Table of Contents
🇮🇩 Bahasa Indonesia – Original
Berawal dari kumpulan graduate komika Stand Up Comedy KompasTV, akhirnya trio Rigen-Hifdzi-Rispo yang mengusung nama GJLS masuk ke layar lebar. Mengusung judul “GJLS: Ibuku Ibu-ibu,” sudah memperlihatkan betapa ketidakjelasan yang ditawarkan. Parahnya, saya tertarik menyaksikannya. Apakah benar-benar menghibur?
Film ini menyatukan trio GJLS sebagai kakak-beradik dari sebuah keluarga yang baru saja ditimpa kabar duka. Sang Ibu meninggal dunia, dan meninggalkan Tyo, sang ayah yang diperankan Bucek Depp, untuk mengurus kontrakan sekaligus ketiga anaknya yang tidak beres.

Ketiganya punya satu kesamaan: sama-sama bermasalah. Diawali Rispo, si mesum yang sedang dikejar-kejar debt collector pinjaman online. Lalu Rigen, yang sehari-hari bekerja sebagai pawang hujan, tapi baru saja kehilangan mobil yang dipinjam dari temannya. Sampai Hifdzi yang dikejutkan dengan kehamilan pacarnya. Masalah ini menuntut mereka untuk mencari titik keluar permasalahan, yaitu uang. Nekatnya, mereka meminta Tyo untuk menjual kontrakan miliknya demi menyelesaikan permasalahan anak-anaknya.
Masalahnya, tidak semua itu Ferguso. Tyo menolak mentah-mentah usul tersebut. Ia malah memperkenalkan Feni, diperankan oleh Nadya Arina, seorang perempuan muda yang kini jadi pacarnya. Tentu, anak-anaknya shock. Mereka pun mencari jalan keluar sekaligus mencari tahu modus Feni yang amat mencurigakan.
“GJLS: Ibuku Ibu-ibu” dikemas dalam tontonan komedi 95 menit, dan disutradarai oleh Monty Tiwa, yang pernah menyutradarai “Critical Eleven“ dan “Test Pack.” Secara penyajian, sebetulnya saya cukup menyadari pengemasan filmnya yang juga tidak jelas. Ada banyak adegan yang sebetulnya terasa seperti adegan “dibuang sayang,” namun dihadirkan menyatu dengan isi film. Upaya “inovasi” ini mungkin terasa jadi hiburan baru. Tapi buat saya, ini seperti mengemas filmnya dengan asal-asalan.

Bagian yang saya maksud tadi cukup mewarnai isi film. Ini memperlihatkan bagaimana para cast benar-benar terbahak-bahak dengan dialog yang mereka jalankan. Jeleknya, hal ini diramaikan dengan pengulangan adegan. Untuk ukuran receh, sebetulnya cukup menghibur. Tapi, saya merasa bagian-bagian ini lebih cocok menjadi pengisi end credits, ketimbang selipan audisi yang ujung-ujungnya promosi film.
Bicara ceritanya, awalnya kerecehan yang ditawarkan kurang mengena buat saya. Padahal cukup receh. Namun, semakin ke belakang, saya cukup menyukai penampilan Rispo. Rispo terbilang seperti man of the match, yang mewarnai ceritanya. Tanpa Rispo, rasanya keseriusan Rigen ataupun drama hidup Hifdzi tak akan bisa semenghibur itu.
Bicara ensemble cast-nya, terbilang cukup beragam. Ada Luna Maya dan Maxime Bouttier, Ebel Cobra, Davi Siumbing, sampai menyajikan komedi kasar secara fisik dari Ryan Balita dan Debby Ceper. Walaupun tidak ada yang begitu spesial, namun yang paling mencuri perhatian saya adalah sosok Feni, terutama pada saat cerita berjalan sambil mencari kejelasan dari “deal” yang dibahas Feni dan Tyo. Oh ya, sosok “Mulyo Nurut” juga jadi salah satu yang tidak boleh dilewatkan.

