu sebuah kabar baik. Perusahaan tempat Ia bekerja, yang disebut The Circle, meloloskan aplikasi Mae. Mae diundang untuk melakukan interview. Ia pun berhasil lolos beserta ratusan pelamar baru yang diterima.
Dengan sangat excited, Annie memperkenalkan Mae dengan fasilitas ‘The Circle’ yang top markotop. Mulai dari tempat untuk party, yoga, hingga bangunan-bangunan lain yang terdapat di dalam kompleks kantornya. Tidak hanya aktivitas saja, Mae pun harus siap untuk mendapatkan medical tracking yang memeriksa kesehatan melalui sensor berwarna hijau yang terlah diminumnya. Tapi ini belum selesai. Sebagai karyawan The Circle, mereka juga diwajibkan untuk memiliki akun di ‘trueyou,’ semacam aplikasi media sosial yang merekam segala aktivitas mereka.
Lalu Ia diperhadapkan dengan kegiatan rutin perusahaan. Seluruh pegawai berkumpul di sebuah aula besar, dari sosok pemilik The Circle, Eamon Bailey, yang diperankan oleh Tom Hanks, muncul di keramaian. Dengan berlatarbelakang layar LCD yang super besar, Ia memanggil para ‘guppies,’ sebutan untuk para pegawai baru. Ia juga memperkenalkan teknolog terbaru mereka, ‘SeeChange,’ yaitu sebuah perangkat kamera kecil yang mampu untuk merekam segala aktivitas dan kemampuan untuk menyajikan beragam data dari rekaman yang telah disimpannya.
Cerita film ini berangkat dari sebuah novel tahun 2013 yang dikarang oleh Dave Eggers. Ia kemudian bersama Ponsoldt menulis kembali ceritanya dan jadilah adaptasi keduanya. Bicara ceritanya, film ini cukup membawa penonton untuk cukup ‘sadar’ dengan privasi yang kini semakin diruntuhkan. Openness. Begitulah salah satu yang diangkat The Circle. Menurut mereka, dengan menjadi transparan dan akuntabel, setiap orang dapat mengevaluasi pemimpin mereka, menolong orang-orang dari bahaya, serta bisa mencari siapapun dalam waktu sekejap.
Sayang. Kadang ketika kita mewajibkan orang lain untuk menjadi transparan, masih dibutuhkan fairness agar semuanya bisa selaras. Fairness, yah, menurut saya. Dengan bersikap adil, dimana semua pihak menjadikan diri mereka transparan, tentu jadi hal yang ideal. Singkatnya, ‘Tidak ada lagi dusta diantara kita.’
Bicara penyajian filmnya, Ponsoldt menyajikan ceritanya yang lumayan kuat di drama dengan tambahan bumbu-bumbu yang terkesan meneror. Sosok Mae seperti dihadirkan Ponsoldt dengan situasi-situasi yang kesannya seperti mengecam, tapi, in the end terlihat tidak ada suatu yang terlalu berarti. Tepatnya, dramatisasi mencekam yang cukup berlebihan.
Malangnya lagi, cast film ini yang mengusung Hanks dan Watson ternyata tidak menjadi suatu jaminan. Hanks bisa memainkan perannya sebagai antagonis, tapi ternyata hanya terasa jadi antagonis ‘pajangan.’ Begitupun dengan kehadiran John Boyega yang berperan sebagai Ty Lafitte, yang seakan menyimpan misteri yang besar, tapi ujungnya ya cuma begitu saja.
Secara keseluruhan, film ini tidak seperti yang saya sangka. Mungkin saya terlalu berekspektasi tinggi, karena notabene juga belum pernah membaca novelnya. Saya hanya mengira kalau plot ceritanya sebetulnya masih bisa dikemas lebih action (tanpa melihat unsur adaptasi novelnya). Saya setuju dengan pendapat beberapa teman saya yang bilang kalau film ini, “ya cuma gitu aja.” Ya, memang cuma gitu aja sih.