Sepintas saya tidak menyangka ketika film ini hampir sejenis dengan “Time’s Traveler Wife.” “About Time”, romansa yang digadang sebagai persembahan featured film terakhir Richard Curtis, ternyata menawarkan sebuah kisah hidup seorang pria penjelajah waktu, walaupun sama-sama mengusung Rachel McAdams sebagai main love interest-nya.
Ia bernama Tim Lake, diperankan oleh Domhnall Gleeson. Ia hidup dengan keluarganya yang unik di Cornwall, Inggris. Mereka punya rumah yang berada di tepi laut. Hampir setiap hari mereka menghabiskan waktu untuk tea time sambil melempar-lempar batu, bercakap-cakap, dan kadang hingga sampai rutin mengadakan layar tancap pada situasi cuaca apapun.
Suatu ketika, saat usianya sudah menanjak ke 21 tahun, sang Ayah, diperankan oleh Bill Nighy, memberitahukan sebuah rahasia keluarga padanya. Awalnya Tim hanya mengganggap kalau ini hanyalah sebuah lelucon, oleh sebab Ayahnya berkata kalau setiap pria di dalam keluarga punya kemampuan untuk berpindah-pindah ke masa lalu. Caranya, Ia hanya perlu untuk ke sebuah tempat tertutup, lalu mengepal kedua tangannya dengan kencang sambil membayangkan memori yang ingin Ia ulang. Ternyata, ini bukanlah sebuah lelucon. Hari itu mengubah kehidupan Tim.
Film berdurasi 123 menit ini, dibungkus Richard Curtis sebagai kisah perjalanan Tim Lake. Mulai dari hari yang mengubah hidupnya, hingga Ia menyadari berbagai macam hal setelah Ia bermain-main dengan waktu. Sayangnya, Curtis tidak terlalu memperhatikan dasar cerita yang telah Ia susun. Bila Anda memperhatikan ceritanya dengan baik, ada beberapa inkonsistensi dalam ceritanya. Seperti Tim tidak dapat untuk kembali ke masa lalu yang sama selama dua kali, ataupun mengajak wanita untuk menjelajah waktu.
Akan tetapi, Domhnall Gleeson, aktor Irlandia yang pertama kali saya saksikan di “Ex Machina” akan menghadirkan sebuah penampilan yang cukup memikat. Saya menikmati sebuah keunikan tersendiri ketika menyaksikan Gleeson dengan karakternya yang ceroboh, ceplas ceplos, dan meyakinkan.
Lain halnya dengan Rachel McAdams disini. Karakternya seakan dikemas sebagai sosok yang insecure dan gampangan buat saya. Tim tidak perlu sesuatu yang macam-macam untuk menaklukkan hati seorang pembaca naskah di sebuah penerbitan. Yang saya sukai dari Mcdams adalah satu hal: siapapun karakter prianya, Ia akan berhasil membuatnya terlihat cocok. Dan demikian yang terjadi di film ini beserta film-film kisah cinta Nicholas Sparks yang dibintanginya.
Yang perlu juga jadi catatan disini adalah kehadiran Margot Robbie, aktris asal Australia yang memulai debut featured film Hollywood-nya. Ia kemudian dikenal sebagai bombshell Scorcese dalam “The Wolf at the Wolf Street” ataupun Harley Quinn dalam “Suicide Squad.” Yup, Robbie clearly define that she’s will become the next bombshell from this movie. And this is happen.
Cerita film ini memang panjang dan penuh keganjilan, tetapi Richard Curtis menghadirkan tontonan yang tidak membuat bosan dan lumayan menghibur. Saya suka dengan pesan yang Ayahnya yang dinarasikan Tim: And so he told me his secret formula for his happiness. Part one of the plan was that I should just get on with ordinary life, living it day by day, like anyone else. … But then came part two of Dad’s plan. He told me to live every day again almost exactly the same. The first time with all the tensions and worries that stop us noticing how sweet the world can be, but the second time noticing.
Film ini sebetulnya cukup membuat saya kaget. Awalnya, ekspektasi saya hanya sebatas kisah percintaan Tim dan Mary. Ternyata, di luar ekspektasi, film ini malah lebih berbicara yang jauh lebih luas dari itu semua: untuk menikmati setiap hari kita secara luar biasa dari hidup kita yang mungkin hanya biasa. Awesome!