Bicara judulnya, selagi menyaksikan film ini, sebetulnya saya berupaya mencari tahu apa arti dari “Ibuku ibu-ibu.” Apakah ini bermaksud tentang sosok Ibu yang baru saja meninggal? Atau tentang calon Ibu baru mereka, Feni? Atau ini lebih kepada sosok Rispo yang nantinya sempat berpura-pura menjadi Ibu? Malang, sampai penulisan ulasan ini pun saya masih tak tahu. Ah, memang tidak jelas.
Untuk ukuran sebuah tontonan, saya merasa “GJLS: Ibuku Ibu-ibu” terbilang oke lah. Ini hanya berlaku jika Anda klik dengan sajian komedi receh. Bila membandingkan dengan komedi lain seperti “Agak Laen,” yang juga jebolan stand up comedy, rasanya masih jauh di bawah. Mungkin bila film ini akan dilanjutkan dengan sekuel berikutnya, saya sepertinya masih akan berpikir dulu untuk mau menyaksikannya. Alasannya, ya seperti judulnya—sekali lagi, memang tidak jelas.
Secara keseluruhan, “GJLS: Ibuku Ibu-ibu” adalah komedi receh yang menghibur bagi penggemar humor absurd dan gaya trio GJLS, namun pengemasan yang sembarangan dan alur cerita yang tidak fokus membuatnya sulit untuk direkomendasikan kepada penonton umum yang mengharapkan narasi yang lebih terstruktur.
🇬🇧 English Version – Translated
Starting from a group of graduate comedians from Stand Up Comedy KompasTV, the trio Rigen-Hifdzi-Rispo, who go by the name GJLS, finally made it to the big screen. With the title “GJLS: Ibuku Ibu-ibu” (GJLS: My Mom is a Mom), it already shows just how unclear what’s being offered. What’s worse, I was intrigued to watch it. Is it really entertaining?
This film brings together the GJLS trio as siblings from a family that has just experienced tragic news. Their mother passed away, leaving Tyo, the father played by Bucek Depp, to manage the rental house along with his three troubled children.

All three share one thing in common: they’re all problematic. Starting with Rispo, the perverted one being chased by online loan debt collectors. Then Rigen, who works daily as a rain shaman but just lost a car borrowed from his friend. And Hifdzi, who is shocked by his girlfriend’s pregnancy. These problems demand they find a way out, which is money. Desperately, they ask Tyo to sell his rental property to solve their children’s problems.
The problem is, not everything is Ferguso (smooth sailing). Tyo flatly refuses the proposal. Instead, he introduces Feni, played by Nadya Arina, a young woman who is now his girlfriend. Of course, his children are shocked. They then look for a way out while trying to uncover Feni’s highly suspicious motives.
“GJLS: Ibuku Ibu-ibu” is packaged as a 95-minute comedy viewing, directed by Monty Tiwa, who previously directed “Critical Eleven“ and “Test Pack.” In terms of presentation, I actually quite noticed the film’s packaging is also unclear. There are many scenes that actually feel like “too good to waste” scenes, yet are presented integrated with the film’s content. This “innovation” attempt might feel like new entertainment. But for me, it’s like packaging the film carelessly.

The parts I mentioned earlier quite color the film’s content. It shows how the cast genuinely burst into laughter with the dialogue they’re delivering. The downside is, this is enlivened with repeated scenes. By cheap comedy standards, it’s actually quite entertaining. But I feel these parts would be better suited as end credits fillers, rather than audition inserts that ultimately promote the film.
Speaking of the story, initially the cheap comedy offered didn’t quite land for me. Even though it was quite cheap. However, as it progressed, I quite enjoyed Rispo’s performance. Rispo is like the man of the match, coloring the story. Without Rispo, Rigen’s seriousness or Hifdzi’s life drama wouldn’t be as entertaining.
Speaking of the ensemble cast, it’s quite diverse. There’s Luna Maya and Maxime Bouttier, Ebel Cobra, Davi Siumbing, to presenting physically crude comedy from Ryan Balita and Debby Ceper. Although nothing is particularly special, what caught my attention most was Feni’s character, especially as the story progresses while seeking clarity on the “deal” discussed by Feni and Tyo. Oh yes, the character “Mulyo Nurut” is also one that shouldn’t be missed.

Speaking of the title, while watching this film, I actually tried to figure out what “Ibuku ibu-ibu” means. Does it refer to the mother who just passed away? Or about their potential new mother, Feni? Or is it more about Rispo, who later pretends to be a mother? Unfortunately, even as I write this review, I still don’t know. Ah, it’s indeed unclear.
As a viewing experience, I feel “GJLS: Ibuku Ibu-ibu” is okay, I guess. This only applies if you click with cheap comedy offerings. When compared to other comedies like “Agak Laen,” also from stand-up comedy alumni, it still falls far below. Perhaps if this film continues with a sequel, I’d probably think twice before wanting to watch it. The reason, well, like its title—once again, it’s indeed unclear.








![#337 – Tom at The Farm [Tom à la ferme] (2013) 337-Picture6](https://cinejour.b-cdn.net/wp-content/uploads/2017/08/337-Picture6-218x150.webp)

![#335 – Heartbeats [Les amours imaginaires] (2010) 335-Picture3](https://cinejour.b-cdn.net/wp-content/uploads/2017/07/335-Picture3-218x150.webp)
![#333 – I Killed My Mother [J’ai tué ma mère] (2009) 333-Picture2](https://cinejour.b-cdn.net/wp-content/uploads/2017/07/333-Picture2-218x150.webp)









