Di featured film kedua puluhnya, Pedro Almodovar ingin menghadirkan cerita berisi kekesalan yang menahun. Melalui “Julieta,” sutradara Spanyol ini menghidupkan sebuah drama lewat sosok seorang wanita dengan rentetan kekecewaan dan kesepiannya.
Julieta Arcos, diperankan oleh Emma Suárez, sebentar lagi akan segera pindah bersama kekasihnya ke Portugal. Akan tetapi, pertemuannya dengan Beatriz, sahabat putrinya saat masih kecil, mengubah segalanya. Beatriz mengatakan kalau Ia sempat bertemu dengan Antia, putri tunggal Julieta. Sejak saat itu, Ia mengurungkan niat dan memutuskan tetap tinggal Madrid.
Di kala Ia berniat untuk mencari putrinya yang kini menghilang, Julieta mengulang kembali ceritanya. Ia menulis kembali kisah hidupnya. Ia pun kembali masuk ke dalam perjalanan hidupnya yang sebetulnya cukup pahit. Yang kadang terlihat manis, namun ternyata cukup menyakitkan.
Film berdurasi satu setengah jam ini dihadirkan Pedro Almodovar dari tiga buah kisah pendek yang ditulis oleh peraih Nobel Sastra asal Kanada, Alice Munroe. Awalnya, Ia ingin mengadaptasi seperti kisahnya, dengan mengambil latar Vancouver dan mengusung Meryl Streep sebagai pemain utamanya. Akan tetapi, rencana berubah dan Ia mengubah settingnya menjadi di Spanyol.
Film ini merupakan salah satu official selection Cannes Film Festival 2016. Lalu kemudian terpilih sebagai perwakilan Spanyol untuk Best Foreign Language Film di Academy Awards. Sayangya, film ini tidak berhasil masuk ke dalam Top 5 disana, tapi lolos ke dalam Top 5 foreign films versi National Board of Review.
Berbicara kisahnya, penonton akan terfokus pada hidup Julieta. Berangkat dari perjalanannya yang berprofesi sebagai seorang guru, lalu ke perjalanan cintanya dan derita sang Ibu. Kisah berlanjut dengan kematian suami sekaligus misteri putri tunggalnya. Almodovar mencoba bercerita dengan permainan narasi, yang kadang terasa tenggelam dengan keindahan scene yang diperlihatkan.
Kalau penampilan para pemainnya, Adriana Ugarte berhasil membuat kita terpana dengan sosok Julieta muda, dan ikut berempati dengan Julieta tua yang cemerlang diperankan Emma Suárez. Walaupun keduanya tidak memiliki penampilan yang serupa, namun saya merasa ketika adanya transisi perpindahan dari Julieta muda ke Julieta tua memperlihatkan kematangan karakternya, terutama bagaimana Ia mencoba menata kembali hidupnya. Julieta muda seakan tampil bersinar hingga tiba di puncak permasalahan, hingga sosok Julieta tua yang depresif mencoba bangkit kembali dari kekelaman. Keduanya, terutama Suárez , benar-benar bisa menghadirkan ekspresi kesesalan menahun yang coba disampaikan Almodovar.
Walaupun kadang terasa agak sedikit membosankan, tapi saya menyukai suasana yang diperlihatkan. Almodovar benar-benar akan mengundang rasa ingin tahu penonton pada sosok Antia yang misterius. Antia memang tidak dihadirkan dalam versi masa kini-nya, Ia dihadirkan hanya dalam bentuk masa lalu, yang telah berubah menjadi kenangan pahit buat Julieta. Ditutup dengan menarik, film ini seraya mengingatkan saya dengan penggalan awal lagu S.M. Muchtar, “Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa…”